Oleh : Dr. Joni, MN*
Amanah dan pesan dari muyang datu orang Gayo dahulu, dalam bentuk “turun babah” (dari mulut ke mulut/ lisan). Pesan dan amanah ini kami peroleh sewaktu menggali tuturan bijak “Peri Mestike” dan penelitian untuk dalan penyelesaian karya ilmiah bentuk disertasi tahun 2016 di kampus UNS solo.
Tuturan yang bernilai amanah dan pesan kepada generasi Gayo ini dikumpulkan dari 4 wilayah, yakni Aceh Tengah, Lukup Serbejadi, Gayo Lues, dan Simpang Jernih. Ada pun sebagian amanah dan pesan tersebut, yakni;
Bentuk Amanah dan Pesan:
“Tikikdi we kam, gelah bersienumen orum
bersidoloten. Musara nanguk orum musara pelukmi kam win-ipaku. Kadang ara lebih keta bersiuweten, sediken kurang ke keta gelah besitamahen, bayakmi kam pirak
ku..enti besitipak dagun sesabe diri.. Agih si belem, genap si nge munge. Buge mugejah rum mumaruwah bange kase kite
puren”.
Maknanya:
Saudaraku sedikit kali lah jumlah kalian, saling mengerti dan saling memahamilah kalian. Bersatu dan sepadan serta sepahamlah itu yang kami harapkan, jika ada salah saling menasihatlah, jika ada
kurang saling memenuhi kerja samalah itu yang baik. Saling ma’af dan mema’afkanlah jika ada kesalahan diantara kalian.
Jangalah kalian saling mejelekan dan menjatuhkan satu sama lainnya.
Sudahlah lupakan kesalahan yang
sudah-sudah kalaupun ada, cukuplah apa yang sudah terjadi, semoga kita menjadi orang yang bermaruwah dan dihargai oleh
orang di kemudian hari.
Maksud dari muyang orang Gayo menitipkan ungkapan-ungkapan ini kepada generasi mereka (orang Gayo), yakni agar generasi mereka tidak saling terpecah belah, saling berkerja sama, saling memahami satu sama lainnya, dan saling menutupi kekekurangan satu sama lainnya serta agar saling nasihat-menasihati.
Artinya, secara garis besar intinya, mereka dahulu sangat mengharapkan generasi mereka bersatu dan saling membantu satu sama lainnya. Kalaupun, karena jika “keramat dan mupakat” Mereka yakin kita pasti kuat dan pasti disegani, ini maksud mereka terhadap generasi mereka (orang Gayo).
Ditilik dari tuturan tersebut, dapat dipastikan tuturan tersebut melingkupi 3 bentuk pesan tersirat di balik tuturan tersebut, yakni (1) amanah, (2) harapan, dan (3) nasihat. Muyang orang Gayo dulu sangat berharap generasi mereka kelak tidak saling salah menyelahkan dan selalu bersatu dalam segala kondisi dan situasi.
Amanah mereka terhadap generasinya, agar saling bahu membahu dalam melakukan sesuatu dan agar saling menutupi kekurangan dan kesalahan saudara-saudaranya. Kemudian, nasihat dari muyang Orang Gayo yang dapat diambil esensi dari tuturan tersebut adalah, jika ada kesalahan agar dapat saling mema’afkan dan saling fungsikan perasaan untuk saling merasakan, seperti dalam bentuk ungkapan lain, “gicip ku usi diri mulo, baro gicip ku usi ni jema” Yang maknanya, seandainya kita seperti ada posisi orang yang sedang dalam bencana, atau dalam kondisi sulit orang itu, apa yang kita rasakan.
Harapan, amanah dan nasihat tersebut mereka sampaikan kepada generasi mereka adalah agar generasi mereka memiliki sikap peka, jeli dan saling menghargai satu sama lainnya, sehingga bisa terbangun kebersatuan, kekompakan dan kekuatan pada generasi mereka tersebut. Jika unsur-unsur tersebut sudah terlembaga di dalam diri indevidu setiap manusiannya, maka, kedamaian, keharmunisan, dan kenyaman serta dihargai oleh orang pasti akan dapat terwujud dengan maksimal.
Nenek muyang orang Gayo sangat menginginkan orang Gayo itu dapat bersatu padu, mupakat dan menegakan musyawarah dalam menindakan sesuatu, dan mereka sangat berharap orang Gayo itu dapat dihargai orang sampai akhir jaman. Semoga kajian sederhana ini dapat bermanfaat.
*Penulis adalah Kepala Bidang penelitian dan pengkajian di Majelis Adat Gayo