Oleh : Dr. Joni, MN, M.Pd.B.I
Fenomena Dasar
Gaes ialah kata bahasa Inggris, yakni Guys (Guy). Guys merupakan kata ganti orang ke dua (jamak) dan juga kata sapaan. Guys (Apaarti.com, berdasarkan KBBI dan berbagai sumber: Dirangkum pada hari Jumat 29 Maret 2019) yang menyatakan kata ini berasal dari bahasa inggris yang berarti ‘kalian’, ‘kalian semua’ atau ‘teman teman’.
Gaes adalah kata gaul yang bersumber dari Inggris yaitu Guys. Kata ini juga sangat populer digunakan oleh orang Indonesia sebagai (dieksis persona) yakni kata ganti orang kedua (jamak) dan juga sebagai kata sapaan (greetings).
Kata ini menjamur dalam bahasa pergaulan, mulai dari obrolan sehari-hari sampai salam pembuka tayangan YouTube, ketika anak muda menegur followers-nya, menegur seseorang di jalan, di cafe, warung kopi bahkan juga terjadi ketika berada di kebun dan tempat-tempat lainnya.
Kata dalam bahasa Inggris ini dianggap sebagai sapaan yang keren digunakan oleh anak muda era 4.0 ini, baik untuk lelaki maupun perempuan. Dalam penerjemahan sederhana, kata “Guys” memang bisa diartikan sebagai teman-teman.
Menilik kata Guys mulanya berasal dari sosok pria yang bernama Guy Fawkes. Pria ini adalah seorang ekstremis Inggris yang dihukum mati karena hendak meledakkan gedung parlemen pada tahun 1605 (sumber: Shelbi Asrianti/ Red: Karta Raharja Ucu. Judul: kar: Hindari Kata “Guys” dalam Pergaulan; Uploaded, Sabtu 25 Aug 2018 13:48 WIB).
Berdasarkan kasus tersebut selanjutnya Shelbi menyimpulkan bahwa kata Guy adalah seseorang yang memiliki penampilan aneh, (terutama) soal referensi berpakaian dan menimbulkan ketakutan.
Entah bagaimana, pergeseran bahasa selama berabad-abad mengubah makna Guys menjadi teman-teman (bentuk jamak). Di sisi lain pakar komunikasi bisnis yang bernama Barbara Pachter menyatakan bahwa penggunaan kata Guys kurang pantas/ kurang layak digunakan dalam dunia kerja.
Dibalik ucapan yang terkesan keren bagi generasi Era 4.0 saat ini, ternyata banyak para pakar bahasa inggris justru malah menyarankan untuk menghindari penggunaan kata tersebut.
Hal ini dapat di baca pada ulasan majalah The Atlantic yang mengeksplorasi lebih jauh menjelaskan bahwa sesungguhnya kata tersebut tidak netral gender dan kemudian kata ini kerap dianggap sebagai simbol pengecualian.
Dalam penerjemahan sederhana memang jelas makna seperti yang telah dijelaskan seperti yang di atas, yakni diartikan sebagai ‘teman-teman’. Penulis Joe Pinsker menyoroti bahwa penggunaan kata ini sebenarnya merupakan ketidakadilan berbahasa atau bertindak tutur.
Pembahasan
Menilik penjelasan di atas bahwa dalam konteks ini Pinsker menyoroti kata Guys dalam bahasa inggris masuk dalam kategori memanggil kelompok campuran dan gender campuran. Kasus yang semacam ini yang masuk pada diri pribadi manusia dan menjadikan diri pribadi manusia yang dapat disebut dengan istilah sifat Insecure.
Sifat Insecure merupakan sifat buruk manusia yang harus ditinggalkan, karena akan berakibat menjadikan seseorang berubah dari kondisi sebenarnya, menjadi sedih, takut, cemas, dan dapat menjadikan seseorang kurang percaya diri yang berlebihan, sehingga dapat menggiring manusia tersebut kearah putus asa, selanjutnya berdampak tidak normal, yakni melenceng dari hakikat diri peribadi manusia yang sebenarnya. Oleh karenanyalah Islam melarang untuk menggunakan sesuatu yang belum diketahui, misalnya julukan dan perkataan yang dapat melemahkan diri seseorang.
Hal ini dapat berdampak melembaga kepada diri seseorang karena seringnya digunakan. Penggunaan kata-kata yang tidak senonoh akan dapat menjadi sipat melekat pada seseorang atau satu kelompok menjadi seperti apa yang sering dia ungkapan. Larangan penggunaan tersebut seperti yang dipaparkan melalui pendekatan-pendekatan konsef sebagai berikut;
Dalam Konsep Islam
Dalam konteks Islam mengajarkan bahwa agar berhati-hati ketika menggunakan sapaan, julukan, dan pemilihan kata ketika hendak bertutur kata dengan orang lain.
