Oleh : Ibrahim Tawarys*
Muhammad Hasan Gayo merupakan seorang tokoh pergerakan nasional, yang namanya tak asing bagi masyarakat Gayo.
Namanya, kini ditabalkan menjadi jalan dan juga lapangan pacuan kuda Blang Bebangka, Pegasing.
Hasan Gayo lahir di Lukup, Kampung Simpang Kelaping, Pegasing, Aceh Tengah tahun 1923. Ia wafat di Jakarta pada tahun 1993.
Catatatn penulis yang juga berasal dari Pegasing, Hasan Gayo merupakan urang Gayo pertama yang menuntut ilmu ke tanah Jawa. Ia pun berangkan bersama sahabatnya dari Kute Lintang, Pegasing, Abdul Rahman alias Edol pada tahun 1942.
Ketika sudah di Jawa, Hasan Gayo berkecimpung di jalur politik sambil kuliah di Perguruan Tinggi Islam. Ia juga pernah menjadi anggota MPRS (1960-1967). Sementara Edol, memilih menjadi tentara di TNI Angkatan Udara.
Mereka berdua menjadi kebanggaan orang Gayo pada zamannya, terutama urang Pegasing sangat mengagumi mereka. Nama mereka selalu disebut-sebut oleh orang di Pegasing.
Ketika Penulis masih kecil sering mendengar tiap pesawat udara melintas di udara, orang-orang tua di kampung selalu mengatakan, “itu kapalnya Edol lewat Nak,” saking bangganya mereka kepada Edol bisa menjadi salah seorang tentara angkatan udara.
Pada suatu waktu, ketika mereka berdua pulang bersamaan ke Takengon, mereka disambut sukacita oleh masyarakat,
dengan kalungan upuh ulen-ulen.
Disambut dengan memasang gegebe (gapura) di pertigaan kampung Kayukul (antara jalan ke Kutelintang dan ke Simpang Kelaping). Dan dirayakan pula dengan memotong seekor kerbau disantap bersama-sama di halaman terbuka.
Hasan Gayo (kakak ipar Ajib Rosidi pemimpin redaksi majalah Sunda) ini, yang saya tahu ketika di Jakarta, orangnya sangat peduli kepada orang Gayo yg baru datang melanjutkan sekolahnya ke Jakarta. Siapapun yang datang kerumahnya dia tampung untuk sementara dalam bahasa Gayo disebut dengan tenelen.
Dia juga yg menginisiasi dibelinya asrama Laut Tawar di jalan Muria Jakarta dan asrama Laut Tawar di Yogyakarta.
Dia tidak pilih kasih yang datang ke rumahnya, apakah yang datang itu orang Gayo uken atau orang Gayo Toa, baginya orang Gayo yg datang ke Jakarta, semua saudara.
Hasan Gayo, sangat senang kalau ada pemuda Gayo lebih maju, sukses sekolahnya. Sehingga dengan arahannya, banyak pemuda Gayo yg melanjutkan studinya ke luar negeri ke Jepang dan ke Eropah pada waktu itu.
Adam Malik dan Chaerul Saleh adalah teman seperjuanganya. Mereka berjuang di Jakarta membentuk organisasi mahasiswa dan pemuda anti penjajahan Jepang pimpinan Chaerul Saleh.
Ketika pengambil alihan pertama aset kereta api di Stasiun Kota dan Menggarai dari tangan Jepang, Hasan Gayo yang mengomandoinya. Lalu kemudian diikuti pengambilalihan stasiun lainnya di pulau Jawa.
Hasan Gayo juga pernah menjadi wartawan bersama BM Diah dan Adam Malik. Malah ia pernah menjadi pemimpin redaksi harian Suluh Indonesia, tapi tidak lama.
Nama Adam Malik dan Chaerul Saleh tentu saja sudah tidak asing lagi dalam sejarah Indonesia. Mereka ikut terlibat memaksa Soekarno dan Hatta dari kelompok golongan muda, supaya segera memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia.
Itulah sekilas tentang Hasan Gayo. Dan penulis banyak belajar dari pengalaman hidup dari tokoh yang bersahaja ini.
*Tokoh Gayo di Jakarta asal Kampung Kute Lintang Pegasing