Ceruk Mendale dan Terbantahkannya Asal-Usul Gayo Berdasar Kekeberen

oleh
Kerangka manusia di Loyang Mendale Kecamatan Kebayakan Aceh Tengah. (LGco-Khalis)

Catatan Win Wan Nur

Kerangka manusia di Loyang Mendale Kecamatan Kebayakan Aceh Tengah. (LGco-Khalis)
Kerangka manusia di Loyang Mendale Kecamatan Kebayakan Aceh Tengah. (LGco-Khalis)

Sebagaimana diulas dalam tulisan sebelumnya (klik : [highlight]Loyang Mendale dan Gayo Penghuni Awal Ujung Utara Sumatera[/highlight]). Kapan kisah dalam kekeberen dan legenda terjadi kita tidak dapat mengetahuinya secara pasti. Tapi dengan mengacu pada momen-momen dan istilah yang diceritakan  dalam istilah itu, kita dapat menelusuri titik terjauhnya.

Dalam kekeberen tentang asal-usul Gayo,  masa terjauh yang bisa kita telusuri adalah Kekeberen si Dewajadi yang pertama kali dicatat dalam dokumen sejarah berdasarkan kisah yang diceritakan oleh Nyaq Putih kepada Hazeu pada tahun 1905.

Kekeberen si Dewa Jadi ini berkisah tentang seseorang di daratan Asia yang memiliki layangan yang sangat besar, diterbangkan angin bersama layangannya sampai ke Gayo. Orang inilah yang kemudian menjadi nenek moyang Orang Gayo. Kisah yang sangat mirip dengan kekeberen si Dewa Jadi ini, juga ditemukan dalam khasanah kultur Batak. Bedanya di Batak, kisah ini dikenal dengan “Kisah Dewa Mula Jadi”.

Meski kita tidak dapat memastikan kapan kisah ini pertama kali muncul, tapi dari kisah ini kita sudah bisa mereka-reka titik terjauh kisah ini dibuat. Ketika kisah ini dibuat, jelas manusia sudah mengenal layang-layang. Artinya masih sangat baru.

Selain layang-layang, ‘kebaruan’ kisah ini juga ditunjukkan oleh nama sang tokoh sendiri yaitu “si Dewajadi”,  yang kentara dengan pengaruh Hindu. Artinya bisa kita simpulkan bahwa kekeberen ini dibuat ketika Gayo sudah mengenal ajaran Hindu.

Lalu kapan Gayo mulai mengenal ajaran Hindu?.

Berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan oleh para para ahli dari berbagai disiplin ilmu, pengaruh Hindu baru mulai menyebar di kepulauan Nusantara ini pada abad ke I. Artinya 4500 tahun setelah pemilik kerangka di Ceruk Mendale meninggal. Tentang ini bisa dibaca di  The Indianized State of South East Asia, W. Vella .1968.

Saat ini pengaruh Hindu di Sumatra masih bisa kita lihat pada aksara Batak yang berakar pada huruf-huruf yang memiliki pengaruh sanskerta. Gayo juga dipercaya dulunya memiliki huruf-huruf seperti ini, tapi semuanya lenyap seiring dengan diterimanya agama Islam dan Gayo pun mulai mengenal huruf Arab dan menganggap semua peradaban sebelumnya sebagai peradaban kafir.

Dengan kembali mencermati angka 6500 yang menunjukkan angka tahun meninggalnya pemilik kerangka di Ceruk Mendale yang DNA-nya identik dengan DNA orang Gayo dan orang Karo modern.  Kekeberen tertua ini pun terdengar seperti kisah kemaren sore.

