Oleh: Husaini Muzakir Algayoni*
“Sofis adalah orang sombong yang merasa mengerti apa saja dan ahli dalam kemahiran berbahasa/pidato untuk melakukan maksud-maksud jahat”
Makna syahid biasanya merujuk kepada seseorang yang terbunuh ketika berjuang, mempertahankan atau membela sesuatu yang diyakininya. Dalam sejarah Islam banyak para sahabat mati syahid dalam peperangan melawan musuh Islam ketika itu sementara orang sekarang mencari gelar syahid dengan cara bom bunuh diri dan ini merupakan suatu penyelewengan ajaran agama Islam yang merupakan agama cinta damai.
Para syahid pada umumnya mempunyai prinsip dan keyakinan yang kuat terhadap apa yang diyakininya, dalam dunia ilmu pengetahuan (pemikiran filsafat) terdapat beberapa tokoh yang mati atau terbunuh karena mempertahankan ilmu dan filsafatnya. Pada zaman Yunani Kuno ada filosof Socrates (470-399 SM) penganut moral yang absolut dihukum mati dengan meminum racun, pada abad ketiga dan keempat ada tokoh sufi bernama Husein bin Mansur al-Hallaj atau dikenal dengan al-Hallaj (244-309 H) juga dihukum mati pada masa kerajaan Bani Abbas (Khalifah Mu’tasim Billah) karena ajaran tasawufnya yang bercorak falsafi dengan paham al-Hulul. Kemudian pemikir Islam kontemporer Ismail Raji al-Faruqi (1921-1986) asal Palestina mati terbunuh karena kritiknya yang keras terhadap kaum Zionis Yahudi.
Dalam tulisan edisi ini, penulis hanya membahas tentang Socrates yang hidup pada zaman Yunani Kuno karena menurut penulis pemikiran Socrates bisa kita gunakan di era zaman sekarang untuk menjadi sosok yang cinta pada kebijaksanaan. Karena di era sekarang semua orang sudah menjadi pintar yang mengerti apa saja dan dengan kepintarannya ia sombong dan mempergunakan kepintaran dijadikan komoditas untuk mencari uang, kekayaan dan kehormatan. Bahkan dengan kepintarannya ia mempunyai maksud-maksud jahat seperti mempengaruhi manusia untuk membenci kelompok lain karena tidak sepaham dengan kelompoknya.
Ada dua revolusi yang dilakukan oleh Socrates pada zaman Yunani Kuno. Pertama, merubah orientasi berpikir dari alam ke manusia. Sebagaimana kita ketahui filosof pra-Socrates seperti Thales, Pytagoras dan kawan-kawan disebut dengan filosof alam karena terfokus pada orientasi kosmos sentris yang cara berpikirnya fokus pada alam dan Socrates merubah cara berpikir dari alam ke manusia. Kedua, anti tesis orang-orang sofis atau melawan orang-orang sofis.
Melawan orang-orang sofis inilah Socrates pada akhirnya dihukum mati dengan meneguk racun yang disaksikan oleh para-para muridnya seperti Plato.
Socrates yang dijuluki dengan Gadfly of Athena ini melawan pemikiran orang sofis tentang relatif kebenaran, menurut Socrates “Tidak semua kebenaran itu relatif, ada kebenaran yang umum yang dapat dipegang oleh semua orang.
Kebenaran memang relatif tapi tidak semuanya.” Sementara orang sofis dengan argumentnya bahwa semua pengetahuan adalah relatif kebenarannya, tidak ada pengetahuan yang bersifat umum.
Ketika tidak ada kebenaran maka yang terjadi adalah kerancuan dan kekacauan; inilah yang tidak diinginkan oleh Socrates, pemikiran Socrates juga diperkuat oleh muridnya bernama Plato yang memberikan argument “Kebenaran umum memang ada dan telah ada di alam idea.” Kubu Socrates semakin kuat dan orang sofis kehabisan pengikut karena meninggalkan pemikiran relatif kebenaran kemudian orang sofis menuduh Socrates meracuni pemikiran atau merusak mental anak muda, tidak percaya pada dewa-dewa atau menolak tuhan serta dituduh dengan membuat agama baru. Inilah siasat orang-orang sofis ketika itu menuduh Socrates dengan keji hingga berujung pada kematian.
Pelajaran Penting
Zaman now banyak lahir orang-orang sofis terutama di media sosial, dengan ilmu yang dimilikinya dan merasa tahu segalanya namun dengan ilmu yang dimilikinya ia sombong dan cenderung merendahkan dan menghina orang lain yang tidak sepaham dengan dirinya. Revolusi kesadaran sombong ini perlu dihilangkan dari sikap pribadi; terutama dari penulis sendiri menuju kesadaran rendah hati.
Lebih baik kita diam jika tidak tahu dan mencari tahu yang tidak tahu dengan bertanya dan belajar/berguru bukan bertanya pada status yang ada di facebook atau hanya mencari tahu dari postingan-postingan yang dishare oleh orang lain sehingga kita terhindar dari golongan orang-orang yang suka menshare berita/informasi bohong atau berita/informasi yang ada unsur memfitnah untuk menjatuhkan orang lain.
Sebuah ungkapan kata-kata moral yang tertulis dalam buku Indonesia Mencari Demokrasi karya Mochtar Buchori, moral biasanya diungkapkan dengan “Jadilah manusia yang pinter, tetapi jangan sekali-kali berlaku keminter dan waspadalah agar tidak keblinger.” Pinter berarti pandai atau cerdas, terpelajar atau arif dan bijaksana. Keminter orang yang berlagak pandai dan pinter keblinger keliru atau tersesat oleh karena merasa pandai. Nah, kalau sofis itu orangnya pintar yang tahu segalanya namun ia sombong dan mempergunakan kepintarannya untuk melakukan kejahatan sementara orang sekarang sebagian berlagak keminter (pura-pura pintar atau berlagak pintar di media sosial) seolah-olah dia tahu padahal tidak tahu yang ia tahu hanya share berita/informasi tanpa mengetahuinya secara jelas.
Pemikiran Socrates membawa kita kepada orang yang rendah hati walaupun mempunyai ilmu pengetahuan yang banyak kita tidak menjadi orang sombong dan tidak ada niat untuk jahat seperti orang-orang sofis, dengan adanya ilmu pengetahuan mudah-mudahan kita bisa menjadi orang yang bijak atau cinta pada kebijaksanaan, sehingga tidak mudah di adu domba oleh orang lain, tidak mudah menghina dan memfitnah kelompok lain, tidak mudah percaya dengan isu-isu yang tidak jelas kalaupun ada berita/informasi kita harus memahaminya dari berbagai sudut pandang secara sistematis, mendalam dan menyeluruh.
Saat melawan orang-orang sofis yang berujung pada kematian salah satu jargon terkenal dari Socrates muncul “Aku tahu bahwa aku tidak tahu apa-apa” karena tidak mengerti apa-apa maka dia tanya, dengan tanya itu bukan mencari pengetahuan untuk dirinya tapi sedang membimbing orang untuk sadar bahwa “Dia sebenarnya sama tidak tahunya.”
*Penulis Kolumnis LintasGAYO.co, Peminat dalam Pemikiran Islam dan Filsafat.