Hati-hati di sini maksudnya adalah agar bentuk sapaan, kata-kata dan julukan yang digunakan harus diilmui dan diketahui terlebih dahulu agar tidak membuat orang lain rusak keperibadiannya dan tidak melukai hati atau perasaan orang, seperti yang dinyatakan oleh Pachter dan Pinsker di atas (penggunaan; Guy/ Guys) dalam tulisan dan tuturan istilah gaulnya ‘Gaes’.
Ditilik berdasarkan ajaran Islam yang terdapat dalam hadits dan kandungan Al-qur’an menyatakan bahwa jangan kamu memberi gelar yang jelek atau belum jelas kepada orang lain baik yang dikenal atau pun yang belum kenal, perkataan ini ditegaskan oleh Allah SWT dalam (QS: Al-Hujurat: ayat 11-13), intinya ayat ini menganjurkan untuk menjaga kehormatan dan saling menghargai orang lain. Artinya, setiap mahluk Allah dianjurkan untuk saling menghargai dan jangan menggunakan julukan atau panggilan yang salah sehingga dapat membuat penjatuhan harga diri seseorang dan sejenisnya.
Hal ini diharapkan bagi si penutur untuk berhati-hati dalam memilih kata-kata yang hendak digunakan, apalagi bentuk sapaan dan panggilan kepada seseorang atau pun untuk kelompok.
Selanjutnya, dikuatkan dengan hadis, yakni “Man Tasyabaha Qaum Fahuwa Minhum” yang maknanya ialah ‘siapa yang menyerupai kelompok tertentu maka dia termasuk bagian dari mereka (kelompok/ golongan tersebut)’.
Dalam Kajian Pragmatik
Guys merupakan bentuk kata yang melahirkan julukan dan jenis kata ‘Lokusi’, dibandingkan dengan kata Prank ini merupakan bentuk kata yang menghasilkan tindakan terhadap orang lain, yakni jenis ‘Perlokusi’. Kata Guys (gaes) ini sama saja seperti kata Prank perbedaannya hanya pada kerja dari kata-kata tersebut. Sedangkan Guys merupakan bentuk kata sapaan masuk kedalam kategori jenis kata lokusi (Yule, 2006: 85), yang digunakan sebagai menyapa orang lain yang sedang berhadapan baik secara langsung, tidak langsung atau pun FB/ medsos.
Sedangkan prank merupakan bentuk kata tindakkan masuk ke dalam kategori ilokusi, hal ini seperti yang dijelaskan oleh (Leech, 1993: 316).
Baca : Penggunaan Kata “Prank” Menurut Ajaran Islam dan Norma Adat Gayo
Dalam konteks deikis persona (Yule, 2006: 13) pemilihan kata-kata yang hendak digunakan sangat penting dan harus sesuai dengan fesility atau kondisi kewajarannya. Artinya, kita berbicara apa, kepada siapa, di mana, serta kita harus berbicara bagaiamana, ini yang harus dipahami. Tentu dari hal tersebut kembali kepada latar belakang siapa kepada siapa orang tersebut berbicara dan dalam konteks tradisi adat dan budaya yang bagaimana mereka berinteraksi.
Kondisi kewajaran akan dapat mempengaruhi baik atau tidaknya dan sopan atau tidaknya serta bernilai atau tidaknya seseorang tersebut di mata mitra tuturnya.
Ditilik berdasarkan kajian ini, maka penggunaan kata Guys (Gaes) tidaklah wajar atau tidaklah layak digunakan dalam kondisi masyarakat yang memiliki adat dan budaya yang kuat dan kehidupan masyarakatnya merujuk kepada konsep norma dan nilai budaya yang diyakini mereka.
Hal ini seperti yang terdapat pada konteks suku Gayo yang meyakini bahwa Edet Orum Agama lagu Zet Orum Sipet atau adat dan agama kedekatannya seperti Zat dengan Sipat, artinya tidak ada sifat yang tidak memiliki zat dan tidak ada zat yang tidak memiliki sifat, artinya tidak dapat saling terpisahkan satu sama lain.
Terkait layak, tidak layak, wajar dan tidak wajarnya penggunaan kata Gaes ditinjau berdasarkan politeness principle (prinsip sopan santun), falicity condition (kondisi kewajaran) dan perspektif cooperative principle (prinsip kerja sama) jelas penggunaan kata-kata Guys dan Prank ini berimplikasi kepada nilai etika tidak wajar dan tidak layak untuk digunakan oleh masyarakat yang memiliki adat yang kuat, karena hal ini dapat menyalahi ketiga prinsip tersebut, jika ditinjau melalui kajian adat kegayoan yang hakiki, yakni melekat pada prinsip manusia budaya, dan mengekspresikan tindakan-tindakan, seperti (1) Singket (singkat); (2) Pedet (padat); (3) Muwet (berkembang); dan (4) Mu-edet (beradat).
