Amna Yunda
Lafal dan Kesaksian Puisi
Pada hamparan terik memanggang
tanah kering membentuk ego
pada sejengkal pemikiran,
di antara rumput yang terkapar
Air begitu berarti walau tetes
seperti halnya teduh sebuah arti
pada pepohonan di bibir pematang
luas membentang mengiris garis tepian kenang
tandus saat kutemukan
siulan menyapa serumpun ilalang
Tak menampik cerita
langit telah menulis suratan-Nya
tak melupa waktu
bila hadir dengan kenduri rasa
Jangan palingkan wajah
semua tertuang dan mengaliri sejarah
bahwa cahaya yang kau usung
laksana kunang-kunang dimalamku
Bila aku seorang pertapa
tak ingin mantra hilang dengan sekejap
lafal-lafalan puisi lahir dari hati
bukan sekedar memetik usung lalu tumbuh
Ada lembaran yang kutulis agar tak hilang
ada segumpal darah di dadaku
yang merahnya adalah namamu
Jangan kau usir angin sebab dia adalah titah
menghantar seribu pesan
walau hanya terbaca lewat kedipan mata
Padamu
seribu bait puisi [SY]
Kenawat Lut, 08 November 2015
*Puisi karya Amna Yunda di atas dikurasi dari naskah dan judul asli “Mantra Puisi”.