Oleh : Hammaddin Aman Fatih*
Biasanya bila kita bicara laut, maka dengan otomatis terbayang air yang memiliki rasa asin. Tapi lain dengan laut yang berada di ketinggian 1.100 dpl dengan kedalaman maks: 80 m (260 ft) dengan luas 70 km persegi yang bernama Lut Tawar.
Danau yang terletak di tengah-tengah dan danau terbesar di wilayah pemerintahan Aceh atau tepatnya berada dijantung dataran tinggi tanah Gayo. Terasa tidak afdal kalau berkunjung ke tanah Gayo, kalau tidak menikmati kopi Gayo dengan suasana dingin dengan latar danau Laut Tawar.
Lebih khusus lagi danau ini posisinya berada dilembah yang dikelilingi oleh deretan pengunungan dan berada dipinggiran sebelah timur Kota Takengon yang merupakan ibu kota kabupaten Aceh Tengah. Ibundanya Aceh Tenggara dan Bener Meriah, dan neneknya kabupaten Gayo Lues.
Seorang geolog yang bernama Prof. Fauzi Hasibuan menyatakan bahwa Danau Lut Tawar terbentuk bukan dari kawah gunung merapi, melainkan terbentuk dari proses horst dan graben (Susunan bebatuan), merupakan hasil dari patahan pada kulit bumi yang mengalami depresi dan terletak di antara dua bagian. Bagian yang lebih tinggi disebut dengan horst dan yang rendah disebut graben.
Dan sebahagian sumber air danaunya berasal dari sungai-sungai kecil (Didisen Istilah Gayo) yang mengalir melalui batuan-batuan lunak yang sumbernya berasal dari kawasan Bener Meriah terkhusus wilayah bagian barat danau (Kawasan daerah Mendela)
Pemandangan yang indah, airnya bening, sesekali terliat riakan gerakan ikan.
Belum lagi saat kabut tipis turun saat matahari mulai kembali keperaduannya, membuat suasana alam kian terasa seperti kita berada di daerah eropa pedalaman dengan latar belakang hutan pinusnya (Sunset).
Begitu juga ketika sang cahaya obor alam semesta (matahari) menjilatkan cahaya pertamanya dipucuk-pucuk pepohonan. Hamparan bumi kota Takengon mulai tergugah. Di kejauhan, danau Laut Tawar mulai tampak bersatu dengan kaki gunung.
Saat mata mulai memandang berkeliling, danau Lut Tawar terlihat mendidih berasap, dengan dilatar belakangi gunung kepala naga (Gunung Birah Panyang). Bagaikan kembaran hamparan dataran Eropah di musim semi. Mentari akan selalu datang dengan perasaan yang selalu berbeda di dataran tinggi tanoh Gayo (Sunrise).
Rahmat Allah swt yang begitu besarnya, bagaikan sekeping tanah surga yang tercampak ke bumi. Kondisi alam yang didominasi oleh perbukitan dan pegunungan, dengan kenyamanan fisik berupa temperatur udara yang sejuk dan potensi visual danau.
Keindahan alam danau Lut Tawar telah menjadikan kawasan ini menjadi daerah kunjungan wisata yang sangat potensial, dan telah berkembang menjadi kawasan wisata yang populer di Aceh. Ini terlihat ketika waktu liburan, banyak mobil-mobil plat luar yang berkeliaran diseputaran kota Takengon dan dipinggiran danau Lut Tawar.
Kondisi ini, bila terkelola secara baik dengan sentuhan berangkat dari yang asli tapi diberi baju baru, bisa menjadikan kunjungan wisata dalam skala nasional maupun internasional yang berimbas pada peningkatan ekonomi masyarakat disekitarnya.
Sekarang ini, melihat kondisi perkembangan danau Laut Tawar. Muncul sebuah pertanyaan besar, apakah kita mampu untuk merawat dan menjaganya. Perjalananan waktu menunjukan, sedikit demi sedikit, kerusakan telah mulai menggerogoti keindahan dan potensi yang ada.
Perubahan pola hidup masyarakat yang berada di sekitar danau dan kebijakan-kebijakan pemerintah telah mulai merubah wajah danau kebanggan masyarakat Gayo itu. Pada saat ini kawasan danau Laut Tawar telah mengalami kerusakan fisik, visual dan ekologis sehingga terus cenderung menurun kualitasnya.
