Apakah Tuhan Bisa di Lihat ?

oleh
Husaini Muzakir Algayoni

Oleh: Husaini Muzakir Algayoni*

Husaini-MuzakirDALAM bidang Teologi orang banyak  yang mengatakan bahwa saya adalah aliran Ahlussunnah wal Jama’ah  namun dalam prakteknya di lapangan banyak juga yang tidak mengetahui apa itu Ahlussunnah serta ajaran-ajarannya. Oleh karena itu kiranya tugas kita lah sebagai generasi Islam harus mengetahui apa yang kita pegang dalam hal aqidah sehingga tidak mudah terjatuh dalam kesesatan berpikir maupun kesesatan dalam aqidah.

Dalam tulisan berikut ini, penulis mencoba menjelaskan tentang  Ru’yatullah (melihat Tuhan) dalam pandangan aliran Teologi Asy’ariah dan Mu’tazilah, karena kedua aliran ini saling berlawanan dalam memandang Ru’yatullah; disatu sisi berpendapat Tuhan itu bisa dilihat dan disatu sisi yang lain Tuhan itu tidak bisa dilihat.  Nah, posisi kita sebagai pengikut paham Ahlussunah, mana yang kita yakini; Apakah Tuhan itu bisa dilihat atau tidak ?.

T. Safir Wijaya dalam disertasinya memenuhi gelar Doktor dalam Ilmu Agama Islam, dengan judul Fakhr al-Din al-Razi dan Pemikirn Kalamnya (Sebuah Kajian Teologis Tentang Tuhan dan Manusia)” di Program Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah, beliau yang kini telah menjadi dosen senior dalam bidang pemikiran Islam dan Ilmu Kalam di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry dan menjadi dosen penulis dalam mata kuliah Studi naskah Ilmu kalam klasik dan modern, beliau menuliskan dalam disertasinya bahwa Tuhan adalah immateri, bersifat rohani dan tidak akan menjadi jasmani, maka logika mengatakan bahwa Dia tak dapat dilihat dengan mata kepala di dunia. Pemikiran ini tampaknya disepakati oleh semua pemikir, baik dari pihak Mu’tazilah, Asy’ariah dan Maturidiah. Akan tetapi yang menjadi persoalan adalah dapatkah Tuhan dilihat di akhirat.

Dalam Theology Islam/Ilmu Kalam kedua aliran tersebut tidak asing lagi ditelinga kita karena kedua aliran tersebut merupakan kajian penting yang dipelajari dalam Theology  Islam. Aliran Ahlussunnah identik dengan aliran Asy’arih, maka artinya kepercayaan aliran Asy’ariah menjadi kepercayaan Ahlussunnah. Salah satu kepercayaan Ahlussunnah ialah Tuhan bisa dilihat dengan mata kepala di  Akhirat berdasarkan konsep kemutlakan Tuhan dan Kekuasaan-Nya. Sedangkan aliran Mu’tazilah menolak pendapat bahwa Tuhan dapat dilihat di akhirat berdasarkan konsep al-tanzih, yang mana paham Mu’tazilah ini terkenal dengan sebutan al-Ushul al-Khamsah (lima dasar), yaitu: al-Tauhid (Pengesaan Tuhan), al-‘adl (Keadilan), al-Wa’ad wa al-Wa’id (Janji dan Ancaman), al-Manzilah bain al-Manzilatain (Tempat diantara dua tempat) dan al-Amr bi al-Ma’ruf wa al-Nahy ‘an al-Munkar (Menyuruh berbuat baik dan melarang kemungkaran).

Dalam buku (I’tiqad Ahlussunnah Wal Jama’ah) karangan Sirajuddin Abbas Kaum Mu’tazillah memfatwakan bahwa Tuhan tidak bisa dilihat walaupun dalam syurga, karena hal itu akan  menimbulkan tempat seolah-olah Tuhan ada dalam  syurga atau dimana Ia dapat dilihat. Imam kaum Mu’tazillah, Zamakhsyari (wafat: 528 H), mengatakan  bahwa yang ber-I’tiqad bahwa Tuhan bisa dilihat walaupun dalam surga adalah kafir, keluar dari Islam.

