Kesemestaan Bahasa, Daya Tuturan

oleh

Oleh : Dr. Joni MN*

Semua ucapan atau kata-kata “baik” diucapkan di lingkungan sebagai bagian dari dunia yang ada maka akan mengambil bentuk hidup, dan penerima ucapan tersebut adalah akan menjadi makhluk kebaikan, karena pendengar dan penutur memanifestasikan ucapan tersebut melalui pemaknaan berdasarkan wahyu yang benar.

Pikiran seseorang sebenarnya dapat memengaruhi orang lain hal ini berdasarkan atas getaran atmosfer mental yang dihasilkan oleh pikiran-pikiran ini dan jika kita rasa-rasakan hal ini dapat dideteksi oleh pernapasan.

Efek dari getaran atas “ucapan yang dituturkan” menyebabkan geteran pendengaran dan diteruskan ke otak serta perasaan si penutur dan pendengar.

Hal ini mengambil formasi pemaknaan yang indah, jika ucapannya yang menggetarkan juga indah, namun jika ucapan yang keluar dari mulut seseorang kasar dan keras serta ucapan-ucapannya juga kotor, maka, getaran yang membangkitkan perasaan juga pemikiran adalah ibarat kristal yang memenuhi otak dan rasa yang panas di dalam diri si pendengar tersebut.

Kata-kata atau ucapan-ucapan yang indah seperti yang sering kita dengar dan kita rasakan ketika ucapan-ucapan baik yang keluar dari mulut orang yang bijak dan arif , kita bisa merasakan ketenangan dan kebaikan, sehingga dapat membentuk gambar-gambar indah dalam pikiran dan jiwa juga perasaan si pendengar (peserta tutur).

Tetapi, jika ucapan atau kata-kata yang diungkapan untuk diperdengarkan adalah kata-kata kasar lebih-lebih tidak dalam bentuk desain yang indah, maka, hal yang terjadi adalah sesuatu yang akan menggambarkan bentuk-bentuk kesemerautan, serampangan, bahkan aneh, dapat mengganggu ketenagan jiwa serta merusak kejernihan pikiran si pendengar. Hal semacam ini akan dapat memengaruhi pengambilan posisi untuk pemungsian mata dan telinga kita, juga akan mengarah kepada ketidak baikan atau lebih kepada kesemerautan berpikir dan berbicara.

Saat ini di media sosial sering kita membaca pemilik akun memengaruhi para mitranya (si pembaca) dengan menulis status berbentuk Merangsang emosional pembacanya dengan tujuan untuk mengikuti ide pokok si penulis status tersebut. Si pemilik status tersebut bertujuan untuk mencari self safety atas kondisi yang ada. Hal ini data dilihat dari dieksis yang ia gunakan dalam status tersebut.

Selanjutnya, tidak jarang para pakar-pakar ilmuwan menggunakan media sosial untuk memengaruhi orang lain dalam mencari populeritas, dan pendukung tentu dengan menggunakan dieksis yang dapat membuat getaran kristal pemikiran dan perasaan si mitra tutur (para pembacanya).

Ini semua berdasarkan kata-kata atau ucapan-ucapan yang kita ungkapkan. Jadi, betapa pentingnya pemilihan ucapan-ucapan atau kata-kata itu ketika kita berbicara dan ketika member informasi kepada mitra tutur (peserta tutur), baik verbal face to face atau melalui tulisan pada media sosial.

Shirley Blackwell Lawrence Msc.D, (2001: 30) dalam bukunya yang berjudul “The Hidden Meaning of Numbers and Letters”. Yang diterbitkan oleh The Career Press, Inc., 3 Tice Road, PO Box 687. Franklin Lakes, NJ 07417: Canada, beliau berpendapat bahwa; “The words of a wise man’s mouth are gracious; but the lips of a fool will ruin him” lebih kurang maknanya adalah ‘ungkapan yang keluar dari mulut orang bijak itu anggun; tetapi ungkapan yang keluar melalui bibir orang bodoh akan dapat menghancurkan’.

Artinya, jika kita mendengar orang arif berkata-kata, maka rasanya sangat meneduhkan hati dan perasaan, juga ketenangan pikiran namun jika ungkapan keluar dari mulut seorang yang tidak baik, yakni kasar, niatnya dan hatinya ingin merusak kondisi dan perasaan orang lain dan lainnya, ini sangat memengaruhi kondisi perasaan kita dan alam pikiran kita yang mendengarkan. Sering hati kita juga tidak merasa nyaman dengan mendengar pernyataan-pernyataannya tersebut.

Pemilihan ungkapan atau kata-kata yang hendak digunakan di dalam bertindak tutur atau ketika hendak berkomunikasi ini tidak terlepas dari kondisi dan suasana hati si penutur itu sendiri, jika suasana pikiran dan hatinya rusak, maka kata-kata atau ungkapan yang digunakan pun dalam tuturannya tidak baik alias yang kasar-kasar tidak jarang dieksis yang digunakannya sering membuat peserta tutur lainnya tidak nyaman.

*Penulis adalah Kepala Bidang penelitian dan pengkajian di Majelis Adat Gayo

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.