Vaksinasi Covid -19 Bukan Hak Tapi Kewajiban Warga Negara

oleh

TAKENGON-LintasGAYO.co : Siapapun tentu mengetahui kalau pandemi yang diakibatkan oleh virus Covid – 19 selama dua tahun terakhir benar-benar menjadi persoalan yang membuat susah rakyat Indonesia bahkan dunia.

Banyaknya kematian yang diakibatkan oleh serangan virus ini begitu nyata, penularannya yang begitu cepat, juga tak bisa dipungkiri.

Untuk mencegah penularan virus ini, berbagai macam kebijakan ekstrim yang tidak pernah dilakukan sebelumnya, dilakukan oleh pemerintah negara-negara di dunia.

Akibat dari kebijakan pencegahan yang tujuan utamanya adalah menghindari jatuhnya banyak korban jiwa ini, tak pelak mengorbankan berbagai sektor.

Yang paling terpukul adalah sektor ekonomi, berbagai kegiatan ekonomi yang menopang kehidupan masyarakat tak bisa dilakukan sebebas biasanya, sehingga hal ini mengganggu perekonomian keluarga. Bagi masyarakat yang sudah susah sebelum serangan Covid, semakin susah setelah adanya pandemi ini.

Kemudian, muncul satu harapan besar bahwa virus ini bisa dikendalikan. Caranya dengan melakukan vaksinasi massal, sehingga dengan itu diharapkan akan tercipta kekebalan massal, atau dalam istilah umum disebut “herd immunity.”

Keberhasilan pengendalian virus ini melalui program vaksinasi, sebelumnya sama-sama sudah kita saksikan dalam gelaran piala eropa beberapa waktu yang lalu. Karena vaksinasi sudah di atas 70%, masyarakat sudah bisa berkumpul layaknya sebelum serangan pandemi ini melanda.

Indonesia juga tidak berbeda dengan negara-negara lain, juga menggalakkan vaksinasi agar pandemi bisa dikendalikan, agar berbagai kegiatan masyarakat sehari-hari dapat kembali dilakukan secara normal.

Pemerintah benar-benar serius dengan program ini, memberikan vaksin gratis bagi warga, demi agar kehidupan keseharian bisa normal kembali.

Sayangnya, ada beberapa pihak yang tampaknya tidak ingin situasi normal seperti ini terjadi di negara kita tercipta. Mereka sebarkan berbagai hoax yang menggambarkan bahwa vaksinasi ini berbahaya, merugikan bahkan mengatakan Covid sebenarnya tidak ada.

Serangan hoax ini tak bisa dipungkiri membuat banyak anggota masyarakat ragu untuk melakukan vaksinasi.

Ini adalah situasi yang sangat berbahaya, sebab ketika seseorang memutuskan untuk tidak divaksin, dia tidak hanya merugikan dirinya sendiri, tapi juga masyarakat secara umum. Karena vaksin ini sifatnya seperti pagar di kebun. Kalau ada yang tidak divaksin, itu ibaratnya seperti pagar yang hilang, membuat pagar secara keseluruhan menjadi bolong.

Akibatnya, tujuan pagar untuk menghalangi binatang pengganggu masuk ke kebun, tidak akan tercapai. Meski, pagar lain solid, tapi binatang pengganggu masih bisa masuk melalui sisi yang bolong, menghabiskan seisi kebun.

Dalam situasi seperti ini, pemerintah tak punya cara lain selain memastikan bolong-bolong di pagar ini tidak terjadi. Caranya dengan mengeluarkan peraturan yang memastikan bahwa orang yang tidak bersedia divaksin, yang artinya akan membuat bolong di pagar akan mendapatkan sanksi.

Aturan mengenai hal ini tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2021.

Dalam peraturan ini disebutkan kalau setiap orang yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan sebagai sasaran penerima vaksin, harus bersedia untuk divaksin. Bagi siapapun yang sudah ditetapkan sebagai penerima vaksin, tapi menolak untuk divaksin, maka yang bersangkutan akan dikenakan sanksi.

Sanksi yang akan dikenakan berupa penundaan atau penghentian pemberian bantuan atau jaminan sosial, penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintahan sampai pada pengenaan denda.

Menurut Kapolres Aceh Tengah, AKBP Nurochman Nulhakim, Kepolisian Republik Indonesia Republik Indonesia, sebagai aparat negara yang bertanggungjawab atas keamanan masyarakat, bertugas untuk mengawal aturan ini dan memastikan semua berjalan sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang.

“Otomatis, bertanggungjawab untuk memastikan peraturan ini dijalankan dengan semestinya,” katanya.

[Darmawan]

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.