Catatan : Muhammad Nasril*
Dua tahun yang lalu, itu terakhir kalinya kami bertegur sapa bertanya soal kabar. Itupun hanya sesekali melalui sosial media pesan facebook. Setelah menyelesaikan pendidikan, kami kembali ke negara masing-masing. Saya balik ke Aceh, dan mereka (sahabat saya) kembali ke India.
Sudah hampir belasan tahun. Lama tidak berkomunikasi dengan para sahabat ini. Ada rasa rindu yang tiba-tiba membuncah, mengingat tentang mereka saat kami masih sama-sama berjuang dulu.
Saat menimba ilmu di Al Azhar Cairo dulu ada tujuh sahabat dekat saya, kami selalu bersama. Tapi, diantara mereka Muhammad Rafiq paling saya ingat. Dulu kami sering berdebat mengenai persoalan fiqih.
Jangankan kalah, seripun dia tidak pernah mau. Biasanya, Rafiq berpegang teguh dengan pemahaman Mazhab Syafi’i dan rujukan utamanya adalah kitab Tuhfah.
Telah Menjadi Penerang
Sekarang, mereka telah menjadi penerang dan muballiq di negaranya. Membawa ilmu dari negeri Seribu Menara. Namun, kondisi mereka tidak sama dengat kita. Sebagai minoritas, banyak langkah yang harus tertahan.
Mendengar tentang kondisi mencekam, pembantaian umat muslim, rumah ibadah dihancurkan, serta kekejaman lainnya dari berbagai informasi yang saya baca. Saya berusaha menghubungi seorang sahabat melalui pesan WhatsApp.
Langsung saja. Saya menanyakan kabar mereka disana. Jawabannya, sama mencekam seperti informasi yang saya baca.
Berdekatan dengan tempat mereka tinggal sangat mencekam, bahaya, brutal, bandit-bandit kejam. Mereka melakukan kekerasan dengan mengatasnamakan agama. Sudah banyak Muslim India yang meninggal dan ratusan lainnya luka-luka.
Saya hanya bisa menjawab, “sabar dan teruslah berjuang saudaraku, Allah bersama kalian, doa kami selalu disini.”
Dengan tegas dia menjawab, “Baik saudaraku, kami akan melawan, kami akan berjuang sampai kami syahid, kami tak akan meninggalkan India, doakan kami saudaraku,”* katanya.
Kemudian ia mengirim beberapa video yang ia rekam di sana. Lalu meminta video tersebut untuk disampaikan kepada sahabat-sahabatnya di Aceh. Agar, dunia tahu betapa brutalnya para bedebah itu.
***
Kekejaman itu tentu ada tokoh intelektual, ingin membasmi umat Islam di sana. Tidak mungkin para bandit itu bekerja tanpa provokator atau asbab lainnya. Tapi, tidak semua manyoritas demikian banyak juga yang ingin hidup damai dan rukun dengan saudara kita muslim disana.
Mestinya mereka malu pada leluhur mereka, aksi keji itu telah menyalahi ajaran yang dibawa pendiri dan penggerak kemerdekaan India, Mahatma Ghandi. Dimana ia sangat menghormati Islam, dan bentrok tersebut menjadi noda hitam pemeluk agama. Karena, agama apapun pasti tidak memuat ajaran yang memalukan tersebut.
Apapun alasan terjadinya konflik itu, sejatinya pemerintah India saat ini harusnya malu. Bagi Gandhi kekerasan bukan solusi dalam masalah apapun, karena kekerasan itu akan melahirkan kekerasan baru. “Jika mata dibalas dengan mata, maka semua orang akan menjadi buta.”
Untuk saudara kami di India, semoga tabah, sabar dan teruslah berjuang. Doa kami selalu semoga Allah memberikan kemenangan kepada kalian dan dihancurkan sesiapa yang memusuhi agama Islam. Limpahkanlah pertolongan, bantuan, dan kemenangan kepada mereka ya Allah.
Kawan, melihat India jangan terpesona dari balik visual yang kerap ditampilkan pada film Bollywood. Tentu tak menggambarkan kondisi ril kehidupan di negara itu.