Oleh : Vera Hastuti, M.Pd*
Istilah nitizen mulai dikenal sejak pertengahan tahun 1990-an. Menurut KBBI V, Warganet ( Nitizen) adalah orang yang aktif menggunakan internet. Semua yang terkoneksi dengan internet bisa disebut warganet. Salah satu pelopornya adalah Michael F. Hauben yang menyatakan bahwa di Abad 21 setiap individu pengguna internet adalah warga net (nitizen) dan bisa hadir sebagi warga dunia, karena konektivitas internet secara global. Dimana secara fisik mungkin hidup di suatu Negara, tapi kenyatannya kita sedang terhubung dengan sebagian besar warga dunia secara global.
Siapa Sajakah Nitizen itu?
Nitizen sudah pasti manusia, hanya saja berkomunikasi melalui dunia maya. Mereka berkomunikasi, mencari dan berbagi hiburan dan informasi apapun melalui dunia maya. Bahkan, saat ini, dengan akses internet bisa memudahkan warga di suatu negara untuk berpendapat dan berekspresi secara bebas.
Nitizen bisa memanfaatkan media sosial untuk hal-hal positif. Sebut saja blog, web site pendidikan, youtube, dan banyak ilmu bermanfaat lainnya bisa didapatkan nitizen dari internet. Saat ini, nitizen bukan hanya sekadar pengguna internet, tapi juga komponen penting yang aktif dalam menyempurnakan internet itu sendiri. Bahkan, tidak akan ada berita atau video yang menjadi Viral tanpa adanya nitizen.
Era keterbukaan informasi seperti saat ini merupakan gerbong yang luar biasa bagi masyarakat luas untuk mendapatkan informasi yang mudah, cepat, mudah diakses dan tidak terbatas. Bagi setiap kita, warga negara, memperoleh berita adalah hak dasar. Hak mutlak dan tidak dibatasi. Media sosial juga dijadikan sebagai apresiasi diri dan juga unjuk gigi. Namun, yang menjadi soal, sudah bijakkah kita menjadi seorang nitizen?
Sekedar untuk diketahui, pada tahun 2020, Microsoft mengumumkan dalam laporaan terbaru digital Civilityindex (DCI) yang mengukur tingkat kesopanan digital pengguna internet dunia saat berkomunikasi di dunia maya menyatakan bahwa nitizen Indonesia menempati urutan terbawah se-Asia Tenggara. Atau disimpulkan paling tidak sipan se asia Tenggara.
Kemunduran ini paling banyak di dorong pengguna usia dewasa dengan persentase 68%, sedangkan, usia remaja, dalam penelitian itu menyatakan tidak ikut berkontribusi dalam mundurnya tingkat kesopanan digital di Indonesia. Laporan ini berdasarkan survey yang diikuti oleh 16.000 responden di 32 negara.
Nitizen Kaya Literasi dan Rajin Survey
Nitizen sudah seharusnya suka membaca sehingga bisa menjadi agen perubahan ke arah yang lebih baik. Survey juga tentunya diperlukan untuk lebih memastikan akurasi suatu berita. Nitizen yang suka membaca dan rajin survey sudah pasti akan menjadi nitizen cerdas dalam berargumen dan berlogika.
Sehingga apapun isi dan sumber berita bisa disikapi dengan benar sesuai fakta. Bukannya malah menggiring ke arah fitnah atau hoaks.
Jika kita melihat dinamika komentar nitizen Aceh Tengah di media sosial akhir-akhir ini, mengindikasikan betapa rendahnya minat baca dan survey para nitizen.
Hal ini terlihat dari beragam komentar yang dilayangkan dalam berita yang sedang Viral di Aceh Tengah. Bahkan bisa jadi, komentar di tulis di kolom komentar beritapun tanpa membaca link berita terlebih dahulu. Sehingga, banyak komentar tersebut justru makin mempertajam opini buruk masyarakat dalam menyikapi suatu masalah sosial. Tentunya, hal ini bisa membuat buruk citra suatu instansi, atau membunuh karakter bagi perseorangan atau individu.
Ada yang pro dan ada yang kontra, itu sudah pasti dalam menyikapi suatu berita. Namun, jadilah nitizen yang cerdas, berkarakter, dan seimbang. Dimulai dari diri sendiri tentunya. Karena sejatinya apa yang kita tulis di kolom komentar media sosial serupa dengan apa yang dikatakan. Bila benar akan menjadi amal ibadah, dan bila salah bisa menjadi suatu kebohongan dan fitnah bagi orang lain.
*Guru SMAN 1 Takengon