Sensasi Masam Jing

oleh
Masam Jing (Foto: dok.iranda)

Catatan Iranda Novandi

Jumat, 18 Maret 2016

Pukul 15.30 wib, saya bersama rekan Zairin (Wartawan Harian Waspada Banda Aceh/wakil sekretaris PWI Aceh) dan Rone (staf sekretariat PWI Aceh) meluncur ke Takengon, Aceh Tengah. Guna menghadiri Konferensi I PWI Perwakilan Aceh Tengah.

Pukul 19.30 wib, kami pun menikmati makan malam di pusat kota Bireuen. Pilihan ku ikan pepes. Eemm nikmat memang.

Pukul 21.15 wib, selepas mengisi minyak di SPBU dikawasan Juli, perjalanan dilanjutkan. Kali ini kami iring-iringan dengan satu mobil lagi yang dikenderai Azhari (bendaraha PWI Aceh) plus 3 anggota IKWI.

Pukul 23.40 wib, setiba di Takengon, langsung menikmati bandrek susu di eks terminal lama. Disini, kami bergabung bersama Ketua PWI Aceh Tarmilin Usman, Wakil Ketua Pembelaan Wartawan, T Haris Fadhillah serta Ketua IKWI Harbiyah A Gani serta sejumlah anggotanya. Di terminal lama ini kami sudah disambut Jurnalisa (kandidat kuat Ketua PWI Aceh Tengah), ada juga Khalisuddin (Ketua PWI Bener Meriah yang juga Pemred Lintasgayo.co/Tabloid LintasGAYO), serta Sekretaris Panitia Konferensi I PWI Aceh Tengah Darmawan Masri.

Sabtu, 19 Maret 2016

Pukul 11.30 WIB, Lewat musyawarah dan mupakat, Jurnalisa, wartawan Harian Rakyat Aceh untuk wilayah Aceh Tengah, terpilih menjadi Ketua  PWI Kabupaten Aceh Tengah untuk priode 2016-2019. Ini adalah konferensi pertama PWI Kabupaten Aceh Tengah, setelah statusnya ditingkatkan dari Balai PWI Aceh Tengah.

Konferensi I PWI Aceh tengah ini benar-benar berjalan harmonis dalam suasana kekekuargaan. Tidak ada tegang urat leher, tidak ada suara yang keras dan tinggi, tidak ada kursi yang bergoyang. Semua hasil dicapai lewat musyawarah. Sungguh, sebuah hakekat demokrasi sejati, tanpa mesti mengorbankan dan menciderai nilai-nilai demokrasi itu sendiri.

Pukul 12.15 wib, Kami rombongan PWI Aceh di jamu makan siang oleh para wartawan Aceh Tengah yang tergabung dalam organisasi yang lahir pada 9 Februari 1946 ini, di salah satu resto masakan tradisional Gayo. Gegarang Resto, namanya. Nama ini diambil dari nama salah Kampung di Kecamatan Bebesen, Aceh Tengah.

Semula, ku pikir ini adalah makan siang seperti biasa dengan menu yang juga biasa-biasa saja. Namun, selera makanpun tiba-tiba meningkat disaat pramusaji menghidangkan masam jing ikan mujaher yang aromanya sangat merangsang.

Gairah untuk menyantapnya bangkit seketika. Terlebih lagi, salah satu rempah-rempah yang melengkapi masam jing mujaher adalah Gegarang. Ini merupakan salah satu tanaman yang tumbuh alami di tanah Gayo yang digunakan sebagai salah satu bumbu masakan tradisional. Daun gegerang yang bentuknya kecil-kecil seperti daun kemangi, rasanya seperti mint. Rasa yang sedikit pedas itu sangat mengandung sensasi bila beradu diantara gigi dan diputar-putar dengan lidah, terasa segar dan nikmat hingga ke kerongkongan sebelum menembus usus untuk dicerna.

Masam Jing (Foto: dok.iranda)
Masam Jing (Foto: dok.iranda)

Dengan cita rasa yang tinggi, ku lahap masam jing sampai titik kuah terakhir. Sungguh makyus terasa. Sampai-sampai tak sadar, peluh menetes membasahi pipi. Baru kali ini ku rasakan sensasi makan sampai berkeringat di daerah berhawa sejuk itu.

Menariknya, masam jing mujahir tersebut disajikan dalam belanga tanah. Sehingga benar-benar nuansa tradisionalnya begitu kentara. Rasanya, mengenang masa-masa kecil dulu di Kampung Kung Kecamatan Pegasing. Almarhumah nenek sering memasaknya dan jadi menu favorit kami sekeluarga.

Selain nama tumbuhan, Gegerang ini juga nama Kampung di Aceh Tengah. Setidaknya ada tiga daerah yang bernama Gegarang. Selain yang di Tansaril, ada juga yang di Kecamatan Bintang dan Jagong Jeget.

Pukul 14.15 wib, Prosesi pelantikan pengurus PWI Kabupaten Aceh Tengah berjalan lancar. Terlihat yang dilantik yakni Julihan Darussalam (Ketua Balai pertama PWI Aceh Tengah/Wartawan Harian Analisa sebagai penasehat), Jurnalisa (Hr Rakyat Aceh/Ketua), Darmawan Masri (LintasGayo.co/sekretaris), Irwandi (Hr Waspada/Bendahara), Kurnia Muhadhis (Hr Rakyat Aceh/Bid Pendidikan). Sejumlah pejabat daerah terlihat hadir.

Pukul 16.00 wib, Rasanya, bila ke Takengon, tak sah kalau tidak menikmati kopi Arabica. Pilihan kami saat itu, pascapelantikan, yakni Horas Kopi yang terletak di Paya Ilang. Bersama puluhan teman, termasuk Ketua PWI Bener Meriah Khalisuddin, Kabag Humas dan Protokol Bener Meriah Irmansyah,SSTP. Ngopi bareng ini hingga jelang magrib memanggil. Dan kamipun bubar.

Pukul 21.20 wib, sebelum kembali ke Banda Aceh, kamipun kembali menikmati kopi di Horas di dekat pasar Takengon. Kali ini, kami ngopi bersama Pak Syukri, seorang birokrat yang hobi menulis. Mungkin ada ratusan tulisannya tentang Gayo yang dimuat di Kompasiana. Selain itu ada juga Manullang, owner Horas Kopi. Selain di Takengon, kini Horas Kopi juga sudah hadir di Sigli Pidie, Saree, Aceh Besar, dan Banda Aceh.

Pukul 23.10 wib, akhirnya kamipun kembali dan meninggalkan dinginya “sekeping tanah dari surga”.[]

LR, Rabu 23 Maret 2016

Pukul: 02.34 wib

 

Penulis, Wartawan Hr Analisa di Banda Aceh dan Wakil Ketua bid Pendidikan PWI Aceh

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.