(Part 3) Pelajaran Kejadian Masa Lalu : Kekerasan Tak Akan Selesaikan Masalah

oleh

Oleh : Fauzan Azima*

Kekerasan tidak akan menyelesaikan masalah. Kekerasan sekarang akan menumbuhkan bibit kekerasan baru pada masa yang akan datang. Segera putuskan mata rantai cikal bakal kekerasan dengan perasaan dan prilaku kasih sayang kepada sesama makhluk Allah.

Konflik RI-GAM adalah pelajaran berharga bagi sejarah kekerasan di Aceh. Sejak diberlakukan DOM di Aceh pada awal 1990 sampai dengan 22 Agustus 1998 memang telah membuat orang Aceh takut, namun tidak hanya itu, juga menyisakan dendam.

Ketika Jakarta mencabut DOM bagi Aceh, maka setiap orang, kerabat dan keluarga yang mengalami kekerasan bangkit untuk balas dendam dengan segala macam cara. Baik atas nama sentimen pribadi maupun lewat pergerakan yang lebih besar, bergabung dengan GAM.

Pada masa puncaknya kekuatan bersenjata GAM di Aceh, yaitu pada pertengahan 1999 sampai dengan pertengahan 2003, juga menjadi moment puncak balas dendam orang Aceh, baik dengan alasan benar maupun salah terhadap setiap anasir yang berbau Indonesia.

Sampai kemudian masuk Darurat Militer pada 19 Mei 2003 sampai dengan Damai RI-GAM pada 15 Agustus 2005, Pemerintah Indonesia dengan leluasa kembali melakukan kekerasan terhadap orang Aceh.

Bencana Tsunami-lah yang menyadarkan Pemerintah Indonesia dan GAM untuk segera menghentikan kekerasan. Tsunami memaksa para pihak yang berkonflik untuk berdamai. Tsunami mengajarkan semua orang untuk menata hati yang berhasrat pada dendam dan kekerasan kepada kedamaian.

Konflik RI-GAM bukan sekedar perang, tetapi seluruh praktek kezaliman dipertontonkan. Dalam hal ini negara harus hadir memberikan pelajaran bagi kita semua dan generasi ke depan, bahwa praktek bernegara pada masa itu tidak benar dalam memberlakukan rakyatnya.

Setidaknya demikian yang disampaikan Budayawan, Emha Ainun Najib pada tanggal 23 April 2000 saat pagelaran seni di Unsyiah, bahwa “ketidakberesan nasional paling parah di Aceh.”

Enam bulan kemudian, tepatnya pada tanggal 18 Oktober 2000 di Cirebon, Wakil Ketua MPR-RI Hari Sabarno mengatakan pada Harian Serambi Indonesia, sejak Soekarno Aceh dikecewakan, karenanya wajar jika terjadi pemberontakan di sana.

Pernyataan Emha Ainun Najib dan Hari Sabarno itu seperti memanusiakan orang Aceh kembali. Dari ribuan tokoh nasional hanya dua orang ini yang menyampaikan rasa empatinya secara terbuka, yang tidak ada kepentingan apapun kecuali menyuarakan hati nuraninya.

Konflik RI-GAM sudah 15 tahun berlalu. Semua kita orang Aceh belum sepenuhnya melupakan masa-masa menyedihkan itu. Namun dengan sendirinya akan hilang jika pemerintah pusat selalu hadir memberlakukan orang Aceh dengan kasih sayang.

(Mendale, Kamis, 18 Juni 2020)

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.