Oleh : Agung Pangeran Bungsu S.Sos*
Berita duka dan musibah yang menimpa negeri ini datang silih berganti. Kejahilan sebelum Islam menerangi dunia seakan hadir kembali dengan aktor masa kini. Kejadian memalukan baik peristiwa pelecehan hingga kekerasan seksual akhir-akhir ini mengisyaratkan bahwa kita harus segera memuhasabah diri.
Siapa yang sebenarnya bertanggung jawab atas hal ini? Semua kalangan memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahan ini.
Bukan hanya sekedar berteriak melontarkan argumen yang tidak berkesimpulan. Bagi orang tua, tugas terberat bukanlah hanya untuk mencukupi kebutuhan sandang, pangan dan papan semata. Melainkan tugas terberat bagi orang tua adalah menghantarkan keluarganya masuk ke dalam surga.
Hal ini tentu saja tidak dapat dilakukan oleh ayah seorang diri. Melainkan setiap insan yang ada dalam keluarga baik anak, isteri harus menjalankan tugas dan fungsinya dengan sebaik-baiknya. Allah ta’ala berfirman
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Qs. At-Tahrim 6)
Ali Ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas makna firman Allah ta’ala peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. Yakni amalkanlah ketaatan kepada Allah ta’ala dan hindarilah perbuatan-perbuatan durhaka kepada Allah, serta perintahkanlah kepada keluargamu untuk berzikir, niscaya Allah akan menyelamatkan kamu dari api neraka (Tafsir Ibnu Katsir).
Lantas timbulah pertanyaan di benak kita semua, sudah sejauh mana ketaatan kita pada Allah ta’ala? Pertanyaan selanjutnya apakah agama dan ketaatan selama ini hanya sampai pada batas tatanan pemahaman saja sehingga bertolak belakang dalam praktiknya? Bukankah agama merupakan nasihat.
Syaikh Muhammad Hayat As-Sindi Rahimahullah (1163 H) memberikan defenisi nasihat untuk kaum muslimin adalah dengan menolong mereka dalam hal kebaikan, melarang mereka berbuat keburukan, membimbing mereka kepada petunjuk, mencegah mereka dengan sekuat tenaga dari kesesatan, mencintai kebaikan untuk mereka sebagaimana ia mencintai diri sendiri, dikarenakan mereka semua adalah hamba-hamba Allah. Maka haruslah bagi seorang hamba untuk memandang mereka dengan kacamata yang satu, yaitu kacamata kebenaran (Yazid Bin Abdul Qadir Jawaz, 2016).
Nasihat bagi semua, sudahkah kita jadikan agama sebagai nasihat sebagai penuntun pada jalan kebenaran. Memandang kebenaran sesuatu dengan standar kebenaran agama bukan memandang kebenaran sesuatu dengan standar hawa nafsu keinginan semata.
Tidak perlu menyalahkan keadaan serta menghakimi mengapa dan bagaimana peristiwa kekerasan pada kaum perempuan akhir-akhir ini terjadi secara bertubi-tubi.
Sejatinya peristiwa menyedihkan dan memalukan ini dapat menjadi ibrah bagi semua kalangan. Tentu saja menjaga diri dan kehormatan agama sebagai kunci untuk menutup pintu-pintu keburukan. Dengan demikian semoga tidak terjadi lagi peristiwa-peristiwa keji sebagai sebab murkanya Allah ta’ala.
Wallahu a’lam bish shawab. (*)