Oleh : Amirul Hasan, S.Ag*
Seringkali para orang tua telah mencoba berbagai macam cara demi mendidik anak yang shaleh dan shalehah. Namun sayang terkadang hasil yang diharapkan tidak memuaskan. Musthafa bin al-‘Adawy dalam kitab Fiqh Tarbiyah al-Abnaa menjelaskan bahwasanya dalam keadaan seperti itu, Islam menganjurkan para orang tua agar senantiasa memperbaiki diri dengan memperbanyak amal saleh. Sebab amal saleh yang dilakukan kedua orang tua bisa memberikan keberkahan tersendiri bagi seorang anak.
Dalam Al-Quran Allah berfirman dalam Surat Al-Kahfi ayat 82: “ Dan adapun dinding rumah itu adalah milik dua anak yatim dikota itu, yang dibawahnya tersimpan harta bagi mereka berdua, dan ayahnya seorang yang shaleh. maka tuhanmu menghendaki agar keduanya sanpai dewasa dan keduanya menngeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari tuhanmu. apa yang aku perbuat bukan menurut kemauanku sendiri. itulah keterangan perbuatan-perbuatn yang engkau tidak sabar terhadapnya.”
Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya mengatakan kisah dalam ayat ini menunjukkan bahwa Allah Swt senantiasa menjaga hambanya yang saleh beserta keluarga dan anak-anaknya. Selain memberikan keberkahan tersendiri bagi keturunannya, amal saleh kedua orang tua mempunyai peran yang besar dalam membentuk karakter dan mendidik anak yang saleh.
Munawar Sholeh dalam Psikologi Perkembangan Anak mengatakan bahwa baik dan buruknya perkembangan seorang anak tergantung dari apa yang dikatakan dan dicontohkan orang tua.
Orang tua secara tidak langsung menjadi model yang ditiru oleh anak. Seorang anak yang sering melihat orang tuanya zikir, puasa, membantu orang yang membutuhkan dan berbuat baik kepada sesama, maka ketika dewasa dia akan tumbuh menjadi pribadi yang dekat kepada Allah dan menyayangi sesama manusia.
Oleh karena itu menanamkan sifat Uswatun Hasanah pada diri orang tua bisa berpengaruh positif atas perkembangan perilaku meniru anak. Karena anak cenderung melihat apa yang terjadi di dalam keluarganya.
Kehidupan seseorang tanpa dilandasi norma agama akan membuat kehidupan terasa seperti kehilangan arah. Begitu juga yang terjadi pada anak-anak, sungguh amat disayangkan jika pendidikan agama tidak diberikan kepada mereka sejak berusia dini.
Orang tua mana yang tidak ingin memiliki buah hati yang shaleh dan shaleha. Oleh karena itu, orang tua harus memiliki bekal agar bisa memberikan pendidikan agama yang sempurna untuk anak-anaknya.
Hal ini dikarenakan mendidik anak merupakan salah satu kewajiban dan tanggung jawab orang tua yang amat penting. salah satu cara yang dapat dilakukan para orang tua yang mendambakan memiliki anak-anak yang shaleh, memberikan teori pendidikan dan praktik keseharian, juga dengan senantiasa harus dibarengi dengan doa kepada Sang Khalik.
Dalam membesarkan anak dan mendiidk mereka, orang tua hendaknya menanamkan akidah dan akhlak yang baik yang sesuai dengan syariat beragama. Akidah dan akhlak yang baik merupakan jaminan kebahagiaan dan keselamatan hidup manusia, baik didunia maupun diakhirat.
Allah Swt berfirman dalam Al-Quran Surat At-Tahrim ayat 6: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
Seorang muslim, siapapun dia, adalah orang yang mengajak kepada jalan Allah Swt, maka jadikanlah orang yang pertama mendapatkan dakwahnya adalah anak-anak dan keluarganya, kemudian orang-orang berikutnya. Allah Swt saat menugaskan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam untuk berdakwah, Dia berfirman kepadanya, “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat,” (QS. Asy-Syuara: 214).
Dari Abdullah bin Umar, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
“Semua kalian adalah pemimpin dan kalian akan ditanya tentang orang-orang yang kalian pimpin. Kepala negara adalah pemimpin, dan akan ditanya tentang kepemimpinannya, seorang bapak pemimpin dalam keluarganya, dan dia akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Seorang ibu pemimpin di rumah suaminya. Pembantu pemimpin terhadap harta majikannya dan akan ditanya akan kepemipinannya. Masing-masing kalian adalah pemimpin dan akan ditanya terhadap kepemimpinannya” (HR. Bukhari, no. 853, Muslim, 1829).
Ibnu Al-Jauzi berkata, “Ada seorang raja yang memiliki banyak harta. Dia memiliki anak tunggal wanita, tidak ada lagi anak selainnya, karenanya dia sangat mencintainya dan sangat memanjakannya dengan berbagai mainan. Hal tersebut berlangsung sekian lama.
