Oleh. Dr. Jamhuri Ungel, MA*
Ibadah shalat merupakan rukun Islam yang kedua setelah mengucap dua kalimah syahadat, shalat diwajibkan semenjak nabi Muhammad melakukan perjalanan isra’ dan mi’raj dari masjidil haram ke masjidil aqsa kemudian ke sidratul muntaha di langit ke tujuh.
Ibadah shalat sebagaimana ibadah-ibadah lainnya bisa dilihat dari berbagai aspeknya ; aspek dalil nash (al-Qur’an dan al-Hadist), aspek pemahaman ulama terhadap dalil nash, aspek pelaksana (orang/mukallaf), aspek tempat, aspek waktu, dan aspek-aspek lainnya. Untuk kajian ini difokuskan pada kajian ibadah shalat dari sisi waktu.
Bila dilihat dari segi waktu, maka waktu dapat dibagi menjadi dua, yaitu muthlaq dan muqayyad. Muthlaq artinya waktu yang tidak dibatasi kapan perbuatan ibadah harus dilakukan, mukallaf boleh melakukan ibadah kapan saja, tidak harus hari ini, besok, minggu depan bahkan tidak harus tahun depan, yang jelas mukallaf tidak berdosa sebelum mereka betul-betul meninggalkan perbuatan ibadah tersebut karena meninggal dunia.
Diantara contoh yang bisa kita kelompokkan kepada ibadah yang mempunyai waktu muthlaq adalah : qadha puasa dan puasa nazhar atau nazhar-nazhar yang lain.
Kemudian waktu yang muqayyad, adalah waktu yang terikat dengan batasan waktu, baik waktu untuk memulai atau waktu untuk mengakhiri perbuatan.
Baik waktu itu luas atau panjang, artinya waktu yang disediakan melebihi waktu yang diperlukan atau waktu yang disediakan pas untuk pelaksanaan perbuatan. Seperti pelaksanaan shalat waktunya lebih luas dari waktu yang diperlukan sedangkan waktu untuk puasa bulan ramadhan pas untuk waktu puasa wajib ramadhan.
Waktu Shalat
Shalat wajib lima waktu telah ditentukan waktu mulai dan berakhirnya : Pertama, waktu shalat subuh dimulai sejak terbitnya fajar kedua yaitu fajar shadiq. Disebut fajar shadiq karena fajar pertama disebut dengan fajar “kadzib” fajar bohong atau fajar yang belum pasti. Kemudian berakhirnya waktu shalat subuh adalah terbitnya matahari.
Kedua, waktu shalat zhuhur dimulai dari condong matahari ke barat dan diakhiri dengan samanya bayangan dengan benda atau samanya bayangan tongkat dengan bayangan tongkat yang dipancang.
Ketiga, waktu shalat ashar mulai dari samanya kayu dengan bayangannya sampai dengan terbenamnya matahari. Keempat, waktu shalat maghrib mulai dari terbenamnya matahari sampai pada hilangnya safaq merah.
Kelima, waktu shalat isya mulai dari hilangnya safaq merah sampai pada terbitnya fajar shadiq.
Bila kita perhatikan waktu-waktu yang telah disebutkan maka kita dapat memahami bahwa waktu yang disediakan lebih panjang (lebih luas) dari waktu yang dibutuhkan, sehingga dari sisi waktu disebut dengan waktu muwassa’, karena perbuatannya wajib maka disebut dengan wajib muwassa’.
Karena waktunya yang luas/panjang sehingga ulama berbeda pendapat tentang kapan jatuhnya wajib, apakah di awal waktu atau diakhir waktu. Mazhab Syafi’i mengatakan bahwa jatuhnya wajib di awal waktu sedangkan mazhab Hanafi menyebutkan jatuhnya wajib di akhir waktu.
Pelaksanaan Shalat Karena Waktu
Para ulama sepakat kalau shalat di awal waktu lebih afdhal daripada shalat di tengah atau di akhir waktu, namun juga kita bisa menjelaskan bahwa shalat di tengah dan akhir juga bagus kalau dilaksanakan secara berjamaah dan lebih bagus lagi kalau shalat jamaahnya dilakukan di awal waktu.
Tetapi ulama berbeda dalam menentukan jatuhnya wajib sebagaimana telah disebutkan. Imam Syafi’i mengatakan di awal dan Imam Hanafi mengatakan di akhir.
Apabila seorang anak yang belum baligh shalat (subuh, zhuhur, ashar, maghrib atau isya) di awal waktu padahal dia belum wajib shalat, lalu dia baling dalam waktu yang dia sudah shalat, apakah ia harus mengulang shalatnya karena dia baligh atau harus mengulang karena ketika dia shalat ia belum baligh.
Seorang perempuan yang sudah baligh, dia tidak shalat di awal waktu karena alasan disengaja atau tidak, sehingga sebelum berakhirnya waktu dia berhalangan (haidh), apakah dia berdosa karena meninggalkan shalat atau tidak karena masih adanya waktu.
Seseorang yang bepergian dia berangkat sebelum masuknya waktu shalat dan sampai tujuan waktu belum habis, apakah dia boleh mengqashar atau menjamak shalat atau dia shalat sebagaimana ashalnya yaitu empat rakaat.
Seseorang yang mau pulang kampung dan dijemput oleh mopen umum pada saat masuknya waktu shalat, lalu apakah boleh dia menjama’ dan mengqashar shalatnya.
Untuk menjawab semua kasus di atas kita harus kembali kepada jatuhnya waktu shalat menurut Imam mazhab tersebut di atas.
Imam Syafi’i jatuhnya shalat di awal waktu, sehingga bagi anak-anak yang telah shalat walau ia belum baligh dan baligh pada akhir waktu tidak perlu mengulang shalat karena ia telah shalat dalam wajibnya dia shalat.
Sedang menurut Abu Hanifah anak tersebut wajib mengulang kembali karena ketika di melakukan shalat belum jatuhnya waktu wajib.
Bagi perempuan yang belum shalat lalu diakhir waktu dia datang halangan, maka ia berdosa karena pada saat jatuhnya waktu dia belum melaksanakan shalat. Sedangkan menurut Abu Hanifah dia belum berdosa karena dia berhalangan sebelum jatuhnya waktu wajib.
Bagi mereka yang dijemput mopen umum pada awal waktu dan sampai sebelum berakhirnya waktu, menurut Syafi’i dibolehkan menjama’ dan mengqashar shalat karena mobil berangkan di awal waktu, sedangkan menurut Hanafi tidak boleh jama’ atau qashar karena mereka sampai tujuan masih ada waktu.
(Materi kajian Sabtu pagi tanggal 16 Juli 2022 di Meunasah al-Hidayah Ie Masen Ulee Kareng)