Apalagi kalau yang kita cermati adalah kisah yang merujuk asal-usul orang Gayo ke negeri Rum alias Turki. Seperti kisah yang disampaikan dalam bentuk  syair seperti di bawah ini;

Anak ni reje Rum ari Ujung Acih — -Anak Raja negeri RUM dari Ujung Aceh
Bersarung gunur*  ——————— Bersarung Gunur
Gere betih lintang ———————- Tidak jelas lintang
Gere betih bujur————————- Tidak jelas bujur
Gere murupe lagu manusie————  Tidak mirip manusia

* Di Gayo, yang dimaksud dengan sarung adalah selaput ari-ari yang melindungi bayi ketika masih di dalam perut ibunya. Sedangkan Gunur adalah buah sejenis timun (atau labu?) dengan ukuran kira-kira sebesar semangka.

Dalam kisah ini diceritakan, karena malu. Permaisuri raja Rum, berencana menghanyutkan sang anak ke laut (mirip kisah nabi Musa). Tapi kemudian sang suami punya ide yang lebih baik. Anak tersebut digantungkan pada layang-layang dan dibawa terbang sampai ke langit. (Di sini kisah si Dewajadi kembali dimasukkan)

Untuk memperkirakan usia maksimal kisah ini, kita cukup menyoroti negeri RUM yang merupakan inti dari kisah ini.

Rum yang selalu muncul dalam khasanah budaya melayu yang diklaim sebagai negeri asal para raja mereka berasal dari kata “Romawi”. Tapi Romawi yang dimaksud di sini bukanlah Romawi Barat yang beribukota Roma. Melainkan Romawi Timur  yang tadinya bernama Byzantium.

Sejarah berdirinya Romawi Timur ini diawali dari kekacauan di dunia Romawi yang memakan korban lima kaisar dalam sepuluh tahun. Kekacauan itu berhenti setelah DIOCLETIANUS naik ke tahta kekaisaran dan membagi kekaisaran Romawi yang luas menjadi Romawi Barat yang berpusat di Roma dan Romawi Timur yang berpusat di Turki sekarang. Diocletianus sendiri memilih berkuasa di Timur, sementara Kekaisaran Barat dia berikan kepada temannya Maximilianus yang dalam sejarah dikenal sebagai Kaisar Augustus. Anak dari Diocletianus, bernama Konstantinus yang menganut kristen yang dia warisi dari Ibunya, menggantikannya sebagai Kaisar dan menjadi Kaisar kristen pertama. Konstantinus inilah yang mendirikan  KONSTANTINOPEL ibukota Romawi Timur yang dinamakan berdasarkan namanya sendiri. Kota ini diresmikan pada tanggal 11 Mei 330 Masehi.

Ketika kota ini berdiri, suku Turki yang sekarang menguasai wilayah itu masih merupakan suku pengembara yang hidup di Asia Tengah.

Diantara suku-suku bangsa Turki itu terdapat suku Uighur Aksulik, Kashgarlik, Uyghur, Uigur dan Turfanlik yang pada tahun 840 keluar dari Mongolia melalui Kyrzyg dan menyebar ke banyak arah termasuk Cina. (Entah bagaimana ceritanya, kadang-kadang orang Gayo juga berspekulasi bahwa mereka berasal dari suku Uighur yang juga disebut suku Hui ini)

Konstantinopel baru ditaklukkan oleh Turki Islam pada tahun 1453 dan penguasa baru ini menguasai seluruh kekuasaan Byzantium, dan mengubah nama kota Konstantinopel menjadi Istanbul. Wilayah inilah yang sekarang kita kenal dengan negara Turki.

Masa Turki Islam inilah yang yang menjadi basis dari kisah negeri Rum dalam khasanah budaya Melayu, termasuk Gayo.

Jadi kalau kita telusuri asal mulanya. Sebenarnya kisah kekeberen yang memuat tentang negeri RUM ini bermula lebih jauh dari 1600-an. Ketika Portugis mulai berlayar ke Nusantara. Ketika Kerajaan Aceh yang memeluk Islam meminta pertolongan Turki untuk memerangi Portugis yang Kristen. Turki yang merupakan kekhalifahan Islam terbesar saat itu menyambut permintaan Aceh dengan mengirimkan ahli strategi perang dan sebuah meriam. Aceh kemudian menang dalam perang melawan portugis itu dan sebagai dampak ikutannya, Turki pun jadi sedemikian dipuja di Aceh dan seluruh dunia Melayu (baca buku Anthony Reid, History of Sumatra).

