Oleh : Fauzan Azima*
Dahulu di Aceh, 15 tahun yang lalu, koridor satwa sangat mudah ditemukan. Tidak jauh dari kampung yang berbatas dengan hutan, kita dengan mudah bisa langsung menuju jalan lalu lalangnya para makhluk hutan.
Hutan rimba Aceh Tengah dan Bener Meriah merupakan lintasan satwa utama. Kita bisa menebak dengan mudah dari pematang dan lembah ini menuju ke ke wilayah lain. Tanpa harus khawatir tersesat.
Sekarang kenyataan itu sudah terbalik. Perlu waktu berjam-jam untuk mencapai gerbang koridor satwa. Hutan rimba di pinggir jalan sudah dirambah berkilo-kilo meter sampai ke dalam. Pembukaan jalan, perkebunan, pertambangan dan ilegal loging adalah penyebab terbesar rusaknya jalan lalu lalang satwa kita.
Satu pohon yang besar di tebang di jalan satwa menyebabkan daerah tersebut tidak dilaluinya lagi. Dengan sendirinya jalur itu terputus dan akan menjadi semak belukar. Sehingga priodesasi lintasan satwa akan bergeser. Itulah penyebab dari konflik satwa-manusia.
Logikanya dalam konflik, siapa yang paling berakal budi, merekalah yang salah. Demikian juga konflik antara satwa-manusia, tetap saja manusia yang salah. Dalam hal pembangunan jalan yang menembus hutan rimba misalnya, akal budi manusia bisa menjadi solusi terbaik untuk satwa maupun manusia, yakni pembangunan yang berdasar green infrastructure.
Fikirkan dan kumpulkan para ahli dari seluruh dunia membahas dan melaksanakan pekerjaan tersebut. Perlu ongkos mahal memang, tetapi walau lambat penyelesaiannya kita tidak pernah disalahkan oleh anak cucu kita kelak.
Di samping itu, pemerintah jangan pernah lagi memberikan konsesi terlalu luas kepada coorparate, yang akibatnya tidak saja menyebabkan konflik manusia satwa, tetapi juga konflik manusia sesama manusia.
Mengingat kondisi hutan Aceh yang terancam punah, pemerintah segera melakukan penataaan kelembagaan dengan membentuk Badan Konservasi Aceh.
Kalau tidak segera melakukan tindakan revolusioner dari sekarang terhadap satwa dan hutan rimba kita, maka kelak tidak mustahil Aceh menjadi gurun pasir; kekurangan air, tandus, banyak penyakit dan kelaparan akan terjadi di Bumi Iskandar Muda.
(Mendale, 25 April 2020)