Bila hal tersebut tidak dicegah, dapat menurunnya kualitas fisik danau dan kualitas sumberdaya wisata sehingga berdampak terhadap jumlah kunjungan wisata dan selanjutnya akan menurunkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
Danau Lut Tawar merupakan salah satu danau yang lambat tapi pasti akan berubah menjadi kolom besar, hal ini disebabkan oleh kerusakan hutan dan lahan di bagian hulu. Penyebab lainnya adalah pembangunan illegal di bantaran atau tepi danau yang secara otomatis mengakibatkan ekosistem danau berubah menjadi area pemukiman, tempat wisata dan tempat usaha yang terkesan semeraut.
Bayangkan, jutaan pohon setiap malam daun-daunnya berjumlah miliyaran triliunan tersebut menangkap butiran-butiran embun yang menjadi tetes-tetes air dibalik dedauan tersebut, mengalir keranting terus ke batang, turun ke akar, akhirnya mengalir menuju ke danau. Tapi, sayang sirklus ini terganggung dengan dahsyatnya.
Penebangan hutan atau pembukan lahan perkebunan yang marak tak terkendali telah sedikit banyak merusak ekologis dan tata ruang danau Lut Tawar.
Dan juga kita lihat hasil dari beberapa laporan penelitian yang menggambarkan bahwa dalam rentang 30 tahun 15 sungai kecil yang berhulu ke danau Lut Tawar hilang (1969-2000). Rentang 9 tahun antara tahun 2000 s/d 2009 kita kehilangan 4 sungai kecil dan dalam rentang 4 tahun kemudian antara tahun 2009 s/d 2013, danau kehilangan 4 sungai lagi. Bagaimana kondisi tahun-tahun selanjutnya nanti ?
Beberapa point penting yang harus menjadi perhatian mendesak untuk segara ditindaklanjuti. Bila hal ini tidak tertangani secara konferensi maka keindahaan dan potensi yang ada nantinya akan menjadi legenda bagi generasi selanjutnya dan kita dianggap sebagai generasi perusak.
Pertama. Penataan atau tata ruang diseputaran danau Lut Tawar. Penataan kawasan sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Penataan danau Lut Tawar harus mampu menjawab kebutuhan masyarakat khususnya dalam hal pemanfaatan bantaran danau, agar danau tetap mampu memberikan manfaat bagi kehidupan manusia di masa yang akan datang dengan tidak mengenyamping kepentingan saat ini.
Dalam lingkup tata ruang itulah maka pemanfaatan dan alokasi lahan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan konsep ruang dalam pengembangan danau Lut Tawar, baik sebagai hasil atau akibat dari pengembangan maupun sebagai arahan atau rencana pengembangan yang dikehendaki.
Dalam rencana penataan ruang kawasan bantaran danau Lut Tawar perlu dilakukan pengaturan yang jelas dan tegas agar dapat tertata dengan baik dan benar. Pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63/PRT/1993 Tentang Garis Sempadan Sungai, dijelaskan bahwa penetapan garis sempadan danau, waduk, mata air dan sungai yang terpengaruh pasang surut air laut harus sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Kepres Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
Ketentuan dalam kepres diatas menjelaskan bahwa pada daerah sempadan danau dilarang membuang sampah, limbah padat dan atau cair, serta mendirikan bangunan permanen untuk hunian dan tempat usaha.
Akan tetapi fakta yang ada di bantaran danau laut Tawar terdapat bangunan permanen, tempat usaha yang secara atau tidak sedikit demi sedikit tapi pasti mencemari perairan danau, bahkan katanya entah betul atau tidak, ada masyarakat yang telah memiliki sertifikat hak atas tanah, IMB (Ijin Membuat Bangunan) dan SIUP (Surat Ijin Untuk Perdagangan) tersebut. Hal ini tentunya membutuhkan strategi dalam melakukan penataan kawasan bantaran danau Lut Tawar.
Ada beberapa kasus. Yang dulu tempat itu katanya tempat jin buang anak, karena areal tidak mungkin dihuni atau dibuat tempat tinggal. Tapi, sekarang banyak masyarakat mengklim itu tanah waris dari kakek neneknya, yang dasarnya katanya kakeknya sering mancing ditempat tersebut.
