Oleh : Fahmi Al-Buntuny*
Pemuda atau bebujang dalam kehidupan sosial dan adat di kampung adalah salah satu elemen yang sangat penting, terutama dalam hal acara (sinte) baik sinte morip maupun sinte mate.
Acara sinte morep dapat berupa acara turun tanah (turun mani) seorang bayi, khitanan (mujelisen), perkawinan (ngerje) ataupun bentuk-bentuk acara lainnya seperti kenduri nazar dan lain sebagainya.
Dalam acara pesta perkawinan (sinte mungerje) contohnya, banyak hal yang perlu dipersiapkan baik sebelum atau sesudah acara berlangsung demikian juga dengan acara khitanan dan lain sebagainya. Hal yang perlu dicatat adalah bahwa kita diundang oleh yang memiliki hajatan atau dalam bahasa Gayo disebut dengan istilah empu nisinte.
Peran bebujang dan beberu dalam hal ini pemuda dan pemudi sangat penting dalam membantu hal-hal yang perlu dipersiapkan untuk kelancaran dan suksesnya acara, guna membantu empu sinte agar semua proses dapat berjalan dengan baik dan lancar.
Berdasarkan pengalaman saya, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan menjadi tanggungjawab bersama. Pertama yaitu ketika empat hari sebelum hari resepsi, empu nisinte ini mengundang beru-bujang (pemuda-pemudi) pada acara yang diadakan pada malam hari, biasanya empat hari sebelum hari resepsi dilaksanakan.
Adapun agenda acara atau rapat beru bujang ini adalah menyangkut penyerahen buet atau dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai menyerahan pekerjaan yang terkait dengan acara pada hari H.
Dalam hal ini yang dimaksud ialah meminta tolong kepada pemuda dan pemudi yang berada di kampung untuk dapat membantu mempersiapkan segala sesuatu yang terkait dengan resepsi. Hal tersebut dapat berupa pekerjaan atau membantu hal-hal yang meringankan punya hajatan.
Adapun biasanya yang dilakukan ialah bejantar, mencari sayur sayuran di dalam belantara untuk menjadi laut pauk, seperti terpuk, labu jepang, pucuk labu jepang, ungke, nangka, ries, keloang, lumu dan lain-lain. Berutem, atau mencari dan membawa kayu bakar sebagai sarana untuk memasak di dapur.
Mencari bambu atau bahan kayu lainnya untuk pembuatan panggung atau tenda tambahan dan lain sebagainya. Setelah didapatkan semuanya barulah ada agenda mangan murum bebujang, atas partisipasinya turut mempersiapkan acara.
Kemudian peran pemuda/bebujang kampung juga terlihat ketika ada acara beguru (ritual yang dilakukan kepada calon pengantin, acara nasehat dan meminta izin kepada orang tua dan sanak saudaranya).
Di sini peran pemuda/bebujang ialah beredang, atau menyiapkan dan menghidang makanan dan minuman kepada tamu undangan. Para bebujang ini biasanya memakai pakaian yang sopan, ada sebahagian pakai kopiah juga memakai pawak kain sarung dengan alasan norma dalam menghidangkan makanan.
Pemali atau kurang adab jika seorang pemuda/bebujang beredang/menghidang secara estapet tidak memakai kain sarung dianggap tidak sopan.
Agenda berikutnya adalah membantu tuan rumah dalam membersihkan kembali peralatan dapur berupa piring, gelas dan lain sebagainya setelah digunakan dalam jamuan makan bersama. Istilah mencuci piring ini disebut dengan ningo murum.
Agenda berikutnya yang biasanya dilakukan pada siang hingga malam adalah menghias dan menyiapkan dekorasi lokasi acara, mulai dari menyiapkan bahan dan tenda atau papan untuk menampung tamu lebih banyak dan nyaman di rumah empu nisinte supaya terlihat megah saat resepsi.
Setelah acara resepsi itu pemuda/bebujang ada yang namanya malam muda-mudi atau kelem beru-bujang, karena dengan alasan supaya jangan nanti salah rayu dan salah sapa, juga dapat disebut malam perkenalan antara pengantin pria atau pengantin wanita kepada muda-mudi setempat.
Sementara itu sebagian dari pemuda/i memasak santapan untuk makanan malam bersama, dan setelah itu diisi dengan acara ramah-tamah juga wejangan dari petue kampung untuk yang muda-mudi tentang hakikat pernikahan.[SY]
*Fahmi Rezeki alias Fahmi Al-Buntuny adalah mahasiswa fakultas Adab dan Humaniora UIN Ar-Raniry Banda Aceh. Peneliti dan penulis pemula pada lembaga The Gayo Institute (TGI), juga pengurus Himpunan Mahasiswa dan Pelajar Bener Meriah (HPBM) Banda Aceh Periode 2022-2024.