Oleh: Ansar Salihin, S.Sn*

KEBUDAYAAN sebagai hasil karya cipta manusia salah satunya berupa produk seni, semakin tinggi nilai seni suatu bangsa, semakin tinggi nilai budaya terkandung di dalamnya. Salah satu kebanggaan menjadi identitas budaya masyarakat Gayo berupa hasil karya seni adalah kerawang Gayo. Hasil karya tradisi ini berupa motif ukiran memiliki beberapa bentuk diterapkan pada berbagai produk.
Kerawang Gayo adalah ragam hias masyarakat Gayo berupa motif-motif ditampilkan pada pakaian atau memperindah bentuk bangunan. Motif merupakan bentuk pokok yang diolah dengan cara menyusun dalam berbagai variasi, sehingga menghasilkan suatu pola. Pengulangan pola inilah diterapkan kepada berbagai benda dengan bentuk dan warna bervariasi sehingga menghasilkan ragam hias, masyarkat Gayo menyebutnya Kerawang.
Menurut pemahaman masyarakat Gayo, Kerawang adalah ragam hias atau corak yang menghiasi suatu benda. Oleh karena pamahaman itulah Kerawang selalu difungsikan sebagai hiasan benda-benda seperti pada bangunan (Rumah Adat Gayo atau Umah Pitu Ruang), pakaian (Pakaian adat Gayo, busana pengantin, busana kesenian), keramik (keni, labu dan guci), perhiasan dan penerapan pada berbagai cendramata dan aksesoris kebutahan sehari-hari seperti tas, dompet, topi dan sebagainya.
Jumlah motif Kerawang Gayo sampai saat ini masih belum ada kepastian jumlah keseluruhannya, karena setiap hasil penelitian oleh akademisi dan pendapat tokoh budaya dan adat Gayo menghasilkan jumlah dan nama motif berbeda. Hal ini karena belum kuatnya referensi secara ilmiah baik buku, maupun media lainnya membahas tentang Kerawang Gayo. Misalnya menurut penelitian Zainal Abidin dalam Skripsinya (Universtias Negeri Yogyakarta) Motif Kerawang Gayo pada pakaian adat Gayo diantaranya emun berangkat, pucuk rebung, puter tali, tei kukur, bunge ni kapas, ulen-ulen, yang peger dan tapak seleman. Sementara dalam Tesis Ferawati (ISI Padangpanjang) Motif Kerawang pada pakaian adat Gayo seperti emun berangkat, puter tali, tapak seleman, peger, pucuk ni tuis, ulen-ulen, dan Sarak Opat. Kemudin dalam Skripsi Hardiata Arma (Universitas Negeri Yogyakarta) Motif kerawang Gayo pada rumah adat Gayo diantaranya motif emun berangkat, emun beriring, emun mutumpuk, emun berkune, emun mupesir, puter tali, pucuk rebung, cucuk penggong, sarak opat, lelayang, Nege, Iken, dan Kurik.
Dari berbagai macam motif tersebut paling populer dan sering diterapkan pada berbagai benda diantaranya motif emun berangkat (awan berarak), emun beriring (awan berbaris) pucuk nituis (pucuk rebung), sarak opat (unsur empat pimpinan), puter tali (putar tali), ulen-ulen (bulan), peger (pagar). Motif ini memiliki bentuk yang menarik memiliki nilai keindahan tersendiri dan memiliki filosofi serta nilai budaya dalam masyarakat.
Motif Emun Berangkat dan Emun Beriring berbentuk geometrik lingkaran memusat bersambung secara berulang, maknanya kebersamaan, seia-sekata dan kerukunan. Pucuk Nituis (Pucuk Rebung) bentuknya segita meruncing maknanya peran generasi dan pendidikan. Sarak Opat bentuknya terdiri dari empat buah titik lingkaran dibatasi dua garis tegak lurus, maknanya kepemimpinan, musyawarah mengambil keputusan. Ulen-ulen (Bulan) susunan beberapa motif lengkung membentuk lingkaran memusat menuju satu titik maknanya cita-cita hidup. Peger bentuknya garis tegak lurus empat buah maknanya melindungi dan saling menjaga. Puter Tali bentuknya seperti tali yang pilin saling mengikat dan memanjang maknanya kekeluargaan dan kebersamaan dalam menyelesaikan masalah.
Begitulah pentinya peranan hasil karya seni bersifat tradisional, selain memiliki bentuk indah juga memiliki nilai dan peran dalam masyarakat. Tinggal generasi selanjutnya bagaimana mempertahankan, melestarikan dan mengembangkan Kerawang Gayo sebagai identitas bangsa. Kerawang tidak hanya menjadi milik masyarakat Gayo, namun hasil karya ini dapat dinikmati oleh masyarakat luas secara universal.
Seiring berkembangnya dan pesatnya pertumbuhan ekonomi, karya tradisi sudah mulai tersingkirkan di tengah-tengah masyarakat. Walaupun pemerintah dan berbagai kalangan masyarakat terus menyuarakan tetap melestarikan lokalitas tradisional, namun kenyataanya dijadikan sebagai bahan promosi saja. Kalau diperhatikan di tengah-tengah Masyarakat Gayo itu sendiri, pada acara adat atau acara resmi berapa banyak masyarakat menggunakan pakaian adat Gayo yang dihisai kerawang. Ditambah lagi generasi muda tidak mengenal lagi nilai Kerawang Gayo.
Informasi akhir-akhir ini, hasil kerawang Gayo yang dijual di Takengon (Aceh Tengah) sebagai sumber dan pemilik kerawang Gayo, ternyata pemesanan produknya dari luar daerah. Alasan karena tingginya harga produksi di daerah Gayo itu sendiri dan hasilnya juga kurang memuaskan. Ini menjadi evaluasi bagi pemerintah maupun masyarakat. Padahal Kerawang Gayo sudah diakui produk Budaya Nasional.
Karya tradisi dalam menghadapi pasar global hanya ada dua pilihan agar tetap bertahan. Pertama dapat bertahan karena bentuknya menarik dan diakui masyarakat luas. Kedua melakukan pengembangan bentuk agar desain lebih menarik dan mengikuti kebutuhan pasar. Poin pertama tidak ada jaminan bertahan bentuknya tidak ada perubahan dan menoton. Sedangkan poin kedua tetap bertahan, karena setiap saatnya ada pengembangan bentuk dan mengikuti selera pasar. Namun yang harus dijaga dari pengembangan tersebut jangan sampai merusak makna, menghilangkan filosofi maupun komersiar produk budaya lokal.
Untuk mendukung perkembangan Kerawang Gayo agar menjadi promosi pasar global yang dilakukan adalah menanamkan nilai budaya dan keterampilan desain Kerawang Gayo kepada generasi muda melalui dunia pendidikan, memberikan keterampilan melalui pelatihan khusus kepada masyarakat Gayo dalam memproduksi produk Kerawang Gayo, penyediaan alat modern dalam produksi Kerawang Gayo, adanya kerjasama antara pengrajin tradisional kerawang gayo dengan akademisi, seniman dan desainer yang memahami kerawang Gayo. Selanjutnya tetap menjaga promosi kerawang secara lokal dan nasional. Apabila hal tersebut dapat diwujudkan, Kerawang Gayo bukan hanya menjadi identitas masyarakat, namun dapat menambah prekonomian masyarakat Gayo.[]
*Penulis Adalah Alumni Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang, Dosen Prodi Seni Kriya Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Aceh dan Guru Desain Produksi Kriya SMK 1 Mesjid Raya.