Catatan Win Wan Nur*

SALAH satu berita paling seksi dan paling disukai media yang dapat melambungkan rating adalah berita korupsi pejabat. Ini tidak terlepas dari membuncahnya rasa muak masyarakat terhadap perilaku korupsi yang menggerogoti segala sendi kehidupan di negara ini.
Sayangnya sebagaimana banyak diulas oleh para pengamat netral, media yang dalam negara demokrasi dipandang sebagai pilar demokrasi keempat, demi rating sering kebablasan dalam memberitakan kasus seperti ini.
Contoh terkini yang paling sahih adalah cover majalah Tempo yang menyoroti tentang korupsi Gubernur Sumatera Utara. Dalam cover ini, digambarkan Gatot Pudjo sedang memegang celengan sapi, seolah kasus yang menimpanya terkait dengan kasus korupsi impor daging sapi yang melibatkan petinggi partainya. Padahal, kasusnya sama sekali berbeda dan tidak punya kaitan apapun dengan sapi.
Masih dalam suasana heboh akibat penangkapan gubernur Sumatera Utara dari PKS ini. Kemarin, warga Gayo dikejutkan oleh sebuah berita besar. Ruslan Abdul Gani yang saat ini menjabat sebagai Bupati Bener Meriah, dijadikan tersangka oleh KPK. Tak ayal berita ini langsung menjadi pembicaraan umum, baik di dunia nyata maupun di dunia maya.
Sebenarnya, bagi yang mengikuti perkembangan kasus ini dari awal, berita ini sama sekali tidak mengejutkan. Sebab sejak Ruslan masih mencalonkan diri sebagai bupati Bener Meriah dulu, masalah ini sudah banyak disebut akan berpotensi mengganggu kinerjanya kalau sampai terpilih sebagai bupati. Apalagi beberapa waktu yang lalu, Ruslan sudah pernah dipanggil sebagai saksi dalam kasus ini.
Ketika berita ini muncul ke permukaan, semua media yang memberitakan kasus ini pada judulnya hanya menyebut status Ruslan saat ini sebagai bupati Bener Meriah, tanpa sama sekali menyebut statusnya sebagai mantan kepala BPKS. Dan karena kebanyakan pembaca bukanlah orang yang sudah mengikuti permasalahan ini dari awal. Maka ketika berita ini menyebar, Gayo pun gempar.
Perpaduan antara cara penulisan media dan kebiasaan masyarakat pembaca media online yang malas membaca isi berita, yang langsung berkomentar hanya dari membaca judul, tak pelak opini yang berkembang luas adalah Ruslan korupsi dalam statusnya sebagai bupati. Bukan dalam statusnya sebagai mantan kepala BPKS yang hanya dijabatnya selama setahun.
Maka bertaburanlah segala caci maki kepada Ruslan di media sosial, ada yang mengatakan pantas Bener Meriah tidak maju, karena uangnya dikorupsi bupati, ada yang membahas soal potongan uang untuk Mesjid, ada yang mengungkit soal adik ipar Ruslan yang ditangkap di Bener Meriah karena kasus proyek lari malam dan kasus adik kandung Ruslan yang berstatus PNS yang mengerjakan proyek jalan dua jalur bandara senilai 7,5 M . Singkatnya, semua menyalahkan Ruslan, menjadi tersangka KPK karena korupsi di Bener Meriah.
Sofyan, seorang dosen di Fakultas Teknik Unsyiah sampai bingung sendiri setelah membaca berita yang hanya menyebut status Ruslan sebagai Bupati Bener Meriah dalam kasus yang ditangani KPK ini. “Sejak kapan Bener Meriah punya dermaga?”, pikirnya.
Yang banyak tidak diketahui publik adalah, sejak didirikan tahun 2000 lalu BPKS ini memang sudah sarat masalah.
Menurut Yusuf Chippo, yang merupakan alumni Fakultas Hukum Unsyiah yang sudah mengamati kasus ini sejak lama. Selama beberapa periode kepemimpinan BPKS tidak menghasilkan apa-apa, malah anggaran yang terus membengkak. Misalnya kasus pembebasan lahan sebesar Rp. 420 M pada periode 2005-2010. Artinya, saat itu Ruslan belum menjabat sebagai Kepala BPKS, karena sebagaimana dikatakan Munawar Liza Zainal yang berstatus sebagai walikota Sabang pada saat kasus ini terjadi, Ruslan baru menjabat pada tahun 2011.
Jadi memang tidak ada yang bisa menjamin Ruslan Abdul Gani bersih. Sebab meskipun mungkin Ruslan dalam kasus ini tidak memperkaya diri sendiri, tapi memperkaya orang lain yang merugikan negara dan kesalahan administrasi yang merugikan negara juga bisa ditersangkakan meskipun tidak ada satu rupiahpun uang yang dia terima.
Tapi kalaupun Ruslan memang tidak bersih, mari kita tempatkan ‘tidak bersih’nya itu pada porsinya, bukan ditarik kemana-mana, yang tidak ada hubungannya dengan kasus ini.
Untuk itu, media, terutama media yang ada di Gayo kita harapkan bisa lebih jernih dalam memberitakan kasus ini, perjelas bahwa kasus yang membuat Ruslan Abdul Gani dijerat oleh KPK ini terjadi di Sabang, bukan di Gayo, lebih khusus lagi bukan di Bener Meriah, supaya apa yang mau dibersihkan ini jelas, fokus dan semua pihak yang punya andil dalam korupsi dermaga Sabang ini bisa diseret ke pengadilan . Bukan hanya Ruslan sendiri yang dikorbankan, dan digeneralisasi sebagai perilaku umum masyarakat Gayo.
Kita sudah muak diberi label yang bukan-bukan, jangan sampai peristiwa yang menimpa Ruslan ini berkembang menjadi generalisasi dan Gayo mendapat label baru sebagai masyarakat tukang Korupsi.[]
*Pengamat media, tinggal di Bali