Pemuda, Hidup dengan Ilmu dan Taqwa

oleh

Oleh : Zarkasyi Yusuf*

Rabu kemarin tanggal 28 Oktober 2020, seperti dimaklumi bahwa setiap tanggal 28 Oktober, seluruh nusantara memperingati Hari Sumpah Pemuda, sumpah yang merupakan tekad pemuda Indonesia untuk mempersatukan bangsa ini, satu bangsa, satu bahasa dan satu tanah air Indonesia.

Bertepatan dengan tanggal tersebut, saya berjumpa dengan dua orang pemuda hebat di warung kopi Ngoh Ya Cot Iri, yaitu Teungku Ibnu Rizal (selanjutnya akan saya sebut Teungku IR), santri sekaligus guru Dayah Raudhatul Mu’arrif Lam Ateuk Kuta Baro Aceh Besar, serta Teungku Bidayatul Mujtahid (selanjutnya akan saya sebut Teungku BM) yang merupakan alumni Pesantren Modern Darul Ulum Banda Aceh, alumni Universitas al-Azhar Cairo, Mesir, sekarang beliau sedang mengikuti program doctoral di salah satu Universitas di Yogyakarta.

Dua orang pemuda ini adalah tim inti official Musabaqah Qiraatil Kutub (MQK) yang diselenggarakan Kementerian Agama setiap tiga tahun sekali.

Saya memang janjian dengan Teungku Ibnu Rizal untuk minum kopi, lama kami tidak pernah minum kopi bersama. Jam 6.45 wib saya tiba di warkop Ngoh Ya, Teungku IR telah lebih dulu tiba. Sambil menikmati kopi kami berdiskusi, tema diskusi pada hari itu hanya berkisar seputaran dayah, santri dan berbagai dinamika di dalamnya. Tanpa sengaja, diskusi kami mengarah kepada terjemahan turast (Kitab kuning).

Teungku IR bercerita tentang ikhtiar beliau menerjemahkan turast yang diajarkan di dayah. Saya tanya, apa yang memotivasi beliau menerjemahkan turast ke dalam bahasa Indonesia? Jawaban beliau menukil kalam hikmah Imam as-Syafii, yaitu “al-Ilmu shayyidun wakitabatu qayyiduhu, qayyid shuyudaka bihibali waatsiqah” (ilmu bagaikan binatang buruan, catatan adalah pengikatnya, ikatlah buruanmu (ilmu) dengan tali yang kuat). “Melestarikan tradisi menulis Ulama terdahulu”, itulah alasan berikutnya yang beliau sampaikan yang memicu semangat beliau dalam menerjemahkan turast.

Ada lima kitab turast yang beliau terjemahkan, tiga diantaranya telah terbit dan telah beredar, dua lagi masih dalam tahapan penyelesaian. Kitab-kitab tersebut adalah kitab Al-Hikmah Fii Makhluqatillah yang ditulis oleh Imam al-Ghazali (450 – 505 H), terjemahannya diberi judul “Merenungi Hikmah Ciptaan Allah”.

Terjemahan kitab Hilyah al-Lubb al-Mahsun syarah jauhar al-Maknun  yang ditulis oleh Imam Ahmad ad-Damanhuri  (1101 – 1192 H) dalam bidang ilmu balaghah. Terjemahan kitab Lathaif al-Isyarat dalam bidang ushul fiqh yang ditulis oleh Syekh Abdul Hamid bin Muhammad Ali Kudus (1277 – 1334 H).

Adapun kitab dalam proses penyelesaian adalah terjemah lengkap kitab al-Luma’ fii ushul fiqh yang ditulis oleh Abu Ishaq Ibrahim as-Syairazi (370 – 373 H) dan terjemahan kitab Ishaghuji  yang ditulis oleh Syekh Atsiruddin al-Abhari (663H/1265 M) dalam bidang limu mantiq (logika).

Sedang asyik mendengar kisah Teungku IR dalam menerjemahkan kitab, tiba tiba datang seorang pemuda berkaca mata, berkulit putih dengan perawakan timur tengah menyapa kami, rupanya Teungku BM yang datang, beliau duduk sejenak dengan kami.

