BANDA ACEH-LintasGAYO.co : Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saifuddin merespon permintaan masyarakat Aceh yang diwakili Ikatan Alumni Timur Tengah (IKAT) Aceh dan juga yang disampaikan anggota DPR Aceh terkait permintaan agar Banda Aceh dijadikan tempat pelaksanaan tes wawancara seleksi kuliah ke Timur Tengah.
“Terimakasih masukannya, saya akan minta pejabat terkait untuk mendalami tindak lanjut usulan tersebut,” tulis Lukman Hakim Saifuddin melalui twitternya, Minggu (16/6).
Ketua IKAT Aceh, Fadhil Rahmi Lc MA bersyukur Menag telah merespon permintaan Rakyat Aceh dan IKAT akan segara mengirim permohonan tertulis kepada Menteri Agama.
“Kami sudah berkomunikasi dengan Kakanwil Kemenag Aceh, InsyaAllah besok kami ke Kanwil untuk menyerahkan surat IKAT Aceh terkait permohonan tes wawancara bagi calon mahasiswa Timur Tengah agar dilaksanakan di Banda Aceh,” ujar Ketua IKAT Aceh, H. Fadhil Rahmi, Lc.
Fadhil menjelaskan bahwa hari ini, Minggu, 16 Juni 2019, telah dilaksanakan tes online (CAT) untuk calon mahasiswa Indonesia ke Mesir, Sudan, dan Maroko oleh Kemenag RI di UIN Ar-Raniry.
Sebanyak 316 putra-putri Aceh hari ini berjuang untuk bisa menuntut ilmu di negeri Arab. Namun usia mengikuti tes pada hari ini para calon mahasiswa mengeluh dengan tahapan tes berikutnya yang harus ke Jakarta.
“Wawancara tatap muka akan dilaksanakan di Jakarta, Ini merupakan kebijakan yang sangat memberatkan bagi putra putri Aceh dan tidak logis dengan memperhatikan luas geografis Negara Republik Indonesia. Akan sangat mahal dan berat biayanya bagi warga negara Indonesia yang berada di ujung Barat dan ujung Timur Indonesia untuk datang ke Jakarta. Sementara mereka belum dipastikan akan lulus, dan bisa kuliah di Universitas Al-Azhar,” kata Fadhil.
“Terkait dengan status Aceh sebagai satu-satunya provinsi di Indonesia yang menerapkan Syariat Islam maka selayaknya Aceh mendapat kuota khusus dari Kemenag RI agar lebih banyak putra-putri Aceh yang berkesempatan belajar Syariat Islam langsung pada sumbernya di Timur Tengah. Baik itu kuota beasiswa dan non-beasiswa,” tambah Fadhil.
Selain itu ia mengatakan IKAT Aceh juga meminta Kemenag untuk meninjau kembali beberapa kebijakan baru Kementerian Agama tentang ujian seleksi calon mahasiswa dari Indonesia ke Timur Tengah, seperti membatasi jumlah mahasiswa yang lulus hanya 750 orang saja pada tahun ini (2019). Dari 750 tersebut, yang beasiswa 150 dan nonbeasiswa 600.
Sementara Universitas Al-Azhar, Mesir, tidak pernah membatasi jumlah mahasiswa pada setiap tahunnya. Kebijakan Kemenag ini telah menutup kesempatan bagi putra putri terbaik Indonesia yang ingin menimba ilmu di Universitas Islam terbesar tersebut.
“Kita sepakat dan menerima adanya seleksi untuk menjamin kualitas generasi Aceh yang dikirim keluar negeri. Namun sungguh tidak berdasar kalau harus dibatasi bagi yang non-beasiswa. Mengingat mereka studi di Mesir dengan biayanya sendiri,” lanjut Fadhil Rahmi.
Ia juga meminta Kemenag RI dalam hal seleksi calon mahasiswa ke Timur Tengah agar koordinasi dengan Organisasi Internsional Alumni Al-Azhar (OIAA) kantor Indonesia. Dimana OIAA menjadi fasilitator utama, sekaligus menjadi mitra Kemenang RI pengiriman putra putri Indonesia untuk belajar di Al-Azhar. [SP]