Kenapa Gayo, Alas, Aceh Sulit Ditaklukkan Penjajah

oleh
Markas Militer Belanda (Bivak Takengon) ; Lokasi Jl. Malem Dewa, bawah Buntul Kubu Takengon.

Oleh: Husaini Muzakir Algayoni*

KENAPA Gayo, Alas dan Aceh sulit ditaklukkan oleh penjajah Belanda?. Ini adalah pertanyaan untuk kita semua sebagai rakyat Indonesia pada umumnya dan khususnya selaku rakyat yang berada di daerah Gayo, Alas dan Aceh harus mengetahui jawaban tersebut agar dapat merasakan betapa sulitnya para pejuang kita pada masa lalu dalam mempertahankan daerah dari serangan penjajah. Dalam HUT RI ke-72 ini, penulis mencoba memberikan jawaban dari pertanyaan tersebut. Dalam menjawab pertanyaan ini, penulis mengambil dua referensi buku tentang sejarah yang ditulis oleh A. Hasjmy dan M.H Gayo.

A. Hasjmy merupakan sosok ahli disegala bidang baik itu dibidang politik ia sebagai pemimpin, dibidang pendidikan beliau sebagai intelektual ulung dan juga sebagai seorang penulis handal tentunya. Dalam bukunya yang ia tulis “Apa sebab rakyat Aceh sanggup berperang puluhan tahun melawan agressi Belanda”, ternyata faktor Hikayat Prang Sabi yang mengganjal Belanda dalam menaklukkan Aceh

Hikayat Prang Sabi merupakan media dakwah yang sanggup membangkitkan semangat perang dan jihad fisabilillah untuk melawan serdadu-serdadu  kolonial Belanda. Dalam pandangan pemerintahan Belanda bahwa Hikayat Prang Sabi merupakan senjata yang sangat berbahaya, oleh karena itu mereka melarang untuk menyebarkannya keseluruh rakyat Aceh sehingga tidak bisa dibaca, disimpan maupun didengar.

Hikayat Prang Sabi yang dikarang oleh Teungku Chik Pante Kulu mampu membius dan membakar semangat rakyat Aceh untuk berperang karena syair-syair yang ditulis oleh Chik Pante Kulu ini merupakan semangat untuk berjihad melawan penjajah  dan merupakan suatu karya sastra terbesar yang dihasilkan oleh seorang ulama. Hikayat Prang Sabi sanggup membangkitkan keberanaian luar biasa dalam hati rakyat Aceh, maka tidak heran para sarjana Belanda meneliti dan mempelajarinya, salah satu dari mereka ialah yang tidak asing lagi ditelinga kita yaitu Christian Snouck Hurgronje.

Sementara dalam buku Perang Gayo Alas Melawan Kolonialis Belanda yang ditulis oleh M.H Gayo bahwa rakyat Gayo, Alas dan Aceh berjuang berdasar keyakinan, berdasar cita-cita ingin tetap merdeka, berdasar keyakinan ajaran agama Islam yang telah melibatkan seluruh rakyat dalam dalam perang sabil, perang rakyat semesta. Perang gerilya berkobar terus, korban demi korban berjatuhan tetapi semangat bertempur tidak pernah padam. Patah tumbuh hilang berganti, mati satu tumbuh seribu.

Perang Aceh

Seperti yang kita ketahui bersama-sama bahwa perang Aceh merupakan perang yang amat dahsyat melawan Belanda, surat yang ditulis pada tanggal 26 maret 1873 tentang “pernyataan perang” Belanda kepada Kerajaan Aceh dan disampaikan  kepada Sultan Aceh pada tanggal 1 April 1873 maka pada tanggal 5 April 1873 merupakan Agressi Belanda yang pertama dibawah pimpinan Mayor Jendral Kohler dengan kekuatan 168 orang perwira dan 3800 serdadu Belanda dan sewaan. Kemudian dilanjutkan dengan perang Gayo-Alas pada tahun 1904 yang merupakan benteng terakhir dalam perang Aceh yang amat dahsyat itu.

Belanda tidak bisa menggulingkan bumi Iskandar Muda dengan  mudah karena semangat Islam yang telah tertanam dalam jiwa para pahlawan Gayo, Alas dan  Aceh sanggup membuat Belanda menjadi kocar-kacir. Bagiamana hebatnya semangat Jihad orang Aceh, dilukiskan oleh Zentgraaf dalam bukunya “Atjeh” bahwa orang Aceh, pria dan wanita berjuang karena kepentingan  negerinya dan agama yang tidak kalah gagahnya dengan tokoh-tokoh perang terkenal bangsa Belanda. Dan pemimpin perang Belanda yang pernah berperang diseluruh kepulauan Indonesia mengakui  bahwa tidak  ada satu  bangsa yang  begitu gagah  berani dan fanatic  dalam peperangan kecuali bangsa Aceh. Wanita-wanitanya mempunyai keberanian yang melebihi wanita-wanita Belanda.[]

*Penulis: Kolumnis LintasGAYO.co

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.