Sejak saat itu raja-raja sampai pemimpin kecil suku-suku di Aceh dan seluruh dunia Melayu mulai merujuk silsilah mereka sampai ke raja-raja di Turki yang di dunia melayu sering disebut sebagai negeri RUM.

Kisah lain tentang asal-usul suku Gayo ini mirip dengan cerita Nabi Nuh tentang banjir besar, tapi jelas secara kronologis sejarah ini tidak mungkin di masa nabi Nuh, karena saat itu sudah ada istilah Selten (Sultan) seperti yang diceritakan melalui pantun di bawah ini.

Surut ni waih pe le————  Air mulai surut
Tikik-tikik teduh ni waih—-  Air berhenti (mengalir) sedikit demi sedikit
i ujung Acih——————–  Di ujung Aceh
Oya kati si abangen i Linge— Itulah sebabnya abangnya di Linge
Si nensu Acih kerna oya——- Karena itulah Aceh menjadi bungsu
Anak ni Selten Genali si Ude– Anak Sultan Genali dari Istri muda
Si Linge anaken si ulubere—– Di Linge anak yang pertama

Barunya kisah ini bisa kita telusuri dari sebutan “Selten Genali” (Sultan Genali). Seberapa tua kisah ini bisa kita telusuri dari sejarah kapan istilah Sultan ini mulai dikenal manusia.

Istilah Sultan baru dikenal pada tahun 1037 Masehi. Berawal dari peristiwa ketika  pasukan Turki Seljuk di bawah pimpinan Tughril Bey (Cucu dari Seljuk), menyerang Baghdad. Khalifah yang ketakutan dengan berbagai cara diplomasi yang lihai membujuk Thuhril Bey (kadang disebut Tughril Beg), supaya orang Turki Islam yang tidak bisa berbahasa Arab ini agar tidak membumi hanguskan Baghdad. Salah satu cara yang dipakai oleh Khalifah adalah dengan cara memberinya gelar SULTAN , yang berarti pejabat tertinggi.

Lebih tidak sinkron lagi kalau sejarah asal-usul Gayo yang telah terbukti secara ilmiah melalui penemuan di Ceruk Mendale ini dikaitkan dengan anggapan kaum pesisir yang menyakini bahwa orang Gayo adalah keturunan dari orang-orang yang lari ketakutan ke gunung karena dikejar di pesisir.  Sebab pandangan ini berasal dari kutipan dalam “Hikayat Raja-Raja Pasai” yang meskipun tidak secara pasti menyatakan kapan ditulis, tapi berdasarkan peristiwa yang diceritakan di dalamnya, diperkirakan ditulis dalam rentang waktu antara 1280 dan 1400 M. Jadi jelas sangat konyol kalau kisah kemarin sore yang kisahnya berisi campuran antara dongeng dan fakta sejarah ini dipercaya sebagai sejarah asal-usul Gayo.

Referensi :

The Indianized State of South East Asia, W. Vella .1968
Menuju Sejarah Sumatra: Antara Indonesia dan Dunia, Anthony Reid 2010
Byzantium, The Early, Norwich, John J. 1996
Byzantium, Decline and Fall, Norwich, John J. 1996
Gajosch-Nederlandchs Woordenboek. Hazeu, G.A.J. 1907
Sumatran Politics and Poetics, Gayo History 1900-1989. Bowen, John. R. 1991
Tanah Gayo dan penduduknya. C. Snouck Hurgronje, 1996
The Seljuks in Asia Minor, Frederick A Fraeger .1961
http://the_uighurs.tripod.com/hist.htm
http://melayuonline.com/ind/culture/dig/2338/hikayat-raja-pasai

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.