Ibrahim Madkour dalam bukunya Aliran dan Teori Filsafat Islam menjelaskan tentang al-tanzih itu sendiri yaitu asas teori ketuhanan menurut kaum Mu’tazilah adalah al-tanzih (penyucian), untuk itu mereka benar-benar menyucikan Allah swt dari materi karena Allah bukanlah jisim dan bayangan. Tidak dibatasi oleh zaman atau tempat, tidak punya orang tua juga tidak punya anak. Tidak bisa dipandang mata, tidak bisa didengar telinga. Sama sekali tidak menyerupai makhluk. Sebagai konsekuensi dari adanya prinsip al-tanzih ini, maka tidak ada jalan untuk melihat Allah dengan pandangan mata, karena ini mengkonsekuensikan arah tempat dimana Allah berada padahal mengatakan bahwa Allah berada disuatu arah adalah mustahil.

Paham ini berlawanan dengan paham kaum Ahlussunnah wal Jama’ah, yang berpendapat bahwa Tuhan akan dilihat oleh penduduk surga, oleh hamba-hamba-Nya yang saleh yang banyak mengenal Tuhan ketika hidup didunia seperti yang dijelaskan  juga oleh Sirajuddin Abbas dalam bukunya (I’tiqad Ahlussunnah Wal Jama’ah).

Dalilnya adalah Firman Allah swt:

وُجُوْهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ اِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ

Artinya:

“Beberapa muka dihari itu bercahaya gilang-gemilang melihat kepada Tuhannya” (al-Qiyamah: 22-23).

Jelas, dalam ayat ini firman Tuhan menerangkan bahwa Tuhan dapat dilihat dalam syurga jan-natunna’im.

Ahli Tafsir Ikrimah dan Hasan  menafsirkan ayat ini, bahwa penduduk syurga dikaruniai ni’mat melihat Khaliqnya, yaitu Tuhan ‘Azza wa Jalla dan itulah nikmat yang sebesar-besarnya, demikian tersebut dalam Tafsir Thabari. Imam Thabari menyetujui pendapat ini juga Imam Qurthubi menyetujui tafsir ini.

Dalam surat lain Allah berfirman:

لِلَّذِيْنَ اَحْسَنُوْا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ

“Bagi orang yang membuat kebaikan mendapat pahala tambahan”

Arti ayat ini ialah bahwa orang-orang yang membuat amal shaleh akan dapat pahala, yakni upah atas usaha mereka dan akan diberi  pula suatu tambahan.  Menurut tafsir “Jalalein”, bahwa yang dimaksud dengan “tambahan” ini ialah melihat Tuhan dengan mata kepala, sebagai yang diterangkan dalam hadis-hadis imam Bukhari dan Muslim.

Dan dalil yang lain dalam hadis Rasulullah saw bersabda:

اِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ عِيَانًا

Artinya:

“Bahwasanya kamu kata Nabi, akan melihat Tuhanmu senyata-nyatanya” (Riwayat Imam Bukhari).

Dalam Pembahasan Ru’yatullah ini dalam pandangan Asy’ariah dan Mu’tazilah bisa di ambil kesimpulan bahwa Ru’yatullah atau melihat Tuhan ada dua aliran yang saling berlawanan yaitu aliran Mu’tazillah dan aliran Asy’ariah. Asy’ariah identik dengan Ahlussunnah wal Jama’ah yang berpendapat bahwa Tuhan akan dilihat oleh penduduk surga berdasarkan konsep kemutlakan Tuhan dan kekuasaan-Nya. Sedangkan aliran Mu’tazillah memfatwakan bahwa Tuhan itu tidak bisa dilihat di akhirat nanti berdasarkan konsep al-tanzih. Semoga dari penjelasan diatas, kita mengetahui bahwa walaupun di dunia ini kita tidak bisa melihat Tuhan namun di akhirat kelak dengan aqidah Ahlussunnah wal Jam’ah Tuhan bisa kita lihat atas kekuasaan Allah swt.[]

*Penulis: The Student of Theology dan Fhilosophy.

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.