Radio Induk Buraq Antara (Part III) : Remalan Bertungket, Peri Berabun

oleh

Oleh : Fauzan Azima*

“Remalan betungket,
peri beperabun”
(Berjalan memakai tongkat,
berbicara dengan disamarkan)

Phrase atau peri mestike Gayo menjadi pedoman bagi personil Radio Induk Buraq Antara dalam menyampaikan kalimat agar tidak terdengar sombong (remalan betungket) dan menyamarkan pembicaraan (peri beperabun) supaya tidak menyinggung perasaan orang lain.

Sesuatu yang penting bagi kita, belum tentu penting bagi orang lain dan orang lain tidak perlu tahu. Kalau orang lain tahu setengah-setengah maka cerita kita akan menjadi sumber hoax.

Sehingga ada ungkapan orang-orang tua dahulu, “Enti nyemur rom i arapni kurik” (Jangan menjemur padi di depan ayam).
Begitulah orang tua dahulu, kalau berbicara hal yang penting dan sangat rahasia, mereka berbicara pada tengah malam, ketika orang-orang sudah tidur pulas.

Seperti memasukkan ilmu dari guru kepada muridnya juga dilakukan tengah malam agar terjaga kerahasiaan kemampuannya. Begitulah pentingnya orang tua menjaga kerahasiaannya.

Begitulah prinsif etika orang yang bekerja di Radio Induk Buraq Antara; menjaga kerahasiaan dan selalu santun dalam membacakan perintah dan menyampaikan berita. Bahkan terhadap musuh sekalipun.

Untuk menyebut TNI dengan kacang hijau dan kacang kuning untuk polisi. Bahkan lebih halus lagi menyebut mereka PAI atau Penduduk Asli Indonesia karena memang waktu itu kita adalah Aceh yang sedang berperang dengan Indonesia.

Dalam konteks kekinian, seharusnya prinsif “remalan betungket, peri beperabun” menjadi pedoman dalam pergaulan sesama pemimpin, pemimpin dengan masyarakatnya dan masyarakat dengan masyarakat.

Kalau kita dengar radio-radio induk GAM pada setiap wilayah walau menceritakan tentang musuh, tetapi irama dan kalimatnya sangat santun.

Sikap dan cara orang yang duduk pada Radio Induk pada setiap wilayah, termasuk Radio Induk Buraq Antara adalah cermin watak orang Aceh yang sejati sejak dulu. Hanya saja kita sudah melupakannya.

Sepatutnya pejuang GAM melestarikan budaya baik dan santun itu, baik kepada sesama, manapun kepada orang lain, termasuk kepada musuh sekalipun.

(Mendale, Kamis, 11 Juni 2020)

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.