Oleh : Tim Redaksi LintasGAYO.co
Tahun 2021 yang penuh keprihatinan akibat pandemi Covid – 19 yang belum menunjukkan tanda-tanda akan mereda, tapi tak disangka sebuah kejutan menyenangkan hadir untuk dunia pendidikan Aceh.
Sebelumnya, kualitas pendidikan Aceh yang diukur dengan angka kelulusan tamatan SMA di perguruan tinggi negeri selalu istiqamah berkutat di papan bawah.
Sebagai gambaran, pada tahun 2019, Aceh berada di peringkat ke- 27 dari 34 provinsi dan pada tahun lalu, tahun 2020, naik ke peringkat 23. Tak disangka, di tahun 2021 ini secara mengejutkan, dari peringkat 23, Aceh melonjak ke peringkat 8 dari 34 Provinsi. Aceh yang sebelumnya selalu diremehkan, tiba-tiba tahun ini dengan gagah berada di 10 besar.
Itu ketika jumlah lulusan dihitung secara kuantitas, tapi kalau diukur dengan persentase, peringkat Aceh justru jauh lebih tinggi lagi.
Ambil contoh, Jawa Timur yang berada di peringkat pertama karena berhasil meluluskan lebih dari 25 ribu siswa dari jumlah penduduk lebih dari 49 juta, sementara Aceh yang penduduknya kurang dari 5 juta meluluskan hampir 6000 siswa ke perguruan negeri.
Selain masyarakat Aceh yang menyambut gembira, salah seorang yang sangat berbahagia dengan pencapaian ini, tentu saja Alhudri, Kepala Dinas Pendidikan Aceh yang baru dilantik pada tahun ini setelah meninggalkan jabatannya sebagai kepala dinas sosial provinsi ujung paling barat Indonesia ini.
Kebahagiaan yang dirasakan Alhudri bisa dimaklumi, mengingat bagaimana besar tekanan, sorotan dan keraguan dari masyarakat yang dia terima ketika dirinya bersedia menerima tantangan untuk menahkodai dinas yang bertanggung jawab mengelola dana pemerintah, lebih dari 3 trilyun ini.
Di sela-sela kesibukan kunjungan dinasnya di Aceh Tengah dan Bener Meriah, dalam sebuah bincang-bincang santai di Hotel Park Side, Takengen. Kepada kami Alhudri menceritakan, bagaimana dirinya diserang dari berbagai kalangan, terkait jabatannya ini. Mulai dari yang meragukan kemampuannya karena latar belakangnya bukan dari dunia pendidikan, sampai kepada keraguan bernuansa SARA terkait dengan latar belakang kesukuannya.
Berbagai sorotan dan keraguan yang ditujukan kepadanya inilah yang membuat Alhudri bertekad untuk membuktikan kalau segala sorotan bernuansa keraguan bahkan cenderung meremehkan yang diarahkan kepadanya itu salah.
Selama masa kepemimpinannya di dinas ini, Alhudri memacu para stakeholder pendikan di Aceh untuk bersatu padu meningkatkan mutu pendidikan Aceh yang bisa dikatakan selama ini menjadi aib nasional. Bagaimana tidak menjadi aib, karena salah satu keistimewaan yang diberikan oleh pemerintah Indonesia kepada Aceh adalah sektor pendidikan. Karena itulah Alhudri bertekad untuk mengeluarkan Aceh dari peringkat papan bawah ini.
Strategi yang dipilih Alhudri untuk mencapai target ini adalah dengan mengalihkan fokus kepada pembangunan kualitas SDM di dunia pendidikan daripada pembangunan sektor fisik. Karena itulah, kalau kita perhatikan, selama Alhudri menahkodai dinas ini, jarang sekali kita melihat adanya proyek pembangunan fisik entah itu gedung sekolah, gedung ini dan itu di dinas ini, ataupun pengadaan yang tidak begitu tinggi urgensinya.
Kalaupun ada proyek fisik, biasanya itu hanyalah renovasi gedung-gedung yang sudah ada. Selebihnya, fokus Alhudri ada pada pengembangan kualitas sumberdaya manusia.
Selama masa kepemimpinannya, guru-guru SMA di Aceh mengenal Alhudri sebagai sosok kepada dinas yang galak. Dia begitu rajin melakukan sidak ke berbagai sekolah dan tanpa tedeng aling-aling mengeritik bawahannya yang menurutnya tak menunjukkan kinerja yang memuaskan.
Dan pada akhirnya, usaha memang tidak mengkhianati hasil. Kerja keras Alhudri yang didukung penuh oleh para penyelenggara pendidikan yang berada di bawah komandonya, tidak membutuhkan waktu lama, tahun ini saja langsung menunjukkan hasilnya.
Tapi memang, karena Indonesia ini adalah negara demokrasi. Meskipun pencapaian tahun ini demikian nyata, bukan berarti Alhudri dan jajarannya serta merta terbebas dari pandangan sinis dan meremehkan bahkan cenderung tidak menganggap serius pencapaian dinas pendidikan tahun ini.
Mulai dari yang menduga pencapaian itu terjadi karena berubahnya pola pendidikan dengan sekolah daring pada masa pandemi, sehingga diduga siswa-siswa Aceh berbuat curang diwaktu ujian masuk perguruan tinggi, sampai yang menyatakan kalau siswa di daerah lain berkurang minatnya masuk perguruan tinggi negeri karena memilih pendidikan vokasi.
Karena itulah, ketika bertatap muka dengan para guru di seluruh Aceh saat dia membawa mandat dari gubernur Aceh, Nova Iriansyah untuk menyampaikan apresiasi atas pencapaian dunia pendidikan Aceh pada tahun ini, Alhudri menegaskan bahwa jangan sampai apa yang dicapai Aceh tahun ini hanya menjadi kisah indah satu malam yang takkan pernah terulang kembali. Dalam bahasa Alhudri, « jangan sampai nanti masyarakat menyatakan ini seperti sebuah gol kebetulan. »
Untuk itu, Alhudri meminta para guru untuk tidak menurunkan fokus akibat pencapaian ini, jangan terlalu lama larut dalam euphoria dan kembali bekerja keras lagi.
Dari dirinya sendiri, Alhudri pun mulai menjaring berbagai praktisi dunia pendidikan yang sudah terbukti di luar Aceh untuk membantu Aceh meningkatkan kualitas siswanya.
Salah satunya, Alhudri memanggil pulang Junaidi Win Tarmulo, seorang praktisi pendidikan yang mengelola salah satu lembaga pendidikan bahasa Inggris di kampung Inggris Pare Kediri, yang sudah banyak membantu siswa dari berbagai sekolah di pulau Jawa untuk mendapatkan beasiswa di luar negeri. []