Rupanya, tepat satu meja berselang di depan saya, duduklah sekelompok anak muda, mereka ini teman teman Teungku BM yang tergabung dalam organisasi Ikatan Alumni Timur Tengah (IKAT). Sebab tidak sering berjumpa di warung kopi Ngoh Ya Cot Iri, saya bertanya ada agenda apa beliau hadir di sini.

Beliau menjawab bahwa ada pengajian turast bersama dengan pemuda yang duduk satu meja berselang dengan kami. Rasa penasaran saya pun muncul, mengapa ada pengajian kitab turast di warung kopi? Akhirnya, beliau pamit untuk bergabung dengan teman teman beliau.

Saya konfirmasi, mengapa ada pengajian turast di warong kopi? Beliau menjawab dengan menukil kaidah Lisan al-Hal anthaqu min lisan al-Maqal (keteladanan lebih berarti daripada bicara).

Alasan lain mengapa warung kopi dipilih menjadi lokasi pengajian turast, untuk memberikan teladan bahwa warung kopi tidak hanya menjadi tempat poh cakra (senda gurau), tetapi bisa juga sebagai tempat belajar kitab turast, secara tidak langsung memberikan pelajaran untuk lebih memamfaatkan warung kopi untuk hal-hal positif.

Menurut Teungku BM, jika kajian turast dilaksanakan di tempat khusus akan terkendala, apalagi domisili teman-teman beliau yang berbeda lokasi. Di warung kopi kajian turast dilaksanakan dalam suasana santai.

Rupanya, kajian turast tidak hanya di warung kopi Ngoh Ya saja, tetapi juga sudah pernah dilakukan di warung kopi lain, seperti di warung kopi Chek Yukee di kawasan Lampineung.

Alasan lain mengapa dilakukan kajian turast, sebagai ikhtiar untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia pengurus IKAT yang berkecimpung dalam dunia dakwah, memberikan pelajaran agar jangan lupa untuk terus belajar, demikian alasan yang disampaikan Teungku BM.

Jam di tangan saya telah menunjukkan pukul 7.45 WIB, akhirnya kami mengakhiri diskusi berangkat pulang, sambil lewat Teungku IR menyapa Teungku BM yang sedang serius menyimak kitab yang sedang dibaca oleh salah seorang teman beliau.

Hari itu, saya cukup senang dapat banyak pengalaman dari pemuda hebat seperti Teungku IR dan Teungku BM, apalagi bertepatan dengan tanggal 28 Oktober yang selalu diperingati sebagai hari sumpah pemuda. Soekarno dalam orasinya pernah berkata, “berikan aku sepuluh pemuda untuk Aku guncangkan dunia”, pemuda yang dimaksud Soekarna pastilah pemuda hebat, tangguh dan berkarya dalam menebar kebaikan dalam masyarakat.

Wahai para pemuda, kelanjutan sejarah bangsa ini ada dipundak anda semua.  Jangan pernah jadi pemuda yang hanya mampu membanggakan leluhurnya saja, membanggakan keberhasilan orang orang terdahulu, tanpa mampu menjadikan keberhasilan itu menjadi kejayaan baru, sebagaimana pesan Imam as-Sayuthi dalam sebait syair “khairun nas dzu syarafin qadim, aqama linafsihi syarfan jadida”.

Dalam kitab jam’ul al-fawaid wa jawahir al-Qalaid yang ditulis oleh Syekh Daud al-Fatani (1133 – 1265 H) disebutkan bahwa salah satu hal yang sangat dibenci dalam Islam adalah pemuda yang menghabiskan masa mudanya tanpa belajar ilmu dan adab.

Mengakhiri catatan ini, salah satu pertanyaan yang harus direnungi oleh setiap pemuda adalah “apa yang telah dilakukan yang memberikan kebaikan dan mamfaat untuk orang lain? Pemuda hebat, hidup dengan ilmu dan ketakwaan.

*ASN Pada Kanwil Kementerian Agama Provinsi Aceh


Ikuti channel kami, jangan lupa subscribe ;

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.