Cerita dari Kampungku (Episode 7) ; Aku yang Pantas Mendampinginya

oleh
Fauzan Azima dan Yan Kule di Linge. (Ist)

Oleh : Fauzan Azima*

SENIN lalu, 21 November 2022, saya dan beberapa orang teman nongkrong di Coffee Umah Uken, di sebuah sudut di Kota Takengon. Kami ngobrol ngalur-ngidul. Tempat itu memang representatif untuk membicarakan banyak hal. Mulai tetek bengek politik, ekonomi dan hal-hal yang bersifat pribadi.

Saat bercerita tentang topik terakhir, seorang teman mengeluhkan kesulitan salah satu kerabat istri yang lama menjanda. Dia tidak membicarakan wanita itu sebagai lelucon. Pembicaraan berkutat seputar upaya memberdayakan wanita itu dan menjaga agar anak-anaknya dapat hidup layak lazimnya keluarga lain di kampung.

Jangan “Pejejik lagu tolong, pesesuk lagu tersik (hidup seorang diri tiada yang menemani)”.

“Keluarga mengamanahkan saya agar mencari jodohnya,” ujar teman tadi di ujung keluhan.

Seorang kawan yang mendengar keluhan kawan itu menghisap rokok dalam-dalam, menahan sebentar dan mengeluarkan asap dari mulut ke udara perlahan-lahan seperti berujar, “akulah yang pantas sebagai pendampingnya.” Benar saja. Kata-kata yang keluar dari mulutnya,

“Walaupun saudara istri (kamu) itu janda, bukan berarti tidak ada di antara kita yang berhak mendampingi.” Kata-kata itu menyeret semua mata menatap teman tersebut.

Ya, memang status janda, terutama wanita-wanita yang masih tergolong muda, mengandung konotasi tak sedap. Seolah-olah seorang janda adalah sebuah kesalahan yang berhak dilabeli bermacam pikiran jahat lelaki. Tapi janda bukan koro guril atau kerbau yang mengalami kecelakaan sehingga dapat dijual dengan harga murah.

“Saya nyatakan sini agar kalian paham untuk mencari jodohnya. Barangkali ada saudara yang sepantasnya menjadi suaminya. Saya tegaskan bukan kita yang ada di sini,” kata teman pertama.

Tapi tidak ada satupun manusia yang memiliki otoritas menentukan jodoh sendiri. Tidak saya, tidak Anda, tidak mereka yang berada di kafe itu. Urusan jodoh itu adalah selendang Yang Maha Kuasa. Sama seperti pemimpin. Tidak ada satu orang pun yang merasa paling berhak memimpin masyarakat dan menganggap orang rendah atas kemampuan ini.

Tapi seringkali orang berpendapat dan menyakini hal sebaliknya. Tidak terkecuali di kampung saya. Pemimpin di kampung saya menganggap hanya dirinya yang berhak menduduki jabatan itu. Padahal selama menjabat, yang lebih banyak dia berikan kepada masyarakat hanya masalah.

Saat merasa paling superior, yang terjadi selanjutnya adalah upaya untuk mempertahankan jabatan dengan jalan apa saja. Termasuk dengan memasang spanduk penolakan kedatangan pemimpin lainnya. Ini jelas suatu warisan politik yang tidak pantas dicontoh oleh generasi muda.

Seharusnya si pemimpin sering-sering berkaca. Bermuhasabah. Membiarkan hati dan otaknya berdialog untuk memahami diri dan menilai diri sendiri secara jernih. Dia seharusnya paham bahwa selama ini, sebagai pimpinan, dia tidak menyentuh hati rakyat. Bahkan dia tidak mendapatkan dukungan dari dewan perwakilan rakyat.

Hal kecil, semisal dukungan dari dewan perwakilan rakyat, seharusnya cukup menjadi sinyal baginya untuk tidak berharap lebih dari yang dia dapatkan hari ini. Selama ini, si pemimpin itu tidak menjalin hubungan baik yang seharusnya dilakukan sejak lama. Alih-alih menjadi jembatan silaturahim, dia malah menjadi api yang membakar masyarakat.

Orang seperti ini hanya berkawan di saat dia butuh. Orang yang paham tentu tidak ingin terjebak dengan pemilik sifat buruk ini. Saat berhadapan dengan hidangan nikmat, dia menelannya sendiri di sudut gelap ruangan agar tidak ketahuan. Setelah semua hidangan habis, dia baru memanggil orang lain untuk mencuci piring kotor. Amit-amit.

Baca Juga : Cerita dari Kampungku (Episode 6); Apah Konot di Sekitar Pemimpinku

Di kampung kami, akan ada jabatan yang kosong. Tapi sebagai rakyat, kami mengingatkan agar dia tidak menyatakan, “akulah orang yang paling berhak duduk di jabatan itu.” Sebagai seorang manusia, sedikit atau banyak, milikilah rasa malu.

(Mendale, November 24, 2022)

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.