Suatu saat ada seorang ahli ibadah yang bermalam di rumah sang raja. Maka di malam hari dia membaca Al-Quran dengan suara keras, dia membaca, “Wahai orang beriman, peliharalah diri kalian dan keluarga kalian dari neraka, bahan bakarnya dari manusia dan batu.”
Sang puteri mendengar bacaannya, lalu dia berkata kepada para pembantunya, ‘Hentikan dia. Tapi para pembantunya tidak menghentikannya sehingga orang tersebut terus mengulang-ulang bacaannya. Maka dia masukkan tangannya ke bajunya dan merobeknya.
Lalu para pembantunya melaporkan kejadian tersebut kepada sang bapak. Maka sang bapak menemuinya seraya berkata dan memeluknya, “Apa yang engkau alami malam ini anakku sayang.
Sang anak berkata, “Aku bertanya kepadamu demi Allah wahai ayah, apakah Allah Azza wa Jalla memiliki neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu?” Dia berkata, “Ya,” Maka sang anak berkata, “Apa yang menghalangimu untuk memberitahu aku hal ini. Demi Allah, aku tidak akan memakan makanan lezat dan tidur di tempat yang empuk sebelum aku mengetahui dimana tempatku, di surga atau neraka.”
Dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiallahu anhuma, dia berkata, Rasulullah shallallah alaihi wa sallam bersabda, “Perintahkan anak kalian untuk melakukan shalat saat mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka apabila berusia sepuluh tahun, lalu pisahkan ranjang di antara mereka.” (HR. Abu Daud, no. 495, dishahihkan oleh Al-Albany dalam Shahih Al-Jami, no. 5868).
Akan tetapi hendaknya bagi pendidik untuk bersikap lembut dan santun, memudahkan dan akrab, tidak berkata kasar, berlaku keras dan mendiskusikan dengan cara yang baik. Hindari celaan dan caci maki hingga pukulan. Kecuali jika sang anak durhaka dan menganggap remeh perintah bapaknya, meninggalkan perkara yang diwajibkan dan melakukan perkara yang diharamkan. Ketika itu diutamakan bersikap namun tidak sampai menimbulkan bahaya.
Al-Manawi berkata, “Seseorang yang mendidik anaknya ketika dia berusia balig dan telah berakal dengan pendidikan yang dapat mengantarkannya pada akhlak orang-orang saleh dan melindunginya agar tidak bergaul dengan orang-orang rusak, kemudian mengajarkannya Al-Quran, adab, bahasa Arab, kemudian dia memperdengarkan sang anak kisah-kisah dan ucapan para salaf, lalu mengajarkannya ajaran agama yang tidak boleh ditinggalkan, kemudian dia mengancam memukulnya apabila sang anak tidak shalat, semua itu lebih baik baginya daripada dia bersedeqah satu sha’.
Karena jika dia mendidiknya, maka perbuatannya termasuk shadaqah jariyah, sementara sadaqah satu sha’, pahalanya akan terputus. Sementara yang pertama tetap terus mengalir selama sang anak masih ada. Dan adab adalah makanan jiwa dan pendidikannya untuk akhirat kelak.
Penjagaan anak anda diantaranya dengan menashati dan mengingatkan api neraka. Meluruskan adabnya dengan berbagai macam pendidikan. Diantaranya adalah memberi nasehat, hukuman, ancaman, pukulan, memberikan pemberian, hadia dan kebaikan.
Sehingga pendidikan jiwa agar menjadi jiwa yang bersih dan mulia bukan mendidik jiwa yang tidak disuka lagi tercela. Pukulan hanyalah sarana agar anak istiqamah, dia bukan merupakan tujuan, akan tetapi hanya digunakan jika sang anak terus menerus membandel dan menentangnya.
Syariat telah menetapkan peraturan sanksi dalam Islam, dan hal itu banyak dalam Islam, seperti hukum zina, mencuri, menuduh berzina tanpa bukti dan sebagainya. Semuanya itu disyariatkan agar manusia istiqamah dan menghindari perbuatan buruk. Pendidikan anak hendaknya berimbang antara anjuran dan peringatan.
Yang lebih penting dari itu adalah memperbaiki lingkungan tempat anak tinggal dengan mewujudkan sebab-sebab hidayah bagi mereka, yaitu dengan komitmennya pendidik dan pengasuh mereka yang tak lain adalah kedua orang tua mereka. Berikut beberapa contoh dalam mendidik anak agar menjadi anak yang sholeh dan sholehah :
1. Sering Mendengarkan Murotal Ketika Sang Ibu Sedang Hamil,
2. Beribadah Bersama Dengan Anak,
3. Memberikan contoh yang baik pada anak-anak,
4. Hindarilah Memarahi Hingga Membentak Anak,
5. Memberikan Anak Makanan Dari Harta Yang Halal,
6. Mendatangi Majelis Ilmu Agama Bersama Dengan Anak,
7. Sering Menceritakan Berbagai Kisah Nabi Dan Para Sahabat,
8. Selalu Mendoakan Anak Kepada yang Baik Di Ridhai Oleh Allah Swt.
Jangan pernah lelah mendoakan serta berperilaku baik sehingga dapat menjadi teladan bagi anak-anak anda. mendidik anak menjadi saleh dan salehah adalah tugas bersama ayah dan bunda. Dalam kehidupan modern ini, tantangan untuk mendidik anak semakin besar.
