Oleh : Husaini Muzakir Algayoni*
Setelah mengetahui definisi aqidah secara etimologi dan terminologi serta hal paling urgen dalam aqidah yaitu mengucapkan kalimat syahadat dalam Ngaji Ramadhan I, selanjutnya dalam tulisan ini akan diuraikan dalil tentang aqidah.
Orang skeptis atau ingin mengetahui lebih jauh sering kali bertanya tentang dalil atau bukti untuk membuatnya keluar dari skeptis atau membuat lebih percaya terhadap apa yang disampaikan. Karena itu, tema aqidah ini perlu kiranya penulis sampaikan untuk lebih meyakinkan dan memperkuat aqidah.
Dalil berasal dari kata dalla-yadullu-dalilan yang berarti memberi bukti atau petunjuk. Petunjuk diberikan biasanya terhadap hal-hal baru yang belum diketahui sebelumnya, atau untuk membuktikan kebenaran sesuatu yang diyakini agar orang lain dapat meyakininya atau sebagai tata cara yang dapat diikuti orang lain.
Adapun dalil yang penulis uraikan dalam tulisan ini adalah surat al-Fatihah yang merupakan inti utama dalam aqidah Islam dan surat al-Ikhlash tentang pemurnian aqidah atau dilarang melakukan perbuatan syirik.
Surat al-Fatihah
“1. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. 2. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. 3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. 4. Yang menguasai hari pembalasan. 5. Hanya kepada Engkau-lah kami menyembah dan hanya kepada Engkau-lah kami memohon pertolongan. 6. Tunjukilah kami jalan yang lurus, 7. (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.”
Surat al-Fatihah merupakan inti utama dalam aqidah Islam karena memuat pokok-pokok keyakinan dalam beribadah dan meminta pertolongan kepada Allah Swt, karena tujuan manusia diciptakan semata-mata beribadah kepada Allah, selain beribadah; juga sebagai khalifah (pemimpin) di muka bumi ini.
Karena itu, surat al-Fatihah dalam urutan surat dalam Alquran terletak diurutan pertama sebagai surat pembuka yang dinamakan dengan ulumul quran. Surat al-Fatihah turun di Mekah dan menjadi pembuka bacaan dalam shalat, al-Fatihah juga bernama ulumul quran, ulumul kitab, assab’ul matsani dan al-quranul adhim.
al-Fatihah menjadi fondasi Islam, yang diperinci dalam Alquran yang memuat dasar-dasar iman, ibadah dan amal. Tiga ayat pertama membicarakan keyakinan kepada Allah dan sifat-sifat-Nya. Dua ayat berikutnya membicarakan ibadah kepada Allah dan dua ayat terakhir membicarakan aspek praktik perilaku seorang muslim.
Tiga bagian surat ini berkaitan satu sama lain. Ketika seorang muslim beriman kepada Allah dengan menyadari dan penuh syukur beribadah kepada Allah. Maka seorang muslim harus mematuhi perintah-perintah Allah dan mendisiplinkan kehidupannya. Sifat inklusif (keterbukaan) surat al-Fatihah dicatat oleh Ibnu Ajibah yang menunjukkan bahwa surat ini mencakup jenis-jenis pengetahuan yang berbeda-beda.
Surat al-Fatihah berbicara tentang teologi (ketuhanan) dalam dua ayat pertama, informasi tentang akhirat terdapat dalam ayat keempat, ibadah dan kepasrahan termuat dalam ayat kelima, dan sejarah dan ajaran yang diambil dari kaum-kaum terdahulu disebutkan dalam ayat ketujuh. Dari penjelasan tersebut surat al-Fatihah dapat diketahui bahwa surat ini mengandung secara universal isi dari Alquran.
Surat al-Ikhlash
“1. Katakanlah, “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, 2. Allah tempat meminta segala sesuatu. 3. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, 4. dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan Dia.”
Ayat Alquran yang menerangkan tentang pemurnian aqidah atau dilarang melakukan perbuatan syirik adalah surat al-Ikhlash, dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa; kaum musyrikin meminta penjelasan tentang sifat-sifat Allah Swt kepada Rasulullah Saw dengan berkata “Jelaskan kepada kami sifat-sifat Rabb-mu.” Surat al-Ikhlash turun dengan peristiwa tersebut, sebagai tuntunan untuk menjawab permintaan kaum musyrikin.
Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, al-Hakim dan Ibnu Khuzaimah, dari Abul ‘Aliyah yang bersumber dari Ubay bin Ka’b. Diriwayatkan pula oleh Thabarani dan Ibnu Jarir, yang bersumber dari Jabir bin Abdillah. Riwayat tersebut dijadikan dalil bahwa surat ini Makkiyah.
