Memaknai Tahun Baru Hijriah

oleh

Oleh : Dr. Jamhuri Ungel, MA*

1. Hijrah dan Lahirnya Angka Satu

Mungkin orang akan bertanya paling kurang pada diri sendiri, apa sebenarnya arti dari pergantian tahun, apakah pergantian tahun boleh secara sembarangan diganti dan apakah boleh pergantian tahun itu diganti oleh siapapun?

Jawabannya juga kita akan gunakan kata “mungkin” asal semua orang sepakat dengan momen yang memulai adanya tahun, menyepakati jumlah hari, bulan sampai akhirnya menjadi satu tahun.

Bila kita baca bagaimana lahirnya tahun hijriah kita maka temukan bahwa tahun hijriah lahir bermula dari hijrahnya Nabi Muhammad saw. dari Mekkah ke Madinah, dimana Nabi Muhammad pada saat itu didampingi oleh sahabat Abu Bakar.

Peristiwa hijrahnya Nabi dikarenakan karena ketidak sanggupan beliau menahan prilaku cacian, makian dan hinaan dari orang-orang Quraisy yang ada di Mekkah pada saat itu.

Seorang sahabat Nabi yang lain kemudian diakui menjadi tokoh besar dunia yaitu Umar Bin Khattab menjadikan momen hijrahnya Nabi ini sebagai penetapan dimulainya tanggal 1 bulan 1 dan tahun 1 Hijriah dan kini sudah tanggal 1 bulan 1 tahun 1444 Hijriah.

Dengan penetapan tersebut dengan mudah kita dapat mengetahui bahwa Nabi Muhammad Hijrah ke Madinah dari Mekkah sudah 1444 tahun lamanya.

Dari balik itu kita dapat mengatakan kalau Umar Bin Khattab wajar dimasukkan menjadi 100 tokoh terhebat di dunia, karena ia mampu membuat dan menetapkan angka 1 (satu) dan angka 1 inilah yang dijadikan awal hitungan dunia dan menjadikan perjalanan dunia sebelumnya menjadi “sebelum” dengan hitungan angka mundur.

2. Hijrah dan Lahirnya Kota

Dari hijrahnya Nabi kita bisa belajar bahwa sebelum hijrahnya Nabi Muhammad ke Madinah bahwa nama Madinah pada saat itu adalah Yasrib, yakni nama sebuah desa.

Tetapi kemudian setelah Nabi hijrah nama tersebut diganti dengan nama Madinah yang berarti kota. Ini memberi arti kepada kita bahwa sebenarnya harapan Nabi masyarakat Islam itu hidup dalam masyarakat kota, masyarakat yang multi; multi agama, multi etnis, multi budaya, multi profesi dan juga multi strata.

Semua anggota masyarakat yang multi itu Nabi ikat dengan sebutan ummah. Artinya dalam masyarakat kota masyarakat tidak lagi mempunyai pola pikir parsial yang hanya memikirkan kelompok, suku, marga dan lain-lain.

Dalam masyarakat kota (Madinah) Nabi mengajarkan ummatnya hidup dalam tatanan hukum, dengan melaksanakan kewajiban yang dibebankan oleh agama baik itu kewajiban yang bersifat individu (wajib ‘ain) tetapi juga kewajiban kemasyarakatan (wajib kifayah).

Dalam masyarakat kota juga tertata jelas mereka yang mempunyai hak, baik itu hak yang didapat dari setiap individu yang kaya atau juga dari kelompok masyarakat yang diikat dengan kekuatan sosial.

Realita masyarakat modern (kota) sekarang dapat kita lihat bahwa pergerakan ekonomi sangat cepat, semua barang yang diproduksi dapat terjual dengan cepat dengan harga berlipat bila dibanding dengan harga barang di desa. Mereka yang mempunyai keahlian (skil) dapat meraup kekayaan dalam hitungan waktu yang tidak perlu menunggu waktu lama.

3. Hijrah Membelah Pemahaman terhadap al-Qur’an

Bila kita membaca apa yang telah dipahami oleh para ulama tentang Kitab Suci alQur’an, maka pengaruh hijrahnya Nabi sangat besar terhadap pemahaman terhadap al-Qur’an.
Para ulama membuat pemilahan ayat-ayat yang turunkan sebelum Nabi hijrah disebut dengan ayat-ayat Makiyah, artinya ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah.

Ayat-ayat yang diturunkan di Madinah disebut dengan ayat-ayat madaniyah. Ayat-ayat yang diturunkan pada tempat dan masa yang berbeda tersebut mempunyai pola makna yang berbeda, kalau ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah berbicara tentang aqidah dan akhlaq, sedangkan ayat-ayat yang diturunkan di Madinah berbicara tentang hukum dan tata kehidupan bernegara dan bermasyarakat.

Perbedaan dalam pemahaman terhadap masa turunnya al-Qur’an memberi inspirasi terhadap pola pendidikan. Dimana pola pendidikan yang telah dijalankan menganut pola pada masa anak-anak adalah penguatan pengetahuan tetang aqidah dan moral, kemudian pada masa selanjutnya adalah penguatan pola pengetahuan alam dan sosial.

Pola ini berpengaruh kepada pola pendidikan dimasyarakat, dimana anak-anak mereka pada usia masa anak-anak dimasukkan ke pesantren dengan harapan aqidah anak menjadi kuat dan juga moral anak-anak menjadi terbentuk dengan kebiasaan yang ada di pesantren, tetapi dalam realitanya tidak seperti diharapkan karena lembaga pesantren yang diharapkan mengajar aqidah dan pembentukan moran menjadi lembaga pembelajaran bahasa (arab dan inggris).

Moral yang diharapkan dapat terbentuk dengan baik, namun karena jumlah mereka terlalu banyak sehingga pencontohan yang diberikan pengelola tidak berjalan secara maksimal.

4. Hijrah melahirkan perubahan bukan pergantian

Banyak orang-orang memaknai hijrah dengan pergantian, artinya banyak orang-orang dengan berharap dengan pergantian pemimpin akan terjadi perubahan dari yang kurang baik menjadi yang lebih baik.

Padahal bila kita lihat apa yang dilakukan oleh Rasulullah bahwa perubahan itu bukanlah pergantian tetapi perubahan pada pola pikir, tentu perubahan pola pikir menjadikan pemimpin sebagai pasilitator perubahan.

Seperti Nabi Muhammad merubah Yasrib menjadi Madinah dengan memenuhi tata aturan sebagai masyarakat kota, pola pikir masyarakat yang sebelumnya menganut pola kesukuan menjadi ummah, pola pikir yang sebelumnya memerangi orang berbeda agama menjadi pola pikir memberi kebebasan dalam beragama dan tidak saling mengganggu.

Jadi hijrah dalam makna perubahan menuntut kesiapan semua pihak untuk mau berubah, karena bila masih ada anggota masyarakat yang tidak mau berubah maka perubahan tidak akan pernah terjadi.

Untuk ini kita juga tidak bisa menafikan kalau ide perubahan untuk menuju kemajuan hanya bisa dilakukan oleh para pemimpin yang siddiq, amanah, tabligh dan fatanah. []

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.