Catatan : Muhammad Syukri*
Sebelum mesin cetak ditemukan pada abad ke-14, undangan walimatul ‘ursy atau pesta pernikahan disampaikan secara lisan. Setelah itu sampai hari ini, undangan disampaikan melalui surat, kartu undangan dengan berbagai corak, dan pesan elektronik melalui SMS dan WA.
Meskipun cara dan bentuk undangan makin praktis dan cepat, toh masih ada warga yang mempertahankan undangan lisan.
Seperti tradisi di Dataran Tinggi Gayo, kartu undangan atau pemango sudah dikirim, ditambah lagi melalui pesan WA, empuni sinte merasa undangannya belum sempurna. Mereka kemudian bertamu ke rumah pihak yang diundang, menyampaikan undangan secara lisan.
Sebegitu berharapnya empuni sinte atas kehadiran kita dalam acara walimatul ‘ursy. Kenapa? Supaya kita ikut merayakan kebahagiaan mereka, sekaligus menjadi saksi bahwa isteri/suami putra/putrinya adalah sosok yang itu. Suatu hari, mereka sedang berduaan bukan dengan pasangan yang itu, kita berkewajiban menegor mereka. Begitulah sesungguhnya hakikat menghadiri undangan walimatul’ursy.
Pertanyaannya, Kenapa walimatul ‘ursy atau pesta pernikahan perlu dirayakan? Hal ini sesuai dengan bunyi hadis: “Berwalimahlah, walaupun hanya dengan menyembelih seekor domba.” (HR Bukhari).
Seiring perjalanan waktu, mungkin pihak yang diundang tak bisa hadir karena alasan uzur, sakit, berhalangan, atau keluar kota. Alasan seperti itu harus dimaklumi oleh si pengundang.
Disisi lain, ada juga enggan hadir karena alasan tidak suka, lagi musuhan atau ada sentimen pribadi. Apabila alasannya seperti itu, maka yang bersangkutan dapat dikatakan durhaka kepada Allah dan rasul-Nya.
Berat bukan? Itu bukan kata saya, tetapi sabda Nabi dalam hadis dibawah ini.
Bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Seburuk-buruk makanan adalah makanan walimah (pesta) di mana yang diundang hanyalah orang-orang kaya sedangkan orang-orang fakir tidak diundang, siapa yang tidak memenuhi undangan walimahan, maka ia durhaka kepada Allah dan Rasulnya.” (HR. Bukhari).
Maka…
Beruntunglah orang yang luput atau tidak diundang dalam sebuah acara walimatul ‘ursy. Dia terbebas dari beban berat, durhaka kepada Allah dan rasul-Nya.
Baru-baru ini seorang teman mengirim pesan singkat melalui WA. Dia mempertanyakan ketidakhadiran saya dalam acara walimatul’ursy seorang teman.
“Kenapa tidak hadir dalam acara walimatul ‘ursy anak si polan?” tanyanya.
“Nggak diundang,” jawab saya singkat.
“Kata panitia, nama kamu ada dalam daftar undangan,” diyakinkan teman itu.
“Sampai hari ini, saya belum terima kartu undangan atau pesan elektronik dari yang bersangkutan,” jawab saya.
“Lha, kamu kan teman dia, masa sih seperti itu?” tanya teman itu keheranan.
“Begitulah adanya, kek mana mau,” jawab saya.
“Kamu beruntung kalau begitu,” katanya.
“Koq kamu bilang beruntung?” tanya saya sedikit tersinggung.
“Benar, kamu luput dari durhaka kepada Allah dan rasul-Nya,” jawab teman itu.
Saya sempat galau, sampai lupa membalas chatnya. Kenapa dia bilang saya beruntung?
Saya telusuri via google perihal menghadiri acara walimatul ‘ursy, dapat hadis yang diriwayatkan Bukhari.
Benar, dalam hadis itu disebutkan siapa yang tidak memenuhi undangan walimahan maka dia durhaka kepada Allah dan rasul-nya.
“Alhamdulillah,” bisik hati saya. []