Sekali Lagi, Jujur Itu Penting

oleh

Oleh : Fauzan Azima*

Mendadak dapat perintah “tugas negara” ke Medan, tanpa fikir panjang, karena tidak ada lagi pesawat, saya hubungi salah satu Perusahaan Otobis. Petugas di loket terminal Batoh, Banda Aceh menawarkan beberapa alternatif; kalau ingin cepat dan nyaman, naik saja Patas.

“Kalau bis Patas tidak berhenti mengambil penumpang di jalan, kecuali waktu shalat subuh, sudah dekat dengan Kota Medan baru berhenti,” kata petugas loket meyakinkan.
Saya pun menyetujui, pukul 21.15 berangkat dari terminal. Hanya saja, ketika saya lihat kondisi fisik bisnya, saya mulai curiga, tampak luar bisnya hanya roda enam, sedangkan bis sekarang sudah sepuluh roda.

Sayapun berusaha menepis fikiran negatif tentang “kedustaannya”, lalu saya naik, sambil berjalan saya pandangi wajah orang-orang yang sudah terlebih dahulu duduk manis di tempatnya masing-masing. Wajah mereka tampak kusut. Ada apa ini? Bathin saya.

Kondektur mengarahkan saya duduk di kursi 4A, awalnya saya nyaman-nyaman saja, tetapi begitu saya buka layar penutup jendela. Alamak! Ternyata dua jendela sudah pecah, kondisinya hanya ditempel plastik.

Pantas saja kondekturnya berucap, saya hanya duduk sendiri karena kalau duduk di pinggir dekat jendela, beresiko terluka karena kacanya masih tajam, belum dibersihkan.

Saya masih berfikir positif, barangkali fisiknya “lemah” tapi lajunya kencang. Ternyata benar, sepanjang perjalanan mulai tampak kebohongannya, sebentar-sebentar menaikkan penumpang di tengah jalan dan sudah hampir pukul 1.00 dini hari baru sampai di Sare, Aceh Besar. Saya sudah menduga, esok pukul 11.00 lewat baru sampai di Kota Medan.

Pantas saja wajah penumpang yang pandangi kurang bersahabat karena mereka juga seperti saya merasa dibohongi. Belum lagi bau asap rokok yang menyengat, tentu saja tidak nyaman bagi anak-anak dan perempuan.

Saya hanya salah satu dari 30-an orang penumpang, yang mungkin kecewa dengan pelayanan bis antar provinsi. Rasanya ongkos Rp. 180 ribu terlalu mahal untuk pelayanan “bohong” seperti itu.

Saya kira, di tempat manapun, kapanpun dan bagi siapapun serta apapun profesinya jujur itu penting. Tuanya umur bumi ini, bukan menjadi alasan merosotnya moral. Begitupun perkembangan teknologi informasi yang menjadikan dunia tanpa batas, bukanlah hambatan orang berbuat jujur.

Bagi nenek moyang kita dulu, begitu pentingnya nilai kejujuran, sehingga mereka selalu beramanah kepada anak cucunya, “Kejujuran adalah modal keberhasilan.” Ungkapan itu menjadi rumus hidup yang selalu dibawa kemanapun dan kapanpun. Kita percaya, tidak ada keraguan di dalamnya bahwa itu benar adanya.

Kalau kita sudah percaya bahwa jujur sebagai kunci sukses, maka jangan pernah percaya dengan ungkapan miring, “Zaman sekarang ini, yang haram pun susah didapat, apalagi yang halal”. Sepatutnya otak harus dibersihkan dari fikiran yang menyesatkan itu.

Kita ini cermin generasi berikutnya. Begitupun kita telah bercermin pada generasi sebelumnya. Jangan wariskan “gen” kebohongan kepada generasi penerus. Saat ini hanya kita yang bisa memutus mata rantai kebohongan. Jangan justru kita yang membentuk “silsilah” kebohongan dari generasi ke generasi.

Setiap perbuatan yang tidak terpuji dipastikan ada konsekuensinya terhadap diri, ketika dibangkitkan kelak. Jangan anggap remeh dengan kebohongan dan merasa akan bebas dari jerat “hukum” pada masa kehidupan akan datang.

Hidup di dunia ini pun mereka akan menerima akibat dari berbohong yang merupakan salah satu ciri-ciri orang munafik, yaitu; tidak amanah, khianat dan berbohong. Sanksi bagi manusia yang munafik di dunia adalah menurut namanya “munafikun” penyakitnya akan pikun atau hilang ingatan alias uzur.

Salah satu yang mendorong orang untuk berbohong adalah nafsu ingin menguasai uang. Begitupun, kita jangan lupa, bahwa uang yang kita dapat dengan cara yang halal, pasti ada keberkatan di dalamnya. Sebab itu, untuk apa dapat uang banyak dengan cara yang tidak benar, yang akan terasa seperti pasir di atas batu pada musim hujan, akan hanyut tidak berbekas.

Bukankah sudah menjadi pengetahuan kita bersama, bahwa harta yang kita makan itu akan menjadi darah daging bagi kita dan anak cucu kita kelak. Harta yang kita dapat dari hasil berbohong akan melahirkan “gen” kebohongan yang mengalir dalam darah. Sebab alasan itulah, maka jujur itu penting dan sekali lagi penting untuk jujur.

(Mendale, 8 Maret 2022)

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.