Oleh: Husaini Muzakir Algayoni*
SEMUA kamu berasal dari Adam dan Adam berasal dari tanah. Tidak ada keistimewaan bagi bangsa Arab terhadap bangsa yang lain kecuali dari segi ketakwaan (Sabda Nabi Muhammad saw), hadis tersebut menyadarkan kita selaku umat manusia bahwa manusia itu sama di sisi Allah baik itu berkulit hitam maupun putih dan sama di sisi Allah baik itu suku Arab-non suku Arab kecuali dari segi ketakwaan. Oleh karena itu, suku atau keturunan tidak membawa seseorang itu pada keistimewaan.
Orang yang membangga-banggakan suku atau keturunan merupakan salah satu sifat orang Jahiliyah, pada masa Jahiliyah mereka membanggakan suku yang berasal dari golongan orang terhormat dan merendahkan suku lain karena kesombongan dan bermegah-megahan membawa nama suku dan keturunan mereka. Sesungguhnya Islam telah menyatakan perang terhadap fanatisme suku, sebagaimana firman Allah: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal…(Q.S 49:13).
Salah satu faktor lahirnya perbedaan dan terjadinya konflik karena fanatisme kesukuan sehingga terjadi perpecahan, perpecahan tersebut mengakibatkan rasa persaudaraan dan persatuan menjadi hancur berantakan. Sebelum terjadinya pengelompokan yang dilakukan oleh aliran Khawarij dan lainnya terlebih dahulu disulut pertentangan antara kabilah-kabilah Rabi’ dan kabilah-kabilah Mudhar pada masa Jahiliyah, ketika Islam datang diredam oleh Rasulullah seperti penjelasan hadis diatas dan kembali muncul setelah beliau wafat yang disulut oleh golongan Khawarij dari kalangan kabilah Rabi’. Dari kejadian tersebut lahir berbagai macam aliran dalam tubuh Islam sehingga banyak terjadi perbedaan maupun konflik diantara umat Islam itu sendiri.
Dalam (Q.S 49:13) telah dijelaskan bahwa Allah menciptakan manusia berbagai macam perbedaan, jenis, suku, ras, bahasa maupun agama. Perbedaan ini merupakan sunnatullah yang telah ditetapkan Allah, dalam perbedaan ini perlu kiranya kita saling mengenal, saling menghormati dan saling menghargai antara satu dengan yang lainnya. Dalam perbedaan keyakinan saja kita tidak boleh menghina atau mencaci agama orang lain, apalagi satu agama (Islam) yang mana ajaran Islam dilarang untuk saling menghina dan mencaci hanya karena perbedaan suku dan lain sebagainya.
Konflik Antar Suku/Etnis
Indonesia adalah contoh dalam hal perbedaan karena Indonesia mempunyai berbagai macam suku dan agama dan disatukan oleh Bhinneka Tunggal Ika. Namun demikian, disana-sini masih saja terjadi konflik baik itu antar agama maupun antar suku. Konflik ini biasanya terjadi karena ada kepentingan yang dilakukan oleh kelompok tertentu untuk mengambil keuntungan sehingga terjadilah konflik, konflik ini bisa saja dalam bentuk fisik maupun dalam bentuk perang kata-kata di media sosial.
Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi terjadinya konflik etnis, yaitu: kepentingan yang sama diantara beberapa pihak, perebutan sumber daya, sumber daya yang terbatas, kategori atau identitas yang berbeda, prasangka atau diskriminasi dan ketidakjelasan aturan (ketidakadilan). Konflik antar etnis karena kepentingan beberapa oknum yang bertujuan untuk mengambil untung dari konflik tersebut, etnis-etnis yang saling berkonflik sangat mudah di adu domba karena memang sumber daya manusia yang terbatas, dalam arti pendidikannya kurang dan tingkat ekonomi yang rendah. Lihat Kompasiana.com (Konflik Antar Etnis: Penyebab dan Solusi).
Ketidakadilan dan diskriminasi dari mayoritas ke minoritas penyebab utama konflik antar golongan (suku/agama) dan ini sangat mengganggu keharmonisan dalam berbangsa. Ketika konflik terjadi khususnya dalam konflik antar suku, para kepala daerah seharusnya bergerak cepat untuk menanggulangi konflik ini dan mencari solusi unuk kepentingan bersama bukan kepentingan kelompok tertentu sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak di inginkan dan menghindari adu domba yang dilakukan oleh kelompok tertentu yang terkadang mempunyai kepentingan.
Christiaan Snouck Hurgronje seorang ahli strategi, mata-mata serta seorang Orientalis besar pada zamannya dan merupakan kaki tangan kolonial Belanda, nama ini tidak asing ditelinga masyarakat Provinsi Aceh, karena tokoh ini berusaha menaklukkan Aceh dengan berbagai macam cara mulai dari strategi militer sampai non-militer namun Belanda tidak sanggup menaklukkan Aceh. Salah satu strategi non-militer yang di gaungkan Snouck adalah adu domba untuk melemahkan semangat para pejuang rakyat Aceh.
Provinsi Aceh yang mempunyai berbagai macam suku jangan sampai kita lahir sebagai The New Snouck Hurgronje yang suka mengadu domba, menghina dan mencaci antar suku di Aceh. Konflik antar suku karena ketidakadilan ataupun diskriminasi jangan sampai rasa fanatisme suku kita terpecah belah, oleh karena itu perlunya kedewasaan dalam berpikir dan bertindak sehingga tidak mudah di adu domba oleh kelompok tertentu untuk mengambil kepentingan tersendiri.
*Penulis: Kolumnis LintasGAYO.co