Oleh : Arfiansyah*
Hari ini pasien terinfeksi Covid di Aceh telah mencapai angka di atas 200. Sebagian sumber mengatakan jumlahnya mendekati angka 200. Terakhir, beberapa orang di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah juga terinfeksi.
Melalui telp, sahabat dekat yang sudah seperti keluarga saya bercerita bawah infeksi terbaru di kedua kabupaten itu dimulai salah satunya dari kampongnya di Bener Meriah.
Salah satu keluarga di kampungnya menerima tamu dari luar kabupaten. Dia datang ke Bener Meriah untuk menjenguk saudaranya yang sakit. Dia kemudian demam. Tuan rumah dan tetangga berpikir dia hanya demam biasa.Barangkali dia hanya masuk angin karena udara di Bener Meriah memang sejuk dan dingin. Esok harinya, demamnya semakin tinggi. Dia dia dibawa ke rumah sakit.
Pendatang ditanya, dia berasal darimana. Dari Desa A di Bener Meriah katanya. Dia tidak jujur, bahwa dia baru datang dari luar kabupaten. Desa A adalah desa yang tidak pernah tercangkit virus Covid. Semua warganya sehat dan tidak pernah terdengar kabar darurat. Perawat dan dokter pun kemudian berpikir bahwa tidak diperlukan Alat Pelindung Diri (APD).
APD itu mahal dan hanya bisa sekali pakai. Persediaanya pun sangat terbatas di Rumah Sakit kabupaten itu. Untuk memastikan keadaan aman dari virus, pendatang itu ditest swab. Protokol tambahan di rumah sakit selama pademi. Setelahnya dia diizinkan pulang kembali.
Malang, saudara pendatang yang dikunjungi berpulang ke pangkuan Tuhan. Tajlis mayit dilaksanakan. Tahlilan diadakan di rumah duka, dimana pendatang itu menginap. Satu kampong, semua lelaki dan sebagian ibu-ibu setiap malam berkumpul disana. Berdoa dan menghibur rumah duka.
Tak lama kemudian, hasil swab pendatang itu keluar. Dia dinyatakan positif terinfeksi virus Covid 19. Rumah Sakit panik. Semua perawat dan dokter diperiksa. Hasilnya menyatakan perawat dan dokter yang bersentuhan dengannya juga pun positif covid. Bak bola salju mengelinding, semua rantai pertemuan dengan perawat dan dokter diperiksa.
Tak lama berselang, rumah sakit Bener Meriah kemudian ditutup. Akibat dari ketidakjujuran pasien dan meremehkan virus, semua warga kabupaten Bener Meriah mengalami kemalangan nasib. Rumah sakit, tempat berobat semua warga tidak bisa beroperasi selama 14 hari. Disusul kemudian oleh beberapa puskemas. Ribuan warga Bener Meriah kini tak bisa mendapatkan pelayanan kesehatan.
Keluarga tempat pendatang menginap pun diperiksa. Satu keluarga kemudian dinyatakan positif. Keluarga itu telah mengelar tahlilan, menjamu satu kampong. Banyak juga tamu dari luar kampong yang berdatangan. Suami sahabat saya juga datang setiap malam. Kini dia khawatir akan Kesehatan keluarga dan dirinya sendiri.
Sebagian warga kampong ketakutan. Sahabat saya sendiri menginginkan respon pemerintah yang nyata untuk memutus rantai penyebaran yang terlambat itu. Dia ingin kampongnya ditutup untuk sementara. Biarkan mereka yang menderita. Namun, banyak yang nyinyir dan bandel. Penduduk kampong menganggap dia berlebihan. Pemerintah daerah pun hanya diam. Menyerukan untuk menjadi covid sebagai bahan introfeksi dan renungan.
Semua laporan kesehatan tidak berfungsi untuk kebijakan. Memang begitu lah nasib bangsa yang tidak pernah berminat terhadap pentingnya ilmu pengetahuan untuk kebijakan. Ekonomi (perut) lebih penting daripada Kesehatan mental dan fisik (jiwa dan kesejahteraan) rakyat. Ketika kepanikan Kesehatan menjerat, ekonomi pun semakin susah dipulihkan.
Sudah mulai ada respon positif, alhamdulillah!
Masih sama dengan Ketika Covid menyeruak pertama sekali di Indonesia dan Aceh, banyak masyarakat yang menganggap covid hanyalah ilusi, provokasi, buatan orang kafir untuk memecahkan dan melemahkan umat Islam. Percaya pada covid berarti tidak beriman karena yang hanya boleh ditakuti itu hanyalah Allah. Jiwa dan nyawa manusia berada di tangan Allah.
