Oleh: Ali Abubakar
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat (QS. an-Nisa: 58)
GEGOYONG adalah sejenis kumbang penyerbuk yang hidup tak berkelompok; membuat sarang dengan cara membangun terowongan di batang kayu beberapa centimeter panjangnya. Di dalamnya ada beberapa terowongan cabang tempat ia bertelur dan menyimpan persediaan makanan untuk bakal “bayinya”. Dengan cara pintar seperti itu, ia aman dari bahaya patukan burung pemangsa.
Sayangnya, hewan ini seringkali menggunakan bagian rumah kita sebagai “lahan” perumahan. Dia biasa melubangi tiang, bere, gergel, kaso, atau tunjuk diri untuk tempat berteduhnya. Jika kayunya dari jenis tertentu yang ia sukai, seringkali terbentuk “komunitas” gegoyong di tempat itu.
Akibatnya, tiang-tiang atau kayu penyokong berbagai bagian rumah menjadi lemah dan, jika hewan kecil ini terus menambah tetangga, maka rumah kita bisa runtuh. Karena itulah, masyarakat Gayo mengenal ungkapan carong ni gegoyong mutuki suyen, pane ni bebur mutuki bere.
Peri mestike ini digunakan untuk menunjukkan orang yang pintar tetapi berkarakter perusak. Dengan kata lain, ia menggunakan kepintarannya untuk merusak lingkungan, mencelakakan orang, membuat kerusuhan, mengambil keuntungan dengan cara merugikan orang lain.
Dalam ranah psikologis, orang seperti ini memiliki kecerdasan intelektual (IQ), tetapi miskin dengan kecerdasan emosional (SQ) dan spiritual (SQ). Ia akan menjadi orang yang tidak dapat dipercaya karena tidak selaras antara perkataan dengan perbuatan: nangka ipenangka, nangka ibaruli, kata ipekata, kata ilalui. Tentu saja orang seperti ini tidak dapat dijadikan sebagai pemimpin. Pemimpin yang baik harus memiliki ketiga komponen tersebut secara seimbang.
Selain karena pane, pribadi pemimpin sejati dalam masyarakat Gayo terpilih karena perange. Artinya ia menjadi contoh teladan bagi masyarakat. Petua Gayo merangkumnya dalam kalimat kona ni kukur ari linge, kona ni jema ari perangewe (burung perkukut disukai karena suaranya, sedangkan orang dicintai karena budi pekertinya). Dengan kata lain, pane harus beriringan dengan perange. Kedua kriteria inilah yang membuat ia berharga sebagai pemimpin. Inilah antara lain yang dimaksud dengan ike itimang gelah si beret, ike i juel gelah si murege (berkualitas dan memiliki integritas tinggi).
“Kualitas” dan “integritas” adalah dua kata kunci untuk pemimpin Gayo. Kualitas dan integritas yang baik akan muncul dari pendidikan yang berorientasi pembangunan karakter. Pemimpin Gayo harus muncul dari kalangan yang memiliki prinsip yang kuat (istikamah) dan memiliki cita-cita utama membangun dan mensejahterakan masyarakat. Ia harus orang yang ku atas mupucuk lemi, ku bumi mujantan tegep. Orang seperti itulah yang dapat memenuhi standar ku kiri mujangko ku kuen munawin, pantas berulo, lemem bernampi, tuah beramik, bahgie bertona. Dengan kriteria tersebut, insya Allah, masyarakat Dataran Tinggi Gayo benar-benar memiliki pemimpin sejati. Jika tidak, maka yang ada adalah pemimpin pecundang.
Pemimpin dengan kualitas dan integritas moral yang rendah diistilahkan dengan itetok gere berutok, isikit gere berusi (tulang [sop] diketuk-ketuk tidak mengelurakan sumsum dan digigit tidak ada dagingnya). Lebih sulit lagi jika orang seperti itu tidak mau mewakili atau menerima pendapat orang lain; ia merasa benar, sementara orang lain selalu salah. Duyus, kekire ni jema gere temus, kekire diripe gere lulus.
Keputusan-keputusan penting tidak akan dapat muncul dari orang seperti ini. Jika ia membuat sebuah keputusan, maka akan selalu berubah; ia tidak memiliki prinsip, ibarat koro gere mutungkelen, perau gere musakaten. Lebih parah lagi, ia akan menjadikan kedudukannya untuk berbuat kemungkaran: Beralih serong, berlangkah lintang. Mudah-mudahan, dalam moment 2017, kita akan mendapat pemimpin Gayo yang memiliki kualitas ike itimang gelah si beret, ike i juel gelah si murege. Ia akan menjadi pemimpin yang dicintai rakyat karena dapat menjadi raja yang adil: reje munyuket gere rancung, munimang gere angik. Wallahu a`lam.[]
Ali Abubakar Aman Nabila adalah Dosen Filsafat Hukum Islam pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh. email: aliamannabila@yahoo.co.id