Catatan: Muhammad Syukri*
Beberapa hari belakangan ini, istilah defisit memenuhi jagat maya di Aceh Tengah. Media online termasuk media sosial mengapungkan isu potensi Defisit RAPBK Aceh Tengah mencapai Rp 60,4 Milyar.
Apa sebenarnya defisit? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), defisit adalah kekurangan (dalam anggaran belanja).
Pengertian defisit mengutip Investopedia berarti kondisi keuangan di mana ketika belanja melebihi pendapatan, impor melampaui ekspor, atau beban melebihi aset (Kompasdotcom, 5/9/2021).
Saya coba menganalogikan potensi defisit RAPBK dengan membangun sebuah rumah. Ceritanya begini. Setelah konsultan merancang sebuah rumah, dihitung anggaran yang dibutuhkan sampai rumah selesai mencapai Rp 500 juta.
Sementara si pemilik rumah hanya memiliki uang cash sebesar Rp 300 juta. Bolehkah dia membangun rumah dengan kekurangan dana sebesar Rp 200 juta? Tentu boleh, artinya dia mengalami defisit Rp 200 juta untuk membangun rumah itu sampai selesai.
Kenapa si pemilik rumah berani membangun rumah dengan defisit Rp 200 juta? Karena dia sudah memperkirakan, dalam tahun ini akan ada pemasukan dari kebun kopi di Lukup Sabun sebesar Rp 100 juta, lalu dari kolam ikan di One-one sebesar Rp 50 juta, dan hasil menjual mobil dengan harga Rp. 50 juta. Total hasil kebun dan kolam, serta penjualan aset akan mampu menutupi defisit sebesar Rp 200 juta tadi.
Bolehkah sebuah daerah menetapkan defisit sebesar Rp 60,4 Milyar? Lebih dari angka itu pun boleh, sepanjang jelas sumber pendapatan untuk menutup defisit tersebut.
Darimana sumbernya? Dari pendapatan asli daerah (PAD-murni), atau ada kebijakan pemerintah pusat untuk menambah dana transfer daerah. Seandainya kedua sumber itu tak terpenuhi, apa yang dapat dilakukan untuk menutup defisit? Menjual aset, seperti tanah, bangunan atau kenderaan.
Ternyata ketiga langkah diatas tidak terwujud, dan membiarkan APBK defisit sebesar Rp 60, 4 Milyar. Dipastikan pada akhir tahun, pemerintah daerah akan mengalami gagal bayar. Tidak cukup uang untuk membayar berbagai proyek dan kegiatan senilai Rp 60, 4 Milyar.
Kalau rekanan bersedia tunda bayar ke tahun anggaran berikutnya, tentu tidak bermasalah. Namun, apabila rekanan menempuh jalur hukum, ini yang akan jadi masalah.
Bagaimana mengurangi potensi Defisit RAPBK sebesar Rp 60, 4 Milyar? Mudah, tinggal mengurangi kegiatan yang dinilai masih bisa ditunda. Banyak memang yang harus dikurangi, tetapi itulah pilihan terbaik diantara banyak pilihan.
Proyek dan kegiatan apa saja yang akan dikurangi? Semuanya berada diujung pena TAPD dan Banggar DPRK. Kita tunggu, apa langkah yang akan ditempuh. []