Banyak Sumber Inspirasi dan Referensi untuk Menulis (8)

oleh

Catatan : Mahbub Fauzie*

Apa yang dibaca, yang dilihat, yang didengar dan yang dipikirkan sebenarnya bisa menjadi ‘amunisi-amunisi’ ide dan gagasan untuk diberondongkan ke sebuah naskah tulisan. Tidaklah terlalu sulit jika memang kita mempunyai minat dan kemauan untuk menulis.

Teringat dengan stagman seorang narasumber dalam sebuah kegiatan pembinaan menulis karya ilmiah yang mengatakan bahwa sebenarnya banyak kemudahan ketika kita mau belajar menulis. Kemudahan dimaksud adalah terkait mencari inspirasi dan referensi untuk membuat sebuah dan beberapa tulisan.

Ketika kita ingin menulis, sejenak bisa kita renungkan dan pikirkan. Dalam kehidupan sehari-hari, apa yang kita lihat yang kita dengar dan perhatikan, bahkan mungkin yang kita bicarakan terutama yang terkait dengan keseharian profesi kita sebagai seorang penghulu, misalnya. Itu sudah bisa menjadi bahan inspirasi.

Adanya prosesi pendaftaran nikah, pencatatan nikah, pelaksanaan nikah dan konsultasi masalah rumah tangga, misalnya. Itu semua bisa menjadi inspirasi, semisal jika dianalisis dan dikorelasikan dengan kajian dan penelitian ilmiah, tulis!

Atau saat menyampaikan khutbah nikah atau khutbah jumat misalnya, itupun bisa menjadi ‘bahan’ sebuah tulisan. Bukankah ketika khutbah, itu juga merupakan hasil dari proses berfikir dan pengalaman bacaan?

Nah, itulah sebenarnya yang ingin saya sampaikan bahwa mencari inspirasi untuk menulis itu mudah. Demikian juga referensi untuk menulis. Jika inspirasi untuk menulis bisa berasal dari apa yang dilihat, didengar dan diperhatikan. Maka referensi adalah berupa bacaan-bacaan.

Untuk bisa menulis, baik tulisan fiksi maupun non fiksi, itu harus banyak membaca. Membaca buku-buku tentunya, didukung juga membaca alam! Saya teringat lagi, di suatu hari minggu belum lama berlalu, saya bersama teman-teman ke Pantan Terong, sebuah destinasi wisata favorit di salah satu puncak di daerah lumbung kopi ini.

Saat rehat sejenak sambil menikmati minum kopi, bersama teman-teman; kebetulan hari itu kami kehadiran senior dalam organisasi profesi penghulu (tempat kami bergabung), yang ada hajatan pengukuhan organisiasi profesi kabupaten tetangga di salah satu hotel dalam kota dingin Takengon.

Kami mendengar seorang bapak setengah baya yang dengan begitu gembira dan bahagia bercerita kepada rekannya bahwa jika anaknya ikut ke tempat ini (puncak al-kahfi, Pantan Terong ini), melihat betapa indah dan menariknya pemandangan, pasti sepulang dari sini anaknya akan menulis.

Kami ‘nguping’ dan kemudian saya pun bergabung dalam percakapan bapak dan rekannya itu tadi. “Anak bapak suka menulis?”. “Iya, betul. Sejak sekolah dasar ia suka menulis. Menulis komik cerita,” ujarnya. Menarik, saat bapak itu mengatakan juga bahwa karya anaknya sudah ada bebarapa bukunya yang diterbitkan di Mizan, Bandung.

Masya Allah, saya bergumam berdecak kagum. Masih duduk di sekolah dasar dan sekarang masih sekolah menengah pertama, sudah membuat buku dan bukunya diterbitkan di salah penerbit yang berkaliber. Mizan, sebuah penerbitan yang menurut saya luar biasa!

Yang ingin saya sampaikan di sini adalah, betapa alam raya yang kita tempati ini, keindahannya dan apa –apa yang terhampar ternyata bisa menjadi sumber inspirasi bagi siapa yang mau belajar menulis.

Anak bapak setengah baya itu, selain suka menikmati pemandangan alam juga suka membaca buku-buku. Karenanya anak tersebut pun suka dan bisa menulis, ya menulis buku. Bukunya pun hanya dijual di toko-toko buku gramedia. Nama anak tersebut, yang saya ingat dari bapaknya itu adalah ‘Nabil’, dari Birueun.

Jadi, apa yang dilihat, yang didengar, yang diperhatikan yang kemudian kita ‘kemas’ dalam olah pikir dan analisis, bisalah menjadi inspirasi sebuah tulisan. Bahkan yang kita ceramahkan pun bisa untuk menjadi tulisan.

Namun proses itu tidaklah boleh kita anggap mudah. Kita juga membutuhkan amunisi-amunisi pendukung agar kita bisa menulis. Yaitu kita harus banyak membaca, membaca buku dan fenomena sosial yang ada di sekitar kita.

Seorang penghulu, penyuluh agama, guru, dosen atau profesi apapun jika ingin menulis terkait dengan profesi atau yang lainnya maka, haruslah akrab dengan hal-hal yang tersebut di atas. Suka mencermati fenomena sosial dari hasil yang dilihat, didengar dan yang diperhatikan.

Selanjutnya tidak boleh cuek dan acuh dengan buku. Budaya membaca harus dibudayakan. Membaca adalah perintah agama, ingatkah kita bahwa wahyu Allah Swt yang diturunkan oleh melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad Saw adalah bacalah! Iqra!

Siapa suka membaca, berarti patuh dan taat pada perintah agama (Islam). Nah, marilah kita biasakan suka membaca. Dari sana pula kita nanti bisa menulis!

*Hamba Allah yang masih suka belajar membaca dan menulis.

https://lintasgayo.co/2021/08/28/menulis-dengan-semangat-dakwah-profetik-7/

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.