[Cerpen] Cinta Terhalang Adat (2)

oleh
oleh
Ilustrasi (SY)

Karya; Eni Penalamni

Ilustrasi (SY)
Ilustrasi (SY)

TANGAN teman-teman yang lain melambai meninggalkanku yang masih belum pulang dari rumah bik Ros, aku akan pulang sekalian bersama ibu yang sedang asik bercerita di ruangan yang berbeda. Tak ingin sendiri, aku berbalik arah melangkah ke dalam rumah menemui kak Nia untuk mengucapkan selamat menempuh hidup baru.

“Kak Layla, minta no hp kakak !”, Ade anak kak Nita memberikan sebuah hp kepadaku mengisyaratkan untuk menyimpan nomor hpku di hp yang diberikannya. Aku tau hp siapa itu. Hp Rio, laki-laki pemilik senyuman yang indah itu. Aku tersenyum pada Ade yang mengembalikan hp ke tangannya setelah kutambah namaku di kontaknya.

Belum sempat aku mengucapkan selamat kepada kak Nia, ibuku sudah berada di sampingku mengajak pulang. Kupegang tangan ibu seperti seorang sahabat, berjalan layaknya dua orang sahabat yang sering jalan berdampingan. Ada senyum yang terlempar dari laki-laki yang barusan meminta nomor hpku. Hari ini keinginan yang sempatku lambungkan di sekolahan tadi menjadi kenyaataan. Rio meminta nomor hpku. Setelah ini apakah dia mengatakan rasa sukanya? Aku bisa merasakan signal-signal itu dari tatappannya. Bukankah cinta itu dari mata turun ke hati? Semoga prasangkaku benar, dia juga menyukaiku.

Kasur di kamar menarikku  seperti ada gravitasi yang tinggi, begitupun bantal yang memaksaku untuk berbaring. Aku menutup mata. Hpku berdering menandakan ada sebuah pesan masuk, namun aku tak menghiraukannya. Berkali-kali hpku berbunyi, mataku pun terbuka, tanganku meraih hp itu. Ada lima pesan baru dari nomor baru, nomor tak bernama.

Pesan pertama hanya emoticon senyum, pesan kedua menyebut namaku “Layla”. Pesan ketiga ia memberi tau namanya.

“Ini Rio !”.

Mataku langsung terbuka lebar, rasa kantuk hilang seketika, sukmaku kembali bersemangat. Di pesan ketiga aku langsung membalas.

“Iya Rio, maaf tadi Layla ngak lihat hp”, jawaabku di monitor hp.

Selanjutnya aku menunggu balasan pesan darinya. Hampir setengah jam aku menunggu belum juga ada balasan, mungkin giliran dia yang tidur.

 “Selamat Pagi Layla”, Rio menyapaku via sms.

  “Selamat Pagi Kembali Rio, Layla pergi sekolah dulu ya”

  Sejak hari itu komunikasi mulai dari pagi siang sore malam tak pernah luput terjalin menyambung rasa yang ada diantara kami berdua. Aku pun mulai mengenalnya lebih jauh, sebelumnya aku belum tau dia anak siapa. Yang kutau dia tinggal di Pulau Jawa.

Besok dia akan kembali terbang ke Jawa. Ia memintaku untuk menemaninya pergi membeli cindramata khas kota dingin Takengon ini. Setelah mendapatkan barang-barang yang akan menjadi oleh-olehnya Rio mengajakku jalan-jalan ke pinggir danau Lut Tawar, disini ia menyatakan semua. Baru seminggu kami berkenalan tetapi kami telah begitu nyaman. Jernih dan tenangnya air danau menjadi saksi pengikraran kami sebagai pasangan kekasih.

Aku pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) kelas XI yang memiliki selisih umur lima tahun dengannya, tak masalah selisih umur berapapun yang kutau aku mencintainya. Begitupun saat aku tau dia anak Bik Inah aku siap dengan resiko apapun, kemarin aku ke rumah nek Inah dan kemarin aku tau dia cucu nek Inah anak bik Inah yang juga pernah diceritakan ibu. Namun saat ibu menceritakan aku sedikitpun tidak merasa curiga.

