Oleh : Fauzan Azima*
Pada tahun 1994; saya memulai kerja sebagai reporter di Koran Inti Jaya yang terbit dua kali dalam seminggu. Mula-mula saya mengisi berita kota di bawah redaktur Pak Johan Bandrea.
Gara-gara berita yang saya tulis secara bersambung tentang “Pelacuran di Hotel Horison Ancol” saya bersama Pemimpin Umum/Redaksi, Ibu Nuriana Deliana dipanggil ke kantor PWI DKI Jakarta yang diketuai Bung Ilham Bintang. Koran kami diperingatkan untuk tidak meneruskan pemberitaan tentang bisnis esek-esek di hotel itu.
Mereka berdalih bahwa antara Hotel Horison dengan bangunan Kopakobana berbeda manajemen. Kopakobana adalah bangunan bekas tempat judi legal pada masa Gubernur Ali Sadikin.
“Benar, mereka punya manajemen masing-masing, tetapi mereka di bawah satu konsorsium” kami sempat berdebat dengan Bung Ilham Bintang. Mereka memaksa kami menerbitkan iklan permohonan maaf kepada manajemen Hotel Horison.
Ibu Nuriana membela saya dan tidak mau membuat pernyataan maaf dalam bentuk apapun. Kamipun keluar gedung PWI tanpa keputusan. Hanya saja kami berhenti memberitakan soal pelacuran di hotel milik Taipan, Ir. Ciputra yang sudah saya tulis sepuluh episode secara bersambung, namun yang sempat tayang hanya tiga episode.
Dengan berhentinya pemberitaan miring tentang Hotel di Ancol itu, para wartawan yang “ngepos” di Jakarta Utara, kecuali dari Inti Jaya, pada waktu itu, “panen besar” dan difasilitasi menginap di Hotel Horison.
Sejak “Peristiwa Kuda Tuli” atau Kudeta pada 27 Juli 1996; yakni PDI Kubu Soeryadi yang mendapat dukungan dari Presiden Soeharto menyerbu dan ingin menguasai Kantor DPP PDI; Jln. Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri, Koran Inti Jaya terbit dua kali dalam seminggu; Hari Selasa dan Jum’at.
Berita pada Hari Selasa selalu dengan “Headline” PDI dan Megawati Soekarnoputri, sedangkan untuk terbitan Hari Jum’at selalu dengan “Judul besar” tentang PPP dan anasirnya. Kami berusaha menggiring opini agar kedua partai ini menjadi oposisi bagi Soeharto. “Agenda Setting” Koran Inti Jaya ingin melengserkan Soeharto dari kursi kepresidenan.
Berita-berita tentang PDI dan Megawati dihandle oleh Pak David Markus yang merupakan sahabat dari Taufik Kiemas, suami Megawati Soekarnoputri, sedangkan saya dipercayakan untuk “nongkrong” di Kantor Partai berlambang Ka’bah itu, yang juga bersebelahan dengan Kantor PDI di Jalan Diponegoro. Sesekali saya singgah ke kantor DPP PDI.
Saya kerap mewawancarai orang PPP dan PDI garis keras; Sri Bintang Pamungkas dan tokoh-tokoh vokal yang anti kepada Soeharto; Matori Abdul Jalil, Aberson Marle Sihaloho, Sophan Sofyan dan para korban “Pristiwa Tanjung Priok” pada tahun 1994 untuk membangkitkan semangat dan dendam pada “rezim Soeharto.”
Tugas-tugas “Liputan khusus”, saya sering dibantu Yoyoh Rahmawati yang sudah senior di Koran Inti Jaya. Kami mengejar sumber berita; naik bis, jalan kaki, naik bajaj demi mendapatkan pemberitaaan yang terbaik.
Beberapa berita kami sampai beberapa kali naik cetak; dari oplah 3000 menjadi 100 ribu. Sungguh peningkatan oplah yang sangat pantastis pada masa itu. Bahkan beberapa berita kami difoto copy karena korannya habis di pasaran.
Pada masa konflik Aceh saya kembali ke Takengon. Sejak itu, saya tidak ada komunikasi lagi dengan kawan-kawan di Koran Inti Jaya, termasuk dengan Yoyoh Rahmawati.
Selama bergerilya di hutan, saya sering mendengar lagu dari pemusik “Debu”.
Syair-syair yang diciptakan Syech Fattah terdengar merdu di telinga dan mengena di hati. Setelah damai saya baru tahu, ternyata Syech Fattah adalah suami Yoyoh Rahmawati. Sejak menikah dengan Syech Fattah, namanya berganti menjadi Faatima Zaini. Mereka sempat tinggal di Turki.
“Ini Kautsar, anak pertama mamah (Faatima Zaini). Maaf Om, baru ngabarin, Senin kemarin tanggal 25 Januari 2021 malam, mamah meninggal di RS. Mohon do’anya utk mamah ya. Mohon maaf kalo mamah ada salah,” demikian pesan WA yang saya terima setelah maghrib tadi.
Saya yang semula berbaring, cepat terbangun dan duduk di sisi tempat tidur. Beberapa kali saya membaca pesan Kautsar untuk memastikan, apakah benar Yoyoh Rahmawati telah berpulang ke Rahmatullah?
Ternyata benar! Saya terdiam mengingat, pada Rabu, 25 November 2020 lalu sempat bertemu membahas rencana pertemuan dengan para mantan wartawan Inti Jaya di Jakarta serta membesuk salah seorang mantan wartawan yang sedang sakit di Bogor.
Sahabatku Yoyoh Rahmawati
Suka dan duka lika liku kehidupan
Pernah kita lalui
Diskusi dari politik sampai seni
Beda pandangan
Tiada pernah merusak persahabatan
Kini engkau telah mendahuluiku
Mendahului kami kembali kepada-Nya
Kebaikanmu
Kegigihanmu
Kesabaranmu
Pelajaran bagiku
Selamat Jalan Yoyoh Rahmawati
Do’a dan air mataku menyertaimu
Saudari terlahirku
“Rara Santang”
(Mendale, 3 Pebruari 2021)