Catatan : Mahbub Fauzie*
“Pandai-pandailah mengatur waktu!”. Begitu kalimat yang sering terdengar dari ungkapan nasehat terkait pemanfaatan waktu. Ya, waktu memang penting. Dan setiap waktu adalah juga sangat penting. Sering juga ungkapan senada yang terdengar dan terbaca terkait tentang waktu dalam hubungannya dengan kesempatan: Setiap waktu adalah momentum! Setiap waktu adalah kesempatan!
Bagi siapapun, setiap waktu adalah kesempatan untuk berbuat, berkarya dan berkreatifitas serta kesempatan terbaik untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Setiap waktu adalah kesempatan untuk mulai merealisasikan niat dan mempraktekkan gelora teori yang hanya keras dalam teriakan dan kata-kata saja. Dan dalam konteks spiritual, setiap waktu adalah kesempatan untuk berintrospeksi, bermuhasabah dan memperbaiki diri.
Perlu ditegaskan bahwa, terkait “kesempatan” atau “momentum” sebenarnya tidaklah perlu ada istilah “waktu tertentu” atau “waktu khusus” dalam hal mengatur waktu. Seperti sering dislogankan dalam setiap kesempatan hari-hari besar Islam, semisal 1 Muharam sebagai tahun baru hijriyah adalah kesempatan atau momentum untuk ini dan untuk itu.
Lain halnya pengkhususan dan ketentuan yang sudah baku dan terjadwal sesuai syariat. Seperti waktunya shalat lima waktu, hari Jumat waktunya untuk shalat jumat, waktu puasa wajib bulan Ramadhan, waktu ibadah haji dan lain-lain. Dalam kesempatan itu ada pengkhususan sesuai dengan yang diperintahkan. Hanya saja momentum mengambil nilai-nilai dan hikmahnya dari pemanfaatan waktu itu yang harus dimerdekakan maknanya. Tidak dipersempit batasan masanya.
Mengkhususkan kesempatan hari raya Idul Adha dan Idul Fitri untuk meminta maaf dengan sesama, misalnya. Sebenarnya tidaklah terlalu tepat, sebab dalam ajaran Islam untuk meminta maaf atau memaafkan tidak dibatasi pada ruang dan waktu jika antara sesama manusia saling berbuat salah. Kapanpun, jika merasa salah, segeralah minta maaf. Tidak menunggu hari raya. Islam juga tidak membatasi kesempatan atau momentum hanya pada waktu-waktu tertentu.
Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin sangat peduli terhadap perbincangan tentang setiap masa dan waktu adalah penting. Bukan sekadar perbincangan, tapi juga tentang pemanfaatannya. Adalah karena apa, adalah karena agar waktu tidak sekadar berlalu. Dan sangat rugilah siapapun yang menyia-nyiakannya. Sekali lagi, Islam mengingatkan agar jangan sampai umatnya mempercumakan waktu begitu mudah berlalu begitu saja.
Wal ‘ashr, inna al-insân la fî khusrin, Demi masa, sesungguhnya manusia dalam kerugian! Demikian Allah bersumpah dengan waktu atau masa dalam surah Al-Ashr[103] ayat 1 dan 2. Dari ayat Qur’an tersebut dapat disimpulkan bahwa waktu sungguhlah sangat berharga. Tidaklah mungkin Allah Swt, Tuhan yang Maha Kuasa menjadikan media bernama waktu jika tidak penting dan bernilai. Artinya, bahwa waktu itu memang sangat penting.
Kembali kepada awal kalimat dalam catatan ini: “Pandai-pandailah mengatur waktu”. Ini artinya berbicara tentang pentingnya “manajemen waktu”. Istilah manajemen waktu adalah kata sebutan lain dari “mengatur waktu”. Manajemen waktu berarti mengatur, mengorganisasikan, atau memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya untuk aktifitas dan tujuan yang bermanfaat.
Dalam istilah menajemen, secara detail dirinci dan dipaparkan apa yang kemudian terkenal dengan istilah-istilah: perencanaan, pelaksanaan, kontrol, dan evaluasi. Nah, dalam kaitannya dengan manajemen waktu, maka unsur-unsur itu diterapkan. Tentu dalam hal ini, ungakapan pandai-pandailah mengatur waktu bisa dikemas dengan “seni mengatur waktu”.
Ada seni yang sangat indah dalam pelaksanaan habluminnallah dan habluminannas untuk dapat dilakukan oleh manusia beriman agar tidak mengalami kerugian terkait pemanfaatan waktu. Dilanjutkan dalam ayat: “Illallazîna âmanû wa ‘amilû al-shâlihât, wa tawâshau bi al-haqq wa tawâshau bi al-shabr.” Yang artinya: “Kecuali orang-orang yang beriman, Beramal saleh (mengerjakan kebajikan), Saling berwasiat dengan kebenaran, Dan saling berwasiat dengan kesabaran,” (QS. Al-Asr[103]: 3).