Surat al-Ikhlash jawaban atas pertanyaan kaum musyrikin, ingin mengetahui sifat-sifat Allah dan menampakkan bahwa Allah adalah dzat yang wujud dengan sendirinya, Maha Awal tiada bermula dan Maha Akhir yang tiada berkesudahan
“Dialah Allah Yang Maha Esa” adalah aqidah bagi hati, penafsiran bagi wujud semesta dan manhaj bagi kehidupan. Karena itu, surat ini mengandung garis-garis pokok yang sangat luas mengenai hakikat Islam yang benar.
Lafal ini adalah lafal yang lebih halus dan lebih lembut daripada kata ahad karena menyandarkan kepada makna wahid bahwa tidak ada sesuatu pun selain Dia, bersama Dia dan bahwa tidak ada sesuatu pun yang sama dengan-Nya.
Makna Allahus-samad bahwa Allah adalah Tuan (majikan) yang tidak ada tuan (majikan) yang sebenarnya selain Dia. Allah Swt adalah Maha Esa di dalam uluhiyyah-Nya dan segala sesuatu adalah hamba bagi-Nya. Hanya Dialah satu-satunya yang dituju untuk memenuhi segala kebutuhan makhluk.
Dari surat al-Ikhlas dapat diyakini bahwa Allah memang ahad dan tidak ada perbandingan yang setara dengan Allah karena satu-satunya tujuan manusia hanyalah semata-mata beribadah kepada Allah.
“Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.” Maka, hakikat Allah adalah tetap, abadi dan azali. Dia tidak berubah-ubah menyesuaikan dengan situasi dan kondisi. Sifatnya adalah sempurna dan mutlak dalam semua keadaan.
Kelahiran adalah suatu kemunculan dan pengembangan, wujud tambahan setelah kekurangan atau tiada, hal demikian mustahil bagi Allah. Karena itu, sifat ahad mengandung penafian terhadap orang tua dan anak yaitu Allah itu tidak ada orang tua dan tidak beranak.
“Dan tidak seorang pun yang setara dengan Dia.” Yaitu tidak ada yang sebanding dan setara dengan Dia, baik dalam hal hakikat wujudnya maupun dalam hakikat efektivitasnya dan juga dalam sifat dzatiyah manapun, ini juga merupakan aktualisasi bahwa Dia adalah Ahad Maha Esa.
Dari penjelasan di atas surat al-Ikhlash berarti pemurnian atau memurnikan, surat ini dinamakan dengan al-Ikhlash karena ada dua hal yang memerlukan pemurnian, yaitu pemurnian subyek (pemurnian pemikiran manusia dari hal-hal negatif yang menyelimuti dalam persepsinya terhadap Tuhan Yang Maha Esa) dan pemurnian obyek (pemurnian Tuhan dari segala kesalahan pemikiran manusia tentang Tuhan).
Adapun kata ikhlash sendiri berasal dari kata kerja (khalusha) yang berarti menjadi jernih atau murni. Dari asal kata tersebut, kata (khulashah) yang artinya inti, inti pembicaraan umpamanya yaitu yang pokok atau tidak ada lagi uraian-uraian tambahan.
Dari ketiga asal huruf tadi berkembang menjadi kata ikhlash. Dari kedua dalil yang diuraikan di atas, surat al-Fatihah yang merupakan inti utama dalam aqidah Islam dan mengandung secara universal isi dari Alquran. Sementara surat al-Ikhlash tentang pemurnian aqidah bisa memperkokoh aqidah kita sehingga tidak mudah didangkalkan oleh orang-orang tertentu. Semoga!
Bahan Bacaan:
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahannya.
Abdul Latif Fakih. Deklarasi Tauhid: Sebuah Akidah Pembebasan Sisik-Melik Surah Al-Ikhlas. Tangerang Selatan. Inbook, 2011.
Munawar Sjadzali. Ensiklopedi Alquran: Dunia Islam Modern. Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 2002.
Salahudin A. Nefeilye dan Salesh Saleh. Rahasia Keajaiban al-Fatihah dan Ayat Kursi. Yogyakarta: Locus, 2015.
Salim Bahresi dan Said Bahresi. Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir. Jilid III. Surabaya: Bina Ilmu, 1990.
Shaleh dan Dahlan. Asbabun Nuzul: Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat Alquran. Bandung: Diponegoro, 2009.
Sayyid Quthb. Tafsir Fi Zhilalil Quran: Di Bawah Naungan Alquran. Jilid 12. Terjemahan As’ad Yasin., dkk. Jakarta: Gema Insani Press, 2001.
*Penulis, Kolumnis LintasGAYO.co. Mahasiswa Prodi Ilmu Agama Islam (Konsentrasi Pemikiran Dalam Islam) Program Pascasarjana UIN Ar-Raniry Banda Aceh.