Terindikasi Bodohi Publik di Seleksi Pejabat Eselon 2, Sekda Bener Meriah Bisa Dipidana

oleh

REDELONG-LintasGAYO.co : Sejak beberapa hari ke belakang, seleksi pejabat eselon II di Kabupaten Bener Meriah menjadi sorotan publik akibat banyaknya kejanggalan yang terang benderang dalam prosesnya.

Pada 30 November 2020, Pansel telah mengumumkan 3 besar nama-nama yang menempati enam dinas yang dilelang sebelumnya. Kemudian, Pansel melakukan perubahan nama-nama tersebut, dan mengeluarkan pengumuman 3 besar pada 18 Januari 2021 lalu.

Hal ini yang membuat, semua pihak ragu atas kabsahan dari pengumuman tersebut hingga menimbulkan tanda tanya besar, ada apa sebenarnya dalam proses lelang jabatan di negeri kopi tersebut.

Maharadi, koordinator LSM Jaringan Anti Korupsi (Jang-Ko,) mencium bau amis kong-kalikong dan ketidak beresan akibat begitu mencoloknya berbagai kejanggalan dalam pengumuman yang ditandatangani oleh Ketua Pansel yang juga Sekda Bener Meriah, Drs Haili Yoga MSi.

Ada begitu banyak kekaburan informasi dalam pengumuman itu, menurut Maharadi, apa yang diumumkan oleh Yoga Haili bukanlah fakta melainkan opini.

Contohnya, terkait hilangnya beberapa nama yang muncul di pengumuman tanggal 30 november 2020, Haili Yoga mengatakan, perubahan nama tersebut setelah berkoordinasi dengan KASN dimana pada prosesnya ada kesalahan administrasi.

Belum lagi, kejanggalan lain, dimana pernyataan Haili Yoga berbeda dengan Prof. Abubakar Karim yang menjadi ketua tim independen dalam seleksi tersebut.

Menurut Maharadi ini adalah pernyataan yang sangat lucu dan menunjukkan indikasi yang kuat kalau yang bersangkutan sedang membodoh-bodohi publik. Karena dengan logika yang paling sederhana sekalipun, ketika tanggal 30 november lalu Pansel sudah mengumumkan nama-nama yang lolos, itu artinya sudah jelas kalau nama-nama yang sudah masuk dalam tiga besar itu sudah memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan.

“Ketika tiga besar nama-nama itu sudah keluar, bupati tinggal memilih satu dari tiga nama itu untuk menjadi pejabat eselon II yang akan dilantik,” kata Maharadi.

“Tapi oleh Haili Yoga, tidak ada angin, tidak ada hujan, tiba-tiba beberapa nama yang sudah lolos itu dihilangkan dan diganti dan entah bagaimana mekanismenya tiba-tiba muncul,” tambahnya.

Terkait hal itu, Sekda Bener Meriah yang juga Ketua Pansel JPTP, berkilah kalau sebelum dilakukan pelaksanaan seleksi terbuka JPTP, pihaknya terlebih dahulu meminta izin (rekomendasi) dari Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Tapi lucunya, ketika Jang-ko meminta Sekda menunjukkan surat rekomendasi itu, Sekda menolak untuk menunjukkan.

Lebih ajaib lagi, Prof Abubakar Karim yang merupakan tim independen panitia seleksi memberikan jawaban yang berbeda dengan yang diberikan oleh Sekda. Sehingga, mau berkilah seperti apapun, Sekda tidak bisa menutupi fakta bahwa yang bersangkutan sedang berpolitik dalam penentuan calon pejabat eselon 2 ini. Jelas publik sedang dibodoh-bodohi.

Selanjutnya menurut Maharadi, penolakan Sekda Drs Haili Yoga MSi otomatis telah membuatnya melanggar Keterbukaan Informasi Publik yang menjadi indikator dari bersihnya aparatur negara dari nepotisme dan kolusi. “Oleh sebab itu, kita mencoba melakukan uji akses data, jika tidak diberikan akan kita sengketakan ke KIA,” ujarnya.

Ketika ditanya, apa konsekuensinya bagi Sekda seandainya dia tetap menolak menyerahkan bukti dokumen-dokumen yang diminta sebagaimana yang dia klaim sebagai dasarnya mengambil keputusan? Maharadi menjawab, bahwa dengan permohonan informasi kepada Badan Publik terlebih dahulu, hingga pada akhirnya mereka bisa menyengketakannya ke Komisi Informasi, sesuai skema waktu yang telah diatur.

Kalau nantinya Pemerintah Kabupaten Bener Meriah yang telah diperintahkan oleh Komisi Informasi untuk membuka informasinya, lewat putusannya yang telah sah atau inkrah setelah melalui upaya hukum ke PTUN dan MA lalu inkrah; tapi tetap tidak mau menjalankannya atau memberi informasi ke Pemohon, pada tahap berikutnya Pemohon bisa mengajukan eksekusi ke peradilan umum, dengan bekal putusan Komisi Informasi.

Lalu bagaimana Pemkab tetap saja “ngeyel” atau “membangkang” tidak mau memberikan informasinya yang sudah diputuskan inkrah sebagai informasi terbuka? Di sinilah pemohon bisa mengajukan pidana.

“Pada Pasal 52 UU KIP disebutkan, Badan Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan, dan/atau tidak menerbitkan Informasi Publik berupa Informasi Publik secara berkala, Informasi Publik yang wajib diumumkan secara serta-merta, Informasi Publik yang wajib tersedia setiap saat, dan/ atau Informasi Publik yang harus diberikan atas dasar permintaan sesuai dengan undang-undang ini, dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain, dikenakan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). Begitulah proses yang harus dilewati untuk sampai ke sanksi pidana,” tandas Maharadi.

[Win Wan Nur]

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.