Helen Keller; Perempuan Buta dan Tuli yang Menaklukkan Dunia

oleh

Resiator Buku    : Husaini Muzakir Algayoni

Judul Buku    : Aku dan Duniaku

Judul Asli    : The World I Live In

Karya        : Helen Keller

Penerjemah    : Dita Sylvana

Penerbit    : Dolphin

Tempat Terbit    : Jakarta

Tahun Terbit    : 2014

Jumlah Halaman: 186

Banyak orang memiliki mata yang sempurna, tetapi ternyata buta mata hatinya. Banyak orang memiliki pendengaran sempurna, tetapi ternyata tuli perasaannya. Banyak orang bisa melihat dan mendengar dengan sempurna, tetapi ternyata tidak mempunyai perasaan dan pikiran.

Berbeda halnya dengan Helen Keller; ia seorang buta dan tuli namun ia mempunyai perasaan dan pikiran. Sebagaimana yang ia ucapkan “Jauh lebih baik berlayar selamanya di malam kebutaan, tetapi mempunyai perasaan dan pikiran, daripada hanya berpuas diri dengan kemampuan untuk melihat semata.”

Dengan kalimat singkat tersebut seolah-olah Helen menampar dengan lembut dan mengajarkan pada semua orang yang bisa melihat dan mendengar dengan sempurna agar mempunyai perasaan dan pikiran dalam kehidupan.

Siapakah Helen Keller? Inilah yang resiator kupas dalam tulisan singkat ini dari buku The World I Live In yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Aku dan Duniaku.

Helen adalah seorang perempuan buta dan tuli yang menaklukkan dunia, lahir pada tanggal 27 Juni 1880 di Tuscumbia, Amerika Serikat. Helen lahir seperti kebanyakan bayi lainnya, dapat melihat dan mendengar. Tiba-tiba sebuah penyakit menyerangnya saat ia berusia 19 bulan, membuat indra penglihatan dan pendengarannya tidak berfungsi selamanya.

Walaupun dalam keadaan buta dan tuli, pada tahun 1900 Helen menjadi mahasiswa buta-tuli pertama di Radcliffe College. Pada tahun 1903, ia menulis buku The Story of My Life (Kisah Hidupku) yang disambut luar biasa oleh masyarakat dunia dan diterjemahkan lebih dari 50 bahasa.

Pada tahun 1904, ia berhasil meraih gelar diploma, sesuatu yang belum pernah diraih oleh orang seperti dirinya sehingga pada tahun 1913 ia berpidato di depan publik di Montclair, New Jersey.

Dari sinilah karirnya sebagai pembicara publik selama puluhan tahun, hingga perjalanan hidupnya difilmkan pada tahun 1955. Helen adalah ikon yang nyaris tak tergantikan bagi penderita cacat tubuh yang berhasil melampaui batasan-batasan raga, ia bagaikan cermin bening untuk mengaca dan berintrospeksi dan ia adalah salah satu tokoh dunia besar yang mungkin tidak banyak diketahui orang.

Kala organ mata dan telinganya berhenti berfungsi, ia pun mengoptimalkan fungsi indra peraba, penciuman dan pengecapnya. Bisa dikatakan ia belajar “melihat” dan “mendengar” dengan bantuan tangan, hidung dan lidahnya.

Kepekaannya semakin terasah, hingga ia memiliki pikiran-pikiran yang sering kali lebih bijak dibandingkan orang lain, karena penyelamannya yang sangat intens di pedalaman rasa.

Mari kita simak dan renungkan secara seksama bagaimana cara Helen melihat dan mendengar dikala ia tidak bisa melihat dan mendengar, kemudian lihat diri sendiri yang sempurna dalam hal melihat dan mendengar. Siapakah yang lebih baik dalam berperasaan dan berpikir atau kita yang sempurna sama sekali tidak memiliki perasaan dan pikiran?

Bagi Helen tangan sama artinya dengan penglihatan dan pendengaran, ketika mata batinnya terbuka terhadap keindahan, tanah sunyi pun menjadi cerah di bawah telapak kakinya, tanaman pagarnya menyemburkan dedaunan dan pohon mawarnya menebarkan aromanya yang semerbak ke mana-mana. Ia tahu bagaimana rupa pohon yang sedang bertunas dan bisa memasuki kebahagiaan cinta burung-burung yang berpasangan, inilah keajaiban daya imajinasi.