Bahwa dari ayat lanjutan yang mengecualikan agar orang-orang itu yang tidak berada dalam kerugian akibat melalaikan waktu, akibat menyia-nyiakan waktu. Allah Subhanahu wata’ala mengingatkan dan membimbing bahwa agar manusia bisa meraih keberuntungan dengan melakukan 3 (tiga) hal kreatifitas. Tiga kegiatan yang bermanfaat bagi dirinya sebagai hamba Allah Swt dan sekaligus sebagai makhluk sosial, yaitu:
Pertama, senantiasa beriman kepada Allah Swt dan amal shaleh (“Illallazîna âmanû wa ‘amilû al-shâlihât). Iman dan amal shalaeh adalah dua hal yang sebenarnya telah menjadi satu kesatuan yang saling menguatkan. Sebab, iman tanpa amal saleh menjadi kosong tak berisi, sedangkan amal saleh yang tanpa disertai iman, tidak akan berarti. Artinya, orang beriman kepada Allah Swt pastinya gemar melakukan amal shaleh. Orang yang beramal shaleh pastinya juga harus dalam iman dan Islam, agar amal shalehnya tidak sia-sia.
Kedua, saling mengingatkan dengan kebenaran (wa tawâshau bi al-haqq). Kata Al-haqq bisa berarti Yang Mahabenar, Tuhan Allah Subhanahu wata’ala. Jadi, manusia harus saling mengingatkan akan wujud Tuhan yang Maha Esa, Maha Kuasa, Maha Mendengar, Maha Melihat dan segala Maha lainnya. Kesadaran hadirnya Allah Swt Yang Maha Mengawasi dalam keseharian manusia, maka akan menjadi kontrol kebaikan dan energi positif untuk selalu dalam perbuatan baik dan bermanfaat serta menjauhkan dari perbuatan-perbuatan yang buruk dan merugikan.
Ketiga, saling mengingatkan akan kesabaran (wa tawâshau bi al-shabr). Menurut pakar bahasa yang dimaksud dengan sabar adalah “menahan diri agar tetap sesuai dengan tuntutan pertimbangan akal dan syara’ (agama). Orang yang sabar pasti akan punya banyak semangat karena mampu bertahan atas dukungan akal sehat. Sabar menghadapi kesulitan, hambatan, atau cobaan hidup.
Orang yang sabar akan tetap mempunyai energi positif bahwa “Karena sesungguhnya bersama kesulitan, ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan, ada kemudahan (QS. Al-Insyirah[94]: 5-6). Orang sabar akan eksis menatap masa depannya, karena orang-orang yang sabar adalah orang-orang yang optimis. Tidak mudah berputus asa!
Jadi, agar waktu tidak sekadar berlalu teruslah berbuat kebaikan. Manfaatkan setiap waktu sesuai dengan kondisinya. Waktu untuk beribadah mahdah, seperti shalat lima waktu tegakkanlah shalat, baik berjamaah maupun sendirian, waktu shalat jumat saat khatib naik mimbar dengarkanlah wasiat dan nasehat sang khatib; suasana ramadhan manfaatkanlah dengan ibadah-ibadah yang dianjurkan sesuai syariat.
Waktu saat bekerja baik sebagai petani, pedagang, pegawai negeri atau profesi lainnya, bekerjalah dengan serius dengan penuh spirit keimanan dan semangat amal shaleh. Waktu nya istirahat gunakan untuk istirahat, malam jika tidak ada yang perlu dilakukan gunakanlah untuk tidur. Jika ada waktu luang, isilah dengan kegiatan-kegiatan bermanfaat baik diri, keluarga maupun masyarakat. Termasuk mengisi waktu luang ber-media sosial (googling, facebook, watshaap, instagram dll) gunakanlah dengan selancar dan postingan-postingan yang bermanfaat. Saring baru sharing, hindari hoaks!
Spirit untuk melakukan kegiatan-kegiatan bermanfaat baik dalam ber-habluminallah, beribadah kepada Allah Swt dan juga ber-habluminannas berinteraksi dengan sesama hendaknya menjadi seni kehidupan dalam memanfaatkan setiap waktu. Gunakan waktu untuk selalu lebih meningkatkan rasa bersyukur atas segala nikmat Allah Swt. Gunakan setiap waktu untuk selalu memperbaiki diri (muhasabah) dan gunakan waktu untuk selalu berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiqul-khairat). Semua itu dalam rangka memantapkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.
Demikianlah, simpel sebenarnya untuk dapat menterjemahkan anjuran: “Pandai-pandailah mengartur waktu!” Sederhana yang dapat dilakukan namun bermanfaat bagi yang mampu dan mau melakukan. Ingat, terkait waktu banyak sekali nasehat-nasehat bermutu, hanya saja apakah kita mau untuk memulai atau malah alergi mendengar nasehat-nasehat itu!
*Penghulu Madya pada KUA Kecamatan Pegasing Kabupaten Aceh Tengah