TAKENGON-LintasGAYO.co : Panasnya proses penentuan PJ Bupati Aceh Tengah telah menimbulkan gejolak di masyarakat Gayo yang merupakan penduduk asli kabupaten berhawa dingin ini.
Sikap keras kepala Pemerintah Aceh dan Mendagri yang memilih mengabaikan aspirasi yang berkembang di masyarakat Aceh Tengah yang tetap menunjuk sosok yang tak dikenal dan tak punya akar di Aceh Tengah sebagai Penjabat (Pj) Bupati telah memantik kemarahan berbagai kalangan di Aceh Tengah.
Yaser Arafat, sekretaris umum Ormas GEMA IKABA termasuk pihak yang merasa marah dan tersinggung dengan sikap yang ditunjukkan oleh Pemerintah Aceh dan Kemendagri yang memaksakan calon non putra daerah untuk menjadi pemimpin tertinggi pemerintahan di pusat peradaban Gayo ini.
“Jis pake paluhni ku kite,” ujar Yaser dengan nada menahan marah saat menyampaikan pandangannya pada LintasGAYO.co, Kamis 29 Desember 2022.
Menurut Yaser keputusan yang diambil Pemerintah Aceh dan Kemendagri ini seolah menganggap Gayo ini adalah wilayah kosong tak berpenghuni, tanpa ada manusia yang perlu dihormati dan didengarkan aspirasinya.
“Beda kalau misalnya, calon PJ Bupati yang akan ditempatkan di Aceh Tengah ini, sosok yang sangat mumpuni, jelas rekam jejaknya tak tertandingi tokoh Gayo manapun yang memenuhi syarat untuk PJ Bupati, itu bisa kita terima, tapi ini? Kalau ini modelnya di dalam kerumunan orang di lapangan pacuan kuda sana pun banyak yang lebih bagus,” tambahnya.
Menurut Yaser, sikap yang ditunjukkan oleh Pemerintah Aceh dan Kemendagri ini adalah bahkan lebih parah daripada yang dilakukan Belanda. Karena seburuk-buruknya Belanda, yang mereka tempatkan memimpin wilayah Gayo ini masih orang Gayo sendiri, bukan diimpor dari pesisir.
Yaser sama sekali tidak percaya kalau penunjukan PJ Bupati yang bukan putra daerah ini adalah murni karena alasan profesional, sebab PJ yang ditunjuk ini kualitasnya jelas tak lebih unggul daripada calon-calon yang merupakan putra daerah. Kalau alasan profesional, bukan orang yang pernah diberhentikan gubernur Nova Iriansyah dari Perkim yang mereka tunjuk sebagai PJ Bupati.
“Jadi alasan yang paling jelas tak terbantahkan mengenai penunjukan ini adalah karena mereka memandang rendah Gayo, yang dalam sejarah yang mereka ajarkan secara turun-temurun dikatakan namanya berasal dari kata ‘kayo’ sehingga mereka percaya bahwa Gayo adalah suku penakut yang takkan melawan meski kepalanya diinjak-injak,” tukasnya.
Yaser kemudian mengutip potongan lirik Hymne Aceh Tengah “Enti osan ko ku pumu ni jema, pesaka si ara. Tenaring ni muyang datu, ken ko bewenmu”
Lebih lanjut, menurut Yaser, ini adalah bukti kesekian bahwa mayoritas di Aceh tak pernah senang dengan Gayo, Yaser mengungkit bagaimana perlakuan dan aneka hinaan yang mereka tujukan pada Nova Iriansyah, gubernur asal Gayo yang memperoleh jabatannya akibat “kecelakaan” politik yang oleh orang Aceh digelari sebagai gubernur terburuk.
Yaser melihat penujukan PJ Bupati non putra daerah ini salah satunya adalah wujud balas dendam Aceh yang tak pernah rela sejarah agung mereka dikotori dengan keberadaan seorang gubernur dari etnis Gayo.
“Untuk itu, demi mempertahankan marwah Gayo, saya berjanji akan menurunkan massa dalam ‘menyambut’ kedatangan PJ Bupati yang ditempatkan untuk melecehkan Gayo ini. Kalau mereka tidak terima dengan itu dan memilih penanganan represif, saya akan tunjukkan, Gayo bukan bangsa penakut, saya selaku orang Gayo, tak ragu untuk bersimbah darah demi mempertahankan harga diri,” pungkasnya.
[Win WN]