Kata Helen tanpa imajinasi, alangkah menyedihkan duniaku ini! Tamanku hanya berupa sepetak tanah sunyi berisi kayu-kayu beragam bentuk dan bau.

Kata Helen kenikmatan surgawi bisa diperoleh melalui sentuhan, karena di dalam sentuhan terdapat cinta kasih dan akal budi. Tangan bukan hanya mudah dibaca seperti wajah, tapi bahkan mengungkapkan rahasianya secara lebih terbuka tanpa disadari. Dengan tangan ia bisa membaca, ketika gurunya melatih berperang melawan kegelapan, berbekal tangan dan disiplin dan cahaya dari alfabet manual sehingga ia mengatakan bahwa “Dengan tangan kuraih dan kugenggam segala yang dapat kutemukan pada tiga dunia: fisik, intelektual dan spiritual.

Bagi seorang yang mengalami keterbatasan seperti kebutaan dan ketulian, orang beranggapan bahwa secara moral tak mempunyai hak untuk berbicara tentang keindahan, langit, pegunungan  ataupun warna. Oleh karena itu, Helen ingin menampakkan bahwa ia eksis dengan menggunakan cara berpikir filsuf Rene Descartes “Aku berpikir, maka aku ada” dengan cara ini, maka secara metafisik ia hadir.

Kemudian penciuman menurut Helen adalah hal yang paling penting, indra penciuman bagaikan penyihir sakti yang mampu membawa kita berpetualang ribuan mil jauhnya, melintasi tahun-tahun kehidupan. Dari penciuman, ia banyak belajar tentang orang-orang yang ia temui.

Ada yang berbeda antara orang buta dan orang yang bisa melihat, yang berbeda bukan pada indra akan tetapi bagaimana cara memakai indra tersebut dan pada imajinasi serta keberanian yang digunakan untuk mencari pengetahuan yang melampaui indra. Disinilah keunggulan Helen dalam memakai dunia batin yang mengalahkan orang-orang yang mengagungkan kemampuan indrawi.

Lihat saja yang dikatakan oleh Helen bahwa sebenarnya lebih sulit untuk mengajar orang pandai tentang bagaimana cara berpikir daripada mengajar orang buta untuk bisa “melihat” kemegahan air terjun.

Ia pernah bepergian dengan orang yang matanya sempurna, tetapi ia gagal melihat keindahan hutan, lautan, angkasa; tak melihat apapun di jalan-jalan kota atau di buku-buku. Kata Helen, alangkah sia-sianya penglihatannya! Maka dari itu Helen mengatakan “Jauh lebih baik berlayar selamanya di malam kebutaan, tetapi mempunyai perasaan dan pikiran, daripada hanya berpuas diri dengan kemampuan untuk melihat semata.”

Kisah unik kehidupan Helen Keller ini layak dibaca, khususnya buku yang ditulis oleh Helen sendiri dengan judul Aku dan Duniaku oleh kawula muda (pelajar, mahasiswa) sebagai motivasi sehingga tidak mudah putus asa dan menyerah dalam hidup, segala kekurangan baik dalam bentuk fisik maupun finansial tidak menyurutkan langkah  untuk bisa menembus mimpi-mimpi indah dan berwarna dalam hidup sebagaimana yang telah dilakukan oleh Helen Keller.

Buku Aku dan Duniaku diapresiasi oleh beberapa kalangan, seperti Times yang mengatakan “Kisah menakjubkan perjuangan anak manusia yang mengatasi keterbatasan fisiknya.” Yorkshire Post mengatakan “Dokumentasi tentang makna hidup terdalam, sulit dicari tandingannya dalam sejarah penulisan.” Queen “Semua orang pasti tersentuh dan terpukau oleh kesabaran, dedikasi dan kecerdasan yang ditunjukkan Helen di buku ini.”

Sementara Amazon.com mengatakan “Buku yang puitis dan inspiratif ini menawarkan wawasan-wawasan luar biasa dalam kehidupan seorang buta dan tuli.”

Semoga bermanfaat!

 

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.