Alhamdulillah, sekarang Majelis Permusyarawatan Ulama Aceh telah mengeluarkan fatwa bahwa jenazah yang meninggalkan karena virus dan dimandikan oleh petugas rumah sakit telah memenuhi syarat. Tidak perlu dan tidak boleh dimandikan lagi oleh keluarga.
Ketua MPU kemudian tak lupa mengkritisi pemerintah tentang ketidakjelasan informasi dan keterbatasan pengetahuan microbiologi yang diberikan; “apakah Ketika manusia telah mati, virus juga mati? Kalau dengan mencuci tangan pakai sabun membunuh virus, kenapa memandikan jenazah yang juga menggunakan sabun tidak boleh dilakukan?” Selama pemerintah tak jelas, bagaimana para alim ulama bisa menyakinkan umat. Alat music harus mengikuti kunci nada yang sama. Biar seirama.
Pemerintah, ahli Kesehatan dan microbiologi masih saja terdiam. Tidak ada penjelasan ilmiah tentang kefanaan virus itu. Mereka hanya mengeluarkan pengumuman hasil pemeriksaan. Pasien terinfieksi Covid meningkat tajam. Kini setiap hari sudah bertambah 7 orang, bahkan terkadang melonjak tajam. Tapi pemerintah masih juga diam. Seperti membaca laporan petugas kebersihan dan pembersih toilet di kantoran.
Sahabat saya dibalik tadi telp geram. Mendisiplinkan diri sendiri tidak akan cukup memutus mata rantai covid 19. Apalagi, virus itu kini semakin lihai. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, virus itu kini sudah bisa terbang sehingga mampu menyebar melalui udara. Kemampuannya meningkat. Tapi kita masih sama bodohnya. Menganggapnya biasa saja.
Mungkin kita berpikir dengan bersikap cuek terhadap covid, covid nya akan kesal sendiri dan pergi. Sayangnya dia bukan hantu penunggu rumah yang bila dicuekin dia akan pindah atau minimalnya berdamai dengan kita. Covid tidak bisa dilawan dengan aneka rapalan mantra dukun, bungga 7 warna, dan aroma kemenyan. Yang kita lihat, semakin dicuekin, Covid hanya semakin menjadi-jadi. Belum ada laporan dia akan pergi bila cueki atau berdamai dengannya.
Dulu, alasan ekonomi adalah alasan yang kuat untuk melonggaran seruan isolasi diri. Masyarakat perlu makan sementara pemerintah tak kuat bila berlama-lama memberi bantuan. Seruan semakin longgar. Zona berwarna, tanpa parameter yang jelas waktu itu, memberi sinyal daerah aman. Jalan kemudian Kembali padat. Warung kopi semakin ramai. Covid senang.
Covid semakin berkembang dan bergentayangan. Ekonomi memang sedikit bergerak. Tapi tak sampai jongkok, duduk pun tidak. Dia masih rebahan namun matanya sudah mulai sedikit melirik centil. Tapi hanya sedikit. Di saat bersamaan, pasien terinfeksi covid meningkat. Ketika orang sakit dan mati bertambah, siapa yang kemudian menikmati lirikan nakal ekonomi?
Alhamdulillah, jumlah para pendakwah yang dulu melabelkan covid dengan rekayasa dan buatan kafir kini sudah berkurang. MPU sendiri mengisyaratkan bahwa covid adalah makhluk Tuhan. Sama seperti keberadaan harimau, kuman, jin, ruh jahat, dan santet yang diakui dan diyakini keberadaan oleh kebanyakan masyarakat Aceh. MPU mengisyaratkan bahwa takdir menghadapi covid sama seperti takdir menghadapi harimau. Kemungkinan selamat tetap ada, tapi harus dengan usaha dan pengetahuan.
Warga di Kabupaten Bener Meriah, Aceh Tengah dan kabupaten lain yang terinfeksi virus saat ini bukan karena virusnya hebat dan sudah bisa terbang sekarang. Tapi karena manusianya yang lalai, merasa dilindungi oleh Allah tanpa harus melakukan sesuatu lagi untuk menyelamatkan diri, tidak jujur akan sejarah perjalanan dan kesehatannya, tidak menghargai ilmu pengetahuan.
Kemarin, 19 orang dari Bener Meriah telah terjangkit virus. Menurut laporan, pasien yang terinfeksi covid sebelumnya banyak yang meninggal. Memang bukan Covid pelaku utama pembunuhan. Dia hanya mempercepat proses ke kematian saja bagi yang telah menderita penyakit tertentu sebelumnya. Tapi apa kita yakin bahwa kita memang sehat 100% ketika covid datang? Keras kepala boleh, tapi dengan kesadaran ilmu pengetahuan dan keimanan yang nyata pada Allah.
Teman di seberang telp pamit sembari berdo’a semoga kita selamat dari marabahaya. []