Aceh Tengah Defisit Anggaran, Rakyat Dipaksa Maklum

oleh

Oleh : Maharadi*

“Defisit sama dengan uang makan lebih besar dari uang jajan.” ~Cak Lontong

Selama ini Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah memiliki stigma yang buruk di mata masyarakat. Kalau nggak ngurusin hal magis atau perdukunan, para pejabat legislatif dan eksekutif disini identik sekali dengan sebutan ekuivok.

Istilah ini beda tipis dengan hipokrit. Semacam gejala sakte, segerombolan orang yang setia menjadi pengikut dan pengekor yang cenderung bergelagat tidak profesional.

Ah, masyarakat Aceh Tengah yang sudah capek, tiap lima tahun sekali harus mengotori tangan memilih orang-orang yang pada akhirnya gak becus ngurusin daerah sendiri.

Mulai dari perseteruan epic sampai pada mantra-mantra seperti “Peri mestike : mekeruh bebasuh haram bersamak” berharap persoalan daerah bisa diatasi, dan agar pemimpin Aceh Tengah amanah. Aduh…, sampai sekarang visi misimu saja nggak kesampaian.

Belum lagi informasi yang tengah hangat belakangan ini, bahwa daerah sedang defisit anggaran, jumlahnya tak tanggung-tanggung sebesar Rp60,4 miliar.

Penyebabnya adalah saat penyusunan anggaran mereka tidak profesional dalam merumuskan kegiatan yang ditampung pada APBK 2023. Tapi, katanya sih, ini berkaitan dengan dokumen penyusunan mengenai rentetan keterlambatan pengusulan rancangan KUA PPAS tahun 2023.

Jadi gaes, BPKD Aceh Tengah mengatakan pihaknya kesulitan memformulasikan dengan kemampuan keuangan yang ada dan tuntutan usulan yang begitu banyak, sehingga sedikit sulit melepaskan mana yang harus di prioritaskan. “Tidak mungkin kami melakukan pekerjaan besar ini dalam sekaligus, ini mohon dimaklumi.” Katanya.

Lah, kalau begini ceritanya, kan masyarakat jadi mikir. Bukankah penetapan anggaran daerah harus dilakukan tepat waktu agar program kegiatan dan pembangunan yang direncanakan terealisasi pada tahun anggaran, sehingga pemberian pelayanan publik terhadap masyarakat dapat berjalan dengan lancar? Kok tetiba terlambat dan defisit masyarakat diminta memaklumi?

Aihh, bingung kan? Kemarin-kemarin dalam momen pemilihan semuanya terlihat visioner sekarang giliran defisit malah masyarakat dipaksa maklum. Weleh…weleh…Ini menunjukkan kurangnya SDM yang kompeten dalam manajemen perencanaan dan penganggaran.

Karena menurut Kementerian Dalam Negeri, salah satu indikator utama untuk mengukur kinerja pengelolaan keuangan daerah adalah ketepatwaktuan dalam penetapannya. Lah, gimana mau tepat waktu, ngurusi dukun mulu sih. hiks..hiks…

Itu sebabnya kita yang harus cerdas. Jangan mau memilih pemimpin yang tak berkualitas. Umumnya praktik dan pola deskriptif atas kerja yang tidak profesional seperti di atas lahir dari gelagat yang memang tak punya kualitas. Kalau begitu, mau nggak mau kita yang harus pintar-pintar menyaringnya.

Gimana caranya? Ya jangan mau jadi rakyat murahan yang gampang digombalin doang, apalagi jadi ketengan dan gerombolan. Sebelum memilih, cari tahu dulu, pemimpin ini beneran berintegritas nggak? Supaya kita punya solusi lain, selain “memaklumi”. []

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.