Betapa tidak, tayangan media elektronik, internet, media cetak banyak yang mengajarkan budaya yang jauh dari nilai-nilai islam. sungguh suatu hal yang tidak kita inginkan bukan, jika anak-anak kita menjadi orang yang durhaka pada kita, bahkan menjadi orang yang mengingkari sunnah serta menentang syariat dari nya.
Allah SWT akan memberikan keutamaan mendidik anak berupa pahala amal jariyah bagi orang tua yang dapat mendidik anak menjadi anak yang sholeh dan sholehah. Tentunya hal tersebut menjadi dorongan motivasi tersendiri dalam mendidik anak. Semangat saja tidak cukup, perlu bekal yang cukup dalam mendidik anak sholeh dan sholehah.
Diantara point-point dalam mendidik anak sholeh dan sholehah adalah pembinaan keimanan, pembinaan dan pembiasaan ibadah, pendidikan akhlaq, pembentukan jiwa, pembentukan intelektual serta pembinaan interaksi sosial.
Dalam mendidik anak sholeh dan sholehah, pembinaan keimanan dilakukan dalam dua cara yaitu, mengajarkan keyakinan bahwa Allah senantiasa melihat perbuatan kita dan menanamkan rasa takut kepada Allah SWT. Dengan keyakinan bahwa Allah SWT melihat perbuatan setiap hamba, diharapkan anak akan selalu berbuat sesuai dengan perintah Nya.
Tentunya orang tua harus dapat membangun pemikiran yang argumentatif sesuai dengan taraf berikir anak mengenai keberadaan Sang Pencipta terlebih dahulu. Dengan adanya rasa takut terhadap Allah SWT diharapkan anak akan senantiasa menjauhi perbuatan dosa dimanapun dia berada, dalam keramaian maupun sendirian.
Patutlah kita mendengar perkataan Dr. Said Ramadhan al-Buthi dalam mendidik anak sholeh dan sholehah, “Agar akidah anak tertanam kuat dalam jiwanya, ia harus disirami dengan air ibadah dengan segala ragam dan bentuknya.
Dengan begitu akidahnya akan tumbuh kokoh dan tegar dalam menghadapi terpaan badai dan cobaan kehidupan.” Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang anak tumbuh dalam ibadah sampai ajal menjemput dirinya, melainkan Allah akan memberi dia pahala setara dengan 99 pahala shiddiq (orang-orang yang benar dan jujur).”
Mengajarkan anak ibadah dilakukan dengan mengajak anak melaksanakan ibadah-ibadah wajib dan kemudian ibadah-ibadah sunnah. Seperti sholat wajib 5 waktu, puasa ramadhan, sholat sunnah dhuha, puasa senin kamis dan sebagainya. Orang tua harus pandai memberikan keteladanan dalam mengajarkan ibadah kepada anak-anak. Akhlak adalah perangai yang dibentuk. Anak-anak mencontoh akhlaq dari lingkungan sekitarnya, terutama orang tua.
Dalam mendidik akhlaq anak sholeh dan sholehah peranan teladan orang tua sangat besar. Orang tua harus mampu menjadi contoh pertama dalam mengajarkan akhlaq terpuji seperti jujur, bersabar, rendah hati dan sebagainya. Orang tua juga harus bisa mendeskripsikan akhlaq-akhlaq tercela kepada anak, sehingga anak dapat menghindarinya.
Orang tua terkadang harus tegas ketika anak melakukan akhlaq tercela, terutama jika hal tersebut terjadi berulang kali. Rasulullah SAW pernah memberi sanksi kepada anak yang mengkhianati amanah dengan menjewer telinga anak tersebut. Imam an-Nawawi menyebutkan dalam kitab Al-Adzkar : Kami meriwayatkan dalam kitab Ibnu Sinni dari Abdullah bin Bisir ash-Shahabi ra. Yang berkata: “Ibuku pernah menyuruh aku menemui Rasulullah saw. dengan membawa setandan anggur. Namun, aku memakan sebagian anggur itu sebelum menyampaikan-nya kepada Rasulullah saw. Tatkala aku sampai di hadapan Rasulullah saw., beliau menjewer telingaku sambil berkata, ‘Wahai yang mengkhianati janji.
*Penghulu Muda / Kepala KUA Kec. Simeulu Tengah, Kab. Simeulu