Oleh : Dinika Yusuf*
Pada tahun 2013, setelah tamat sekolah SMP, saya masuk ke sekolah SMA 2 Bandar yang dekat dari rumah kami di Blangjorong, jalan provinsi arah ke Samarkilang.
Seperti siswa siswi lainnya, saya berharap bisa dengan tenang belajar untuk mewujudkan cita-cita saya. Rencananya, setelah tamah SMA, saya akan mengikuti jejak kakak saya yang sudah terlebih dahulu kuliah di Jogjakarta.
Sayangnya keadaan saya sekolah di SMA tidak lebih baik dari waktu sekolah SMP. Di SMP yang kecenderungan kesurupan hanya saya sendiri, tetapi ketika awal saya masuk SMA sering terjadi kesurupan massal. Terutama ketika pagi seluruh siswa membaca surat Yasin bersama.
Menurut “guru kampung” atau “orang pinter” kesurupan massal itu disebabkan orang kehadiran komunitas jin yang saling terhubung atau sering disebut sebagai “jin merante.”
Sedikitnya ada dua penyebab terjadi kesurupan massal. Pertama, sekelompok jin yang diasuh oleh “orang pinter” dan yang kedua, di tempat itu memang komunitas jin. Kehadiran orang-orang di lokasinya dianggap sangat mengganggu komunitasnya.
Misalnya di belakang sekolah atau tempat tertentu di dalam komplek sekolah ada pohon besar, ruangan kosong yang lembab, atau tempat yang angker itu dijadikan tempat untuk orang pacaran atau buang hajat sembarangan. Prilaku itulah yang membuat komunitas jin itu marah, sehingga mereka mengamuk dan mencoba masuk ke setiap tubuh yang lemah. Sebagian besar rombongan jin itu lebih mudah masuk ke tubuh para siswi.
Kesurupan massal itu, tidak saja terjadi di sekolah kami, tetapi di sekolah-sekolah lainnya. Pada saat saya masuk di kelas 1 SMA adalah tahun sering terjadi kesurupan massal. Sehingga orang yang berencana pindah karena situasi itu, urung pindah karena sekolah lain pun sering terjadi kesurupan.
Dulu, pada salah satu SMK di pinggiran Aceh sering terjadi kesurupan massal. Sampai pada satu saat terjadi pergantian kepala sekolah dan kebetulan kepala sekolah yang baru itu faham tentang seluk beluk dunia jin. Pada saat sedang terjadi kesurupan, ia mencari tahu, jin mana saja yang bisa diajak kompromi.
Syukurlah, ia bisa menemukan orang yang telah kerasukan jin, tetapi sangat tenang, seolah tidak terjadi apa-apa dengan tubuh siswi yang dimasukinya. Sangat berbeda dengan siswi lainnya yang kerasukan; berteriak histeris dan sebagian ada yang tertawa terbahak-bahak, lalu pingsan.
“Siapa yang menyebabkan kesurupan massal ini terjadi?” tanya kepala sekolah itu kepada salah seorang siswi yang sudah kerasukan jin.
“Saya tidak tahu” jawab siswi itu dengan penuh rasa takut.
Kepala Sekolah itu semakin yakin bahwa siswi ini sudah kerasukan jin. Sehingga dengan ditemani beberapa orang guru, kepala sekolah itu mengajaknya siswi itu ke ruangannya. Siswi itu diberikan kopi dan langsung meminumnya, bahkan meminta rokok, baru kemudian jin itu mau berterus terang.
Dari hasil bujuk rayu kepala sekolah itu, akhirnya diketahui bahwa pelakunya adalah orang kampung yang sudah tua melakukannnya karena persoalan batas tanah dengan sekolah.
Kepala sekolah itu pun menghadap kepada orang tua itu. Semula ia tidak mengaku, tetapi dengan kelihaiannya, orang tua itu pun mengaku bahwa dirinyalah pelaku kekacauan di sekolah itu.
Setelah negosiasi yang alot kepala sekolah dan orang tua itu membuat kesepakatan agar sebagian tanahnya yang terkena pembangunan sekolah dibayarkan kepada orang tua itu.
Setelah kesepakatan itu ditunaikan, ternyata masih terjadi lagi kesurupan massal. Setelah diselidiki, ternyata di belakang sekolah kejuruan itu sering dijadikan tempat pacaran para siswa dan siswi.
Kepala sekolah berinisiatif memanggil siswa dan siswi yang terlibat dalam pacaran itu ke ruangannya. Semula mereka tidak mengakui, tetapi berkat informasi dari “jin senior” itu, semua yang terlibat pacaran mengakuinya karena informasi yang disampaikan oleh jin tersebut sangat detail. (Bersambung)
(Teritit, 11 Agustus 2022)