Resume Cerpen Musa Dalam Bahasa Gayo di LintasGAYO.co

oleh

Oleh : Muhammad Yusuf Bombang (Apa Kaoy)

Terima kasih Salman Yoga, sastrawan Aceh ari Tanoh Gayo yang telah berkenan menterjemahkan dari bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Gayo dan menerbitkan cerpen karya saya yang berjudul Musa melalui media online www.lintasgayo.co.

Cerpen ini telah pernah diterbitkan pada tanggal 27 Januari 1991 di halaman Budaya Surat Kabar Harian Serambi Indonesia. Ide kreatif dari proses menulis cerpen ini bermula diawal tahun 1988, saat saya mulai menelusuri jejak sejarah, perkembangan dan keberadaan kesenian Rapai Pase pada saat itu.

Motivasi menulis cerpen yang berjudul Musa tersebut dipicu oleh keinginan saya waktu itu untuk mengangkat dan mempopulerkan kembali kesenian Rapai Pasee yang mulai redup.

Selain dalam cerpen juga saya menulis beberapa artikel tentang Rapai Pase pada waktu itu. Akhirnya, Alhamdulillah, dengan upaya keras, doa dan dukungan banyak pihak, dua Grup Rapai Pasee dari dua kecamatan, dengan jumlah pemain lebih-kurang 150 orang, berhasil dipertunjukkan di gedung terbuka Taman Budaya Aceh pada tanggal 4 dan 5 Desember 1992.

Acara tersebut dibuka secara resmi oleh Wagub Aceh Teuku Djohan (Purnawirawan Maijend TNI), yang juga beliau merangkap sebagai Ketua Umum DPD Golkar Aceh pada saat itu.

Sepulang dari pertunjukan perdana di Banda Aceh, Grup Rapai Pasee Raja Buwah diundang ke Pelabuhan Krueng Geukueh Lhokseumawe dalam rangka peresmian kapal perang TNI oleh Pangab Jenderal Tri Sutrisno.

Lalu tak lama waktu berselang, diadakanlah Festival Rapai Pase (Rapai Uroh) di Simpang Mulieng, dalam rangka memperingati HUT Golkar Aceh utara, yang diikuti oleh banyak Grup lainnya dari seluruh Wilayah Pasee, terutama dari kampung-kampung yang masih memiliki rapai Pasee.

Cerpen berjudul Musa tersebut menceritakan tentang seorang lelaki (Musa, tokoh utama dalam cerita) yang sangat candu terhadap kesenian rapai.

Musa yang terkenal pelit di kampung itu rela meninggalkan isterinya tidur sendirian di rumah setiap malam karena harus menjaga sendiri tambak udangnya agar tidak dicuri orang. Dan ia tak pernah percaya kepada siapapun untuk menjaga tambak udang warisan dari ayahnya (juga orang kaya yang terkenal pelit di kampung itu).

Tetapi demi untuk dapat pergi menonton pertunjukan rapai ia rela meninggalkan tambak udangnya dan rela pula ia meninggalkan istierinya tidur sendirian.

Alasan Musa tidak mengajak isterinya tidur di tambak udang dan tidak mengajak istirinya untuk sama-sama pergi menonton rapai adalah karena ia takut kehilangan sesuatu harta-bendanya kalau meninggalkan rumah peninggalan orangtuanya itu dalam keadaan kosong

Penyesalan Musa terhadap sikapnya yang demikian itu baru muncul setelah isterinya yang cantik, patuh, dan belum genap setahun ia nikah itu pergi untuk selama-lamanya, karena dibunuh setelah diperkosa oleh orang sekampungnya sendiri, lelaki yang iri kepada Musa karena berhasil mempersunting Halimah, gadis primadona di kampung itu. [AR]

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.