Oleh. Jamhuri Ungel, MA
Sudah menjadi kewajiban orang tua kalau anak beru sejak dari kecil tinggal bersamanya, seluruh kebutuhan baik secara fisik ataupun secara psikis menjadi tanggung jawab mereka.
Orang tua berusaha mencari nafkah baik sebagai petani, peternak atau nelayan, semua dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan anak-anak mereka, ketika sedang berusaha orang tua tidak hanya berpikir kalau apa yang diusahakan cukup sekedar untuk memenuhi kebutuhan seperti makan, minum dan kebutuhan sehari-hari anak-anaknya saja tetapi lebih dari itu orang tua terus berusaha mencari rizki guna memenuhi kebutuhan anaknyan di masa yang akan datang.
Mereka tidak mau nanti satu saat anaknya menjadi orang yang tidak punya harta dan mereka lebih bangga kalau nanti anaknya menjadi orang kaya.
Selama tinggal bersama orang tua anak beru lebih banyak bekerja di rumah, menyiapkan makanan untuk kebutuhan orang tua ketika pulang dari bekerja, membersihkan rumah bagian dalam dan luar rumah, orang tua merasa bangga kalau anak beru mampu menyiapkan makanan, menghidang minuman kalau tamu berkunjung ke rumah mereka.
Anak beru dididik untuk menjadi orang cerdas dalam mengurus rumah, menyiapkan apa yang menjadi kebutuhan orang tua dan adik-adiknya mulai dari menjaganya, memandikan dan memberi makan.
Keberhasilan orang tua mendidik anak beru sehingga menjadi mandiri dalam menjalani aktivitasnya sehari-hari menjadi standar keberhasilan, karena anak beru satu saat akan menjadi duta yang dikirim ke dalam keluarga dan clean yang lain.
Jadi kegagalan mendidik anak beru menjadi tolak ukur kegagalan orang tua menjadi suri tauladan dalam keluarga utamanya ibu. Karena ibu di dalam keluarga dijadikan sebagai pengajar yang selalu mendampingi anak beru, memberinya contoh agar anak beru bisa bekerja dan berperilaku baik.
Anak beru tetap tinggal serumah (di rumah yag disiapkan ayah) bersama orang tua walaupun ia menjadi yatim karena meninggalnya ayahnya, anak beru juga tetap tinggal di rumah ayah apabila ibunya tidak ada, baik karena berpisah (cerai) dengan ayahnya atau juga karena meninggal dunia.
Hal itu sudah menjadi aturan adat dalam masyarakat yang mempunyai garis keturunan dari ayah (patrilenial). Kalau ibu kembali ke belah (clean) nya karena meninggalnya suami (cere =cerai kasih) atau bercerai karena ketidak cocokan antara suami dan isteri (cere banci) sehingga ibu harus kembali ke belah (clean) asalnya maka anak beru dan adik-adik serta kakak dan abangnya tinggal bersama kakek dan paman-paman pihak ayah, karena anak beru dan saudara kandungnya menjadi bagian atau belah (clean)dari ayahnya.
Kalau ibunya tidak kembali ke belah asal dan tetap berada di belah suami maka seluruh kebutuhan ibu dan anak-anak menjadi tanggung jawab ayah (ayah dari suami) dan keluarga (adik atau abang) suami.
Karena kebutuhan dan perlindungan keluarga anak beru menjadi tanggung jawab yang berada pada keluarga ayah. Dalam pemberian tanggung jawab terhadap keluar anak beru, untuk menghindarkan terjadinya sumang (perceraken, penengonen, pelangkahen den kenunulen) maka ibu dari anak beru akan dinikahkan dengan abang atau adik dari suami yang telah meninggal (ganti tikar).
Ganti tikar sebagai istilah yang digunakan untuk menikahi isteri dari adik atau isteri dari abang yang telah duluan meninggal dunia dengan tujuan memberi perlindungan kepada, kepada harta.
Keluarga dari yang telah meninggal, atau sebagai wujud tanggung jawab dari keluarga suami. Kalau keluarga suami tidak ada yang bersedia, baik karena tidak ada yang masih lajang atau duda (balu) maka keluarga suami mempunyai tanggung jawab untuk mencarikan laki-laki sebagai gantinya. []