Dari Masjid Kita Bangkit

oleh

Oleh : Agung Pangeran Bungsu, S.Sos*

Salah satu bukti keberhasilan ulil amri atau pemimpin dalam membangun peradaban bukan hanya ditinjau dari banyaknya proyek infrastruktur yang ada, bukan pula seberapa banyak izin coffee shop atau tempat tongkrongan yang terdapat padanya live musik hingga membuat orang-orang lalai karenanya.

Melainkan bagaimana strategi yang ditempuh oleh ulil amri sebagai penemah ulu dalam mengajak dan menggalakkan seluruh elemen masyarakat untuk mencintai masjid.

Masjid tidak hanya dijadikan sebagai sarana peribadatan yang sakral sehingga apabila selesai shalat maka masjid akan ditinggalkan dengan begitu saja. Sudah seharusnya masjid menjadi tempat bagi ummat untuk kembali, serta tempat untuk mengkaji problematika yang tengah dihadapi.

Melihat lebih dalam realita yang terjadi. Dari banyaknya jumlah penduduk yang ada maka dapat dihitung seberapa banyak masyarakat yang terbiasa menegakkan shalat jamaah di masjid sebanyak lima kali dalam sehari. Berapa banyak dari jamaah yang ada mampu untuk hadir ke masjid dalam keadaan tidak terlambat atau hadir dalam keadaan tidak masbuk.

Berapa banyaknya dari masyarakat yang menegakkan shalat jamaah di masjid yang terbiasa meluangkan waktunya untuk membaca Al-Quran, menghafalkannya, mengkajinya serta mengamalkannya secara konsisten.

Berapa banyak pula dari mereka yang mampu mengajak sanak saudaranya untuk ikut memakmurkan masjid sesuai dengan tuntunan Al-Quran dan Sunnah. Miris rasanya apabila hari demi hari kondisi keimanan kita tidak menjadi lebih baik dari hari kemarin. Allah ta’ala berfirman dalam Al-Quran :

“Yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan salat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah. Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk (At-Taubah 18)”

Kita seringkali lupa atas ujian dan bencana yang pernah menimpa daerah dan bangsa ini, sehingga kita menganggap bahwa bencana dan ujian baik gempa bumi, tsunami, tanah longsor yang belum lama terjadi seolah tidak mungkin dapat terulang kembali.

Padahal segala kemungkinan itu bisa saja terjadi atas kuasa dan kehendak Allah. Dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir uraian surah At-Taubah ayat 18 diatas, Allah juga berfirman lewat hadits qudsi yang diriwayatkan secara marfu’.

Demi keagungan dan kebesaran-Ku, sesungguhnya Aku hendak menimpakan azab kepada penduduk bumi. tetapi apabila Aku memandang kepada orang-orang yang memakmurkan rumah-rumahKu dan memandang kepada orang-orang yang saling menyukai karena Aku, dan memandang kepada orang-orang yang memohon ampun di waktu sahur, maka Aku palingkan azab itu dari mereka.

Penegasan Allah lewat hadits qudsi diatas menjelaskan bahwa karena sebab orang-orang yang senantiasa memohon ampun dan menegakkan shalat jamaah di masjid, kini Allah tunda dan Allah palingkan bencana atau musibah yang ada. Lantas apa yang sebenarnya menjadi alasan kita untuk merasa berat untuk menegakkan shalat berjamaah di masjid.

Apakah kita menunggu bencana datang kembali sampai akhirnya kita baru menyadari bahwa kita adalah golongan orang-orang yang lalai? Apabila kita diberi amanah sebagai ulil amri yang memiliki kuasa untuk memerintahkan kebaikan, maka sudahkah segala aturan dalam sektor ekonomi mapun pariwisata yang dibuat mendekatkan generasi muda dengan masjid?

Jangan sampai atas kebijakan yang dibuat kini semakin membuat ummat menjadi jauh dari masjid dan juga Al-Quran. Sudahkah ada maklumat yang seharusnya mengatur pergaulan muda-mudi yang menjadi harapan masa depan bangsa dan agama ini? Semua ini merupakan tugas dan tanggung jawab ulil amri yang sudah diberikan mandat oleh ummat.

Percayalah bahwa sejuknya udara pagi serta empuknya selimut hanya akan mampu dilawan dengan keimanan. Bagaimana mungkin seorang mukmin akan membiarkan dirinya terlelap dalam tidur sedangkan dia mengetahui bahwa terdapat keutamaan shalat subuh secara berjamaah yang padanya akan disaksikan oleh para malaikat secara langsung.

Tidak peduli apa profesi dan jabatan yang kita miliki, tua atau muda maka yang pasti kita semua akan ditanyai oleh Allah atas nikmat sehat dan waktu luang yang kita miliki. Pada akhirnya semua elemen masyarakat harus menyadari bahwa kita memiliki tugas yang sama untuk bangkit dan memakmurkan masjid. Wallahu a’lam bish shawab.

*Mahasiswa Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

 

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.