
ADA 2 makhluk menyerupai manusia yang mendiami belantara hutan Aceh. Pertama dinamakan Manti (Mante) dan kedua Kumen.
Manti, menurut mantan panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Wilayah Linge Fauzan Azima S yang juga pernah sebagai kepala Badan Pengelola Kawasan Ekosistem Leuser (BP-KEL), lebih berakal budi, karenanya Manti suka mengintip aktifitas manusia.
“Untuk mempelajari bagaimana manusia biasa beraktifitas, manti sering ditemukan sendiri, terpisah dari kelompoknya. Keingintahuan manti sangat tinggi dan tidak lari jika tidak terusik seperti dikejar misalnya,” jelas pecinta lingkungan ini.
Pendapat ini sesuai dengan penampakan sosok yang diduga Manti dalam video karya Fredo Prastana, anggota komunitas sepeda motor trail yang berpetualang di salah satu kawasan hutan Aceh. (Baca : Sosok Manti Terekam Video di Hutan Aceh)
Manti itu harusnya sudah menghindar begitu mendengar raungan suara knalpot beberapa sepeda motor.
Namun ternyata menunggu hingga dia tau pasti suara apa yang didengarnya hingga nyaris tertabrak oleh seorang rekan Fredo.
Sementara Kumen, sifatnya lebih jauh dari akal budi. Kakinya juga disebut-sebut terbalik, air ludahnya beracun, kukunya tidak panjang seperti Manti, suka menyusu ke kerbau, hidup berkelompok dan suka mencari ikan dengan cara nyekot.
Ciri-ciri ini sesuai dengan beberapa pengakuan yang pernah melihatnya seperti Yan Kule (baca : Soal Manti dan Kumen, ini Kesaksian Yan Kule), Aman Darma (baca : Manti & Kumen Bukan Dongeng) dan lain-lain.
Manti postur tubuhnya juga lebih besar dari Kumen. Dan disebut-sebut jika Manti bisa bergaul dengan manusia, bahkan menikah dan melahirkan keturunan. Karena sensitif dibicarakan, disini tidak kami sebut siapa dan kampung mana yang ada disebut-sebut keturunan Manti.
Hidupkan BPKEL
Fauzan Azima menilai, hebohnya berita Mante ini diambil hikmahnya. Terutama berkaitan dan pentingnya penyelamatan hutan Aceh.
Badan Pengelola Kawasan Ekosistem Leuser (BPKEL) perlu dihidupkan kembali setelah dibekukan oleh Pemerintah Aceh sejak lima tahun lalu.
“Pengelolaan KEL telah diamanatkan dalam UUPA pasal 150. Ini penting, karena penyelamatan 4 mamalia besar, gajah, orang utan, harimau, dan badak,” saran Fauzan.
Jikapun suku Manti memang ada, pendapat Fauzan, tidak mungkin bisa diselamatkan tanpa ada lembaga yang mengaturnya dan itu tidak mungkin diserahkan kepada Dinas terkait karena lembaga itu bersifat eksploitatif dengan memberikan rekomendasi tambang, jalan, perkebunan.
“Dari 10 tahun lalu kita mengusulkan agar Dinas Kehutanan khusus saja mengurusi hutan di luar ekosistem dan Ulu Masen. Karena, maaf, mereka tidak sepenuh hati menjaga hutan dan isinya,” sindir Fauzan.
Karena suku Manti hidup di dataran rendah terutama di daerah Samarkilang Kabupaten Bener Meriah, Fauzan menyarankan sebaiknya areal tersebut diproteksi menjadi areal khusus.
“Artinya, tidak ada pembukaan lahan untuk kebun, tidak ada penambahan jalan, tidak ada tambang, dan tidak ada ilegal loging dan segera dibangun stasiun riset tentang suku Manti,” usul Fauzan.
Dirinya sangat mengapresiasi gagasan Menteri Sosial RI, Khofifah Indar Parawansa yang memerintahkan agar ditelusuri kebenaran masih adanya Manti (Mante) di pedalaman hutan Aceh. (Baca : Mensos Khofifah Perintahkan Penyisiran Mante di Aceh Tengah)
“Ini ide bagus agar konkrit datanya sehingga memudahkan langkah-langkah kedepan,” tandas Fauzan. [Khalisuddin]