Ada lagi dasar pengklimannya karena kakeknya sering menampatkan perah didaerah itu.
Ada juga sebuah informasi yang mengatakan ; “dulunya pembebasan jalan KKA (Kertas Keraf Aceh) yang berada dibagian utara danau Lut Tawar lebarnya ±30 m tapi sekarang tinggal ±10 m lagi. Dan sekarang telah bisa berdiri bangunan dan tembok pagar yang kokoh memasuki areal jalan, yang katanya dulu telah selesai proses ganti ruginya”.
Yang menjadi pertanyaan besar, kalau kasus ini benar terjadi, kenapa bisa, ada apa hingga bisa terjadi penyerobotan tanah negara itu yang terkesan dibiarkan, siapa yang bermain?
Danau Lut Tawar merupakan ikon wisata wilayah Dataran Tinggi Tanah Gayo memiliki peran yang sangat besar bagi perkembangan wilayah tengah Aceh, dimana konstribusinya terhadap pemenuhan kebutuhan hidup warganya melahirkan berbagai permasalahan.
Kondisi danau Laut Tawar, semakin hari semakin menuju keterpuruk. Meskipun, ada gejala ekonomi disekitarnya meningkat, muncul tempat-tempat wisata, usaha (kerambah) yang katanya mengalami kemajuan ekonomi itu mengalami kemunduran dalam berbagai hal.
Umumnya, danau Laut Tawar mengalami permasalahan tata ruang, pinggiran danau yang sebenarnya tidak boleh dijadikan hunian, tempat wisata atau sebagai daerah resapan air atau daerah kawasan hijau berubah menjadi pemukiman dan tempat usaha.
Untuk mewujudkan sasaran penataan danau Laut Tawar wajib memiliki suatu konsep perencanaan tata ruang, sehingga masalah-masalah yang akan timbul yang diakibatkan dari hasil pembangunan akan bisa diminimalisir.
Bila dilaksanakan secara komprehenshif, progresif, konsekwen, tegas dan konsisten tanpa melihat status siapa yang memilikinya, maka penataan ruang dapat menjadi alat yang efektif untuk mencegah kerusakan lingkungan danau Laut Tawar lebih parah lagi.
Kedua, mungkin ada yang mengatakan eceng gondok yang menyebar di danau Laut Tawar itu dianggap sebagai momok. Mengutip Invasive Species Database, eceng gondok bisa meningkatkan penguapan air dan menurunkan jumlah cahaya dalam perairan.
Tapi, kondisi itu diperparah oleh kebiasaan masyarakat kita atau wisatawan yang membuang sampah sembarangan. Permasalahan sampah dikawasan danau Laut Tawar cukup pantas kita sebut memperihatinkan.
Beberapa parameter yang saling berkaitan, yaitu pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan, pola konsumsi masyarakat, pola keamanan, perilaku penduduk dan wisatawan.
Semua parameter yang disebutkan tersebut saling berinteraksi, sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan hidup yang sangat signifikan. Kita lihat, pinggiran danau Lut Tawar, paling banyak terdapat sampah plastik yang tidak terurai secara cepat. Akibatnya dasar danau banyak tersimpan harta karun berbentuk plastik.
Pengaruh sampah plastik menunjukkan bahwa dampaknya terhadap danau Lut Tawar memprihatinkan karena plastik membutuhkan waktu ratusan tahun untuk terurai. Lebih parah lagi, ada sebahagian pinggiran wilayah bantaran danau Laut Tawar menjadi areal tempat akhir pembuangan sampah masyarakat.
Belum lagi kita dengar cerita zat-zat kimia yang dilepaskan plastik. Keberadaan plastik di dalam air di danau sering ditelan mahluk hidup (Satwa). Padahal, jika mahluk hidup menelannya, asam lambung mereka akan berupaya mencerna plastik secepat mungkin.
Konsekuensinya, elemen berbahaya pada plastik juga bakal mengemuka lebih cepat. Bongkahan plastik memblokir saluran pencernaan mereka. Plastik juga bisa merusak lambung, menghalangi saluran pencernaan, dan menyebabkan spesies mati terjerat.
