[Puisi]
Zulfriansyah
Dialog Imajiner Teuku Umar Johan Pahlawan
Suatu malam di bibir pantai kota ini
dengan nafas yang tersisa
langkah-langkah tua itu membelah kegelapan malam
seakan namanya terbaca di wajah langit yang murung
tangan taqdir melambai lembut
seharusnya ia tak di sana
tapi ia mesti di sana
tiba-tiba malam menjadi tak ramah
sebutir peluru bisu telah mencium dada tuanya
sejarahpun penuh darah
ambruk ke pangkuan bumi
Ia yang terbiasa bercengkrama dengan maut
berdansa dengan mesiu telah kembali kepadaNya
suatu hari di pusaranya seakan kudengar suaranya
dalam abjad yang berasap
Cucuku…
darahku telah menyiram pohon merdekamu
nyawaku adalah pupuk untuk bebasmu
kopiahku lambang negerimu
simbol kebanggaan terbesarmu
Cucuku…
apakah namaku hanya sekedar untuk nama
universitas kumuhmu yang tak berpagar itu ?
untuk nama jalan yang berlobang di kotamu ?
apakah diriku hanya layak untuk lembaran rupiah republikmu ?
apakah kalian tidak malu nama istriku kalian berikan untuk rumah sakit
yang membuat orang-orang miskin makin sakit ?
yang dipenuhi oleh kucing-kucing yang setiap hari mencari makanan sisa
Cucuku…
aku adalah Teuku Umar Johan Pahlawan
terlahir sebagai prajurit tegar tanpa air mata
tapi hari ini aku menangis
karena kalian telanjang kala menziarahiku
karena makamku seakan menjadi restoran daging kambing favoritmu
cekikikan bagai orang gila yang mengusik istirahatku
Inikah balasanmu, cucuku ?
sungguh kalian
cuma pecundang yang malang [SY]
2015
Zulfriansyah lahir di Blang Muling 23 November 1976. Alumnus APRIND Yogyakarta dan pernah magang di negara Jepang serta pernah bekerja pada PT. Artotoyo Jakarta, MAPI Jepang, OCK Jepang dan dibeberapa perusahaan lainnya. Didampingi seorang istri dan tiga orang putrinya Zulfriansyah saat ini membuka usaha mandiri di Meulaboh Aceh Barat.