Hari ini ku putuskan untuk menjaliin hubungan baru dengan Rio, akupun sudah menjelaskan adat kampung yang tak membolehkan pernikahan sekampung. Tapi aku berkeyakinan jalani saja, jalanku menuju gerbang pernikahan masih lama belum tentu aku bejodoh dengannya.

Tepat hari ini dia kan terbang meninggalkan Sumatera menuju Jawa, harapanku pun ikut terbang bersamanya, berharap dia kan setia menjaga cinta. Mulai hari ini kami akan menjalani hubungan jarak jauh.

***

Hari-hari berlalu dengan hubungan percintaan yang semakin hari semakin berbunga-bunga, aku telah siap dengan resiko apapun. Setahun berlalu, akupun telah menyelesaikan  masa sekolah berseragamku, kini aku memutuskan untuk melanjutkan study di ibukota provinsi, aku mulai merantau.

Seminggu sebelum keberangkatan ke perantauan nek Inah (nenek kandung Rio) jatuh sakit, tiga hari berlalu nek Inah pun meninggal dunia. Aku sempat melihat kepergiannya, sayang anak dan cucunya tidak sempat melihat wajahnya untuk terakhir kali.

Sejak awal nek Inah sakit aku telah mengabarkan pada Rio dan keluarganya . merekapun telah membeli tiket untuk terbang pada hari Rabu, namun nek Inah meninggal pada malam Senin. Mereka berencana terbang pada hari Selasa namun jadwal untuk hari tersebut sudah penuh dan mereka harus kembali terbang seperti rencana awal.

    Dua hari sebelum keberangkatanku ke perantaun Rio pun juga telah berada di rumah nek Inah, kami masih bisa menyimpan hubungan kasih ini rapat-rapat. Tak ada seorang pun yang tau dan curiga dengan kedekatan kami. Haripun berlalu aku pun harus beranjak meninggalkan kampung dan Rio yang baru saja tiba, rindu belumlah habis terlepas pada pujaan hati ini.

Tiga bulan kepergian Nek Inah Rio mengabariku bahwa ia dan keluarganya akan segera pindah menempati rumah Nek Inah yang saat ini telah resmi menjadi milik Bik Inah. Mungkin ini yang dinamakan kalau jodoh takkan kemana. Setiap ada kesempatan untuk pulang kampung, aku akan pulang. Dan setiap kepulangan aku dan Rio saling melepas rindu dengan ngobrol bersama atau sekedar jalan-jalan menyusuri sungai Pesangen. Empat tahun sudah kami menjalani hubungan ini tanpa ada yang curiga.

Ditahun kelima hubungan kami, disaat aku telah selesai kuliah dan di wisuda aku kembali ke kampung halaman. Tanpa kusadari seluruh masyarakat telah mengetahui hubungan kami, tidak terkecuali keluarga besarku.

Hari-hari sulit kualami, berita ini menjadi topik pembicaraan para ibu-ibu yang suka menggosip. Bahkan pulang dari pengajian pun aku dan Rio menjadi cemoohan semua orang. Andai kalian yang merasakan apa yang terjadi pada diriku, bagaimana perihnya harus dipisahkan dari orang yang kalian cinta. [SY]. Bersambung.

 

Eni Penalamni..Eni Penalamni adalah nama yang diberikan ketika gadis manis ini di aqiqahkan pada bulan April 1996. Anak bungsu dari tiga bersaudara buah cinta dari Ine (ibu) Busyira dan Ama (ayah) Enam. Masa kanak hingga Sekolah Menengah Atas-nya ia lalui di bawah gugusan bukit dekat aliran sungai Pesangen, hilir Danau Lut Tawar. Dalam dunia kepenulisan Eni Penalamni mengaku dibimbing oleh seorang penulis Gayo, serta terinspirasi dari karya-karya penulis nasional. Gadis yang bercita-cita menjadi penulis dan peneliti Islam ini sedang menimba ilmu di Fakultas MIPA Unsyiah Banda Aceh.

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.