
Lintasgayo.co Jakarta : Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Aceh mendukung revisi qanun yang mengatur tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). “Kami mendorong Qanun RTRW Aceh segera direvisi. Revisi ini untuk menyempurnakan peraturan daerah tersebut,” kata Fachrul Razi, anggota DPD RI asal Aceh di Jakarta, Selasa (19/01/16).
Pernyataan itu disampaikan Fachrul dalam pertemuan dengan sejumlah warga Aceh yang tergabung dalam Gerakan Aceh Menggugat (GERAM) di Gedung DPD RI, yang difasilitasi Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh. Turut hadir H Sudirman atau kerap disapa Haji Uma, dan sejumlah anggota DPD RI asal Aceh lainnya.
Menurut Fachrul, revisi Qanun RTRW Aceh ini terkait tidak masuknya beberapa kawasan strategis nasional, seperti Kawasan Ekosistem. Padahal, kawasan strategis ini penting untuk menunjang kepastian keberlanjutan lingkungan hidup dan ekosistem yang ada di Aceh.
Fachrul mengatakan, Komite I DPD RI pernah mempertanyakan masalah Qanun RTRW Aceh kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Namun, Mendagri menjawab telah memberikan evaluasi qanun tersebut agar memasukkan kawasan strategis, termasuk Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) dalam qanun tersebut.
“Tapi, evaluasi Mendagri tersebut tidak diindahkan. Sepertinya pengesahan qanun RTRW ada kepentingan sejumlah pihak di baliknya, sehingga qanun tersebut disahkan apa adanya,” kata Fachrul.
Sementara itu, Abu Kari, warga Pining, Gayo Lues, yang ikut bertemu dengan Fachrul Razi, mengatakan, diri bersama rekan-rekan dari Aceh menyatakan akan menggugat Mendagri agar membatalkan Qanun RTRW Aceh.
Alasannya, Abu Kari, di dalam qanun tersebut tidak dimasukkan KEL. Padahal, KEL tersebut merupakan penyangga Taman Nasional Gunung Leuser atau TNGL. “Jika KEL rusak tentu TNGL ikut rusak. Karena itu, kami mendesak Pemerintah Aceh merevisi Qanun RTRW dengan memasukkan Kawasan Ekosistem Leuser dalam qanun tersebut,” kata Abu Kari.
Selain itu, Abu Kari juga menyesalkan dalam qanun tersebut tidak dimasukkan masalah hak adat atas pengelolaan hutan. Padahal, secara nasional, hak ada atas pengelolaan hutan sedang digodok untuk dimasukkan dalam undang-undang.”Qanun RTRW Aceh sepertinya tidak mengakui hak adat masyarakat atas pengelola kawasan hutan. Padahal, hak adat ini sudah ada sejak ratusan tahun silam. Ini yang kami sesalkan,” kata Abu Kari.
Sarbunis, warga Tapaktuan, Aceh Selatan mengatakan KEL kini sudah rusak. Akibatnya, banjir kerap melanda wilayah yang masuk dalam Kawasan Ekosistem Leuser. “Kini, kami masyarakat Aceh Selatan sudah menjadi langganan banjir. Sedikit saja hujan, langsung banjir. Ini terjadi karena kerusakan KEL yang ada di pegunungan Aceh Selatan,” ungkap dia.
Masyarakat Aceh lainnya, Dahlan, warga Aceh Utara yang hadir dalam pertemuan itu, menyoroti masalah jalur evakuasi yang tidak masuk dalam Qanun RTRW Aceh. Sementara, Aceh merupakan daerah rawan bencana. “Seharusnya RTRW Aceh juga mengatur masalah jalur evakuasi bencana. Jalur evakuasi ini penting untuk menekan risiko bencana serendah mungkin,” kata Dahlan.
Sekretaris Yayasan HAKA Badrul Irvan mengatakan, mengabaikan KEL dalam peraturan daerah sama saja memberi peluang kehancuran bagi Aceh dan masyarakat. “Kawasan Ekosistem Leuser merupakan penyangga hutan-hutan yang ada di Aceh termasuk Taman Nasional Gunung Leuser. Karena itu, kami terus mengampanyekan penyelamatan Kawasan Ekosistem Leuser,” kata Badrul Irvan.
Adapun warga Aceh yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Aceh Menggugat (GERAM) yang menemui anggota DPD RI Fachrul Razi yakni Juarsyah dari Bener Meriah, Abu Kari dari Gayo Lues, Dahlan dari Lhokseumawe, Kamal Faisal dari Aceh Tamiang.
Kemudian, Sarbunis dari Aceh Selatan, dan Najaruddin dari Nagan Raya. Mereka didampingi Badrul Irvan dan Nurul Ikhsan dari Yayasan Hutan, Alam, dan Lingkungan Aceh (HAKA). (SP)