Dalam Nilai Adat Gayo
Untuk penyebutan pemanggilan yang difungsikan dalam bentuk sapaan baik secara lisan atau pun tulisan orang Gayo sebenarnya memiliki cara yang sopan dan santun, lebih-lebih di dalam konteks ranah dunia publik (medsos), karena saat ini dalam medsos tersebut sudah bercampur anak, bapak, ibu, kakak, abang dan seterusnya, kondisi semacam ini tidak dapat dihindari pada jaman 4.0 saat ini. Oleh sebab itu adat Gayo agar tidak terjadi perusakan status social dan hubungan sosial, pada suku Gayo dikenal dengan penggunaan “Tutur” atau pemanggilan yang disesuaikan dengan dasar strata sosial.
Intinya, kata Guys masuk ke dalam jenis kata yang tidak wajar, tidak layak dan tidak cocok digunakan oleh masyarakat yang beradat dan beradab, lebih-lebih masyarakat akademis.
Masyarakat Gayo dikenal dengan anjuran “amat mu tubuh pangan murasa” maksudnya ialah ketahuilah sesuatu yang hendak digunakan itu dengan sesaksama dan adanya fakta (dikaji terlebih dahulu) selanjutnya rasakanlah sesuatu itu sebelum dikerjakan/ dituturkan kepada mitra tutur. Selanjutnya, hasil bincang-bincang dengan para tokoh masyarakat dan tokoh adat Gayo, mereka mengatakan kata “Gaes” digunakan sebagai istilah untuk sebutan di Gayo yang maksudnya merujuk kepada ‘ate ni kisu, sosop ni tume’, atau ‘hatinya kutu anjing/ kutu kucing dan/ atau parunya hewan sejenis tinggi’.
Organ hewan tersebut dapat menimbulkan penyakit, apabila sempat termakan. Menilik maksud dan makna dari kata ‘Gaes’ yang sedang booming saat ini, maka dapat disamakan dengan istilah yang pernah digunakan oleh masyarakat Gayo dahulu, yakni “Gies”.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas di Gayo ada amanah generasi dari para leluhur/ moyang orang Gayo dahulu, yakni “enti tunug tanyor ni si kaya kin tanyor ni si gemade” maksud dari tuturan ini adalah ‘jangan mengikuti kebiasaan orang lain dijadikan menjadi kebiasaan kita’ artinya belum tentu apa yang biasa dikerjakan orang lain dapat kita lakukan, intinya jadilah diri sendiri dan harus percaya diri dengan kemampuan yang ada di dalam diri sendiri.
Setiap melakukan apapun yang hendak dilakukan harus didasari adanya pengetahuan agar tidak terjadi hilangnya percaya diri dan agar tidak merugikan orang lain.
Hal ini diwujudkan dengan nasihat moyang suku Gayo dengan ungkapan “Remalan Bertungket Peri Berabun” artinya bertindaklah dengan berilmu (tongkat = ilmu) dan ketika berbicara tidak boleh blak-blakan agar tidak terjadi melukai perasaan dan hati orang lain.
Selanjutnya, tujuan dari ungkapan-ungkapan atau perkataan ini adalah bertindaklah dengan baik, yakni dengan tidak merusak orang lain.
Simpulan
Penggunaan kata guys dampaknya sama saja seperti istilah gies (Gayo) yang mana hal ini dapat menjadi penyakit. Kata ini kurang cocok digunakan dalam dunia kerja karena penggunaan kata ini dapat melencengkan hakikat dari keaslian diri dan hakiki keperibadian manusia itu sendiri.
Kata ini tergolong kata yang bersifat ‘Perlokusi’ yakni menghasilkan suatu tindakan yang merusak kodrat manusia itu sendiri. Selanjutnya, kata ini juga dapat menggiring manusia tersebut kearah yang tidak normal.
Dijelaskan di dalam hadis dan ayat bahwa janganlah memberi gelar yang jelek atau sesuatu yang belum jelas kepada orang lain baik kepada yang sudah dikenal atau pun kepada orang yang belum dikenal, karena siapa yang menyerupai kelompok tertentu maka dia akan termasuk kedalam kelompok tersebut.
Pemilihan kata-kata ketika di dalam berkomunikasi baik lisan maupun dalam bentuk tulisan dengan maksud sebagai pengganti yang bertujuan untuk mengistilahkan dianjurkan agar dapat berhati-hati karena hal ini akan dapat merugikanatau merusak citra orang lain. Kemudian, yang paling prioritas harus dijaga tentang penggunaan atau pemilihan kata-kata (dieksis) dalam setiap interaksi agar hati, perasaan dan sifat seseorang tidak menjadi rusak adalah dengan memahami kondisi felisitas atau kondisi kewajaran, prinsip kerja sama dan perinsip kesopan-santunan.
Hal ini seperti penggunaan “Tutur” (panggilan dan sebutan berdasarkan strata sosial) pada masyarakat suku Gayo, yakni ada kondisi kewajarannya tidak hanya sekedar memanggil atau menyebut seseorang, tetapi di balik itu sebutan tersebut memiliki garis hirarki atau pertalian darah dan harus ada sebab musababnya.
*Pemerhati Budaya Gayo, Dosen STAIN Gajah Putih