Penutup
Bila kedua point tersebut bisa diselesaikan secepatnya, minimal dikondisikan sesuai perencanaan yang telah kita buat dalam bentuk peraturan daerah yang jelas konsekwensi hukumnya, serta didukung dengan kepedulian masyarakat yang tinggi sebagai garda terdepan untuk menjaga ekosistem dan kelestarian danau Lut Tawar.
Dan peran individu masyarakat yang berada diseputaran danau Lut Tawar sangat perlu dan menentukan karena merekalah pelaku-pelaku utama yang menentukan keberadaan danau akan tetap lestari ataupun rusak. Dapat dibayangkan walau banyak kegiatan yang dicanangkan pihak tertentu namun masyarakat tidak mau melaksanakannya/menerapkannya dan tidak mau mematuhinya, maka itu sama saja tanpa tindakan apa-apa, hanya ngomong tanpa aksi.
Mengatasi permasalahan seputaran danau Lut Tawar yang sedemikian pelik haruslah tetap dipandang dengan sikap optimis. Saat ini disadari cukup pantas kita sebuat bahwa kita terlanjur pada pilihan penataan danau Laut Tawar yang pantas kurang tepat dan tidak terukur malahan kita lebih memihak kepada orang-orang yang bermodal, tanpa melihat dampak analisis lingkungannya.
Untuk menjaga eksistensi danau Lut Tawar harus menerapkan konsep pemetaan danau Laut Tawar berkelanjutan secara cerdas, holistik, inovatif, progresif dan partisipatif dengan melibatkan orang–orang yang memang konsen dan peduli terhadap ekosistem danau Lut Tawar yang berbasis kerakyatan dengan mengedepankan kearifan lokal yang peduli berbudaya ramah lingkungan.
Semua pihak harus dilibatkan, jaring aspirasi yang kreatif yang sifatnya membangun untuk kebaikan danau Laut tawar dimasa yang akan datang. Kebijakan- kebijakan yang diambil bukan hanya ditentukan satu atau beberapa kelompok yang berpotensi maha tahu apa yang terbaik bagi eksistensi danau Lut Tawar ini.
Hilangkan kepentingan golongan atau kelompok atau keuntungan sesaat yang mengorbankan kepentingan yang lebih besar di masa yang akan datang. Langkah akhir yang harus kita lakukan, melibatkan generasi muda dan tokoh masyarakat yang berada diseputaran pinggiran danau Lut Tawar terutama para reje. terutama para kepala dusun (Kadus).
Para generasi muda seperti pelajar diberi pemahaman tentang kelestarian danau dan menggalang sebuah kegiatan dalam pelestarian danau atau memasukkan ke kurikulum pendidikan muatan lokal tentang pentingnya pelestarian dan fungsi danau.
Begitu juga para reje dan kadus diberi pemahaman yang mendalam tentang perlunya pelestarian ekosistem danau yang berkelanjutan, minimal merubah menset mereka, sehingga dapat mempengaruhi perilaku atau cara berpikir tentang masa depan danau Laut Tawar yang lebih menjanjikan bagi kehidupan di masa yang akan datang.
Permasalahan yang ada menjadi warning bagi pemerintah, khususnya pemerintahan provinsi harus bertanggung jawab terhadap ekosistem danau Laut karena kebijakan pengelolaan danau Laut Tawar dikelola/ditangai pihak provinsi. Jangan sampai hal ini menjadi bom waktu dikemudian hari.
Apalagi danau Laut Tawar mensuplai kebutuhan air tiga kabupaten (Aceh Utara, Bireuen dan Lhoksemawe) dan penggerak turbin PLTA Peusangan yang konon katanya nanti bisa mensuplai kebutuhan energi listrik untuk sebahagian wilayah sumbagut.
Dan sudah sewajarnya pihak provinsi wajib mempunyai sebuah perwakilan institusi resmi yang berkantor di Takengon atau setingkat UPTD (Unit Pelayanan Teknis Daerah) khusus menangai ekosisten danau Laut Tawar tersebut.
*Antropolog dan penulis buku Visiklopedia Negeri Antara (Gere I